Mohon tunggu...
Wahyu Putri P
Wahyu Putri P Mohon Tunggu... -

Mahasisa Kimia Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sumber Energi yang Terbit dan Tenggelam

18 Agustus 2017   11:31 Diperbarui: 25 Agustus 2017   13:40 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.viva.co.id

Indonesia terletak di garis khatulistiwa, garis tengah yang membelah bumi. Berada di jalur khatulistiwa menyebabkan Indonesia mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup intensif di seluruh wilayah Indonesia kecuali saat musim hujan. Sinar matahari ternyata memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sumber energi terutama energi listrik. Berdasarkan peta insolasi matahari, wilayah Indonesia memiliki potensi energi listrik sebesar 4,5 kw/m2/hari. Menurut data kementerian energi dan sumber daya mineral, potensi energi surya sebesar 11 Gigawatt. Hal ini tentu potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik di Indonesia mengingat bahan bakar fosil sebagai pembangkit listrik mulai menipis.

Dua hal mendasar yang memberatkan pemanfaatan sumber energi berbasis fosil adalah bahwa ketersediaan sumber daya alam ini sangat terbatas dan berdampak negatif terhadap lingkungan lokal serta global. Sebagai contoh keterbatasan sumber energi primer adalah produksi minyak bumi nasional sudah menurun sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja harus melakukan impor (EIA, 2006). Sementara itu, cadangan gas nasional juga akan mengalami skenario yang sama bahwa sekitar 20 tahun lagi, gas sudah harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Widianto, 2007). Kondisi yang sama juga terjadi pada batubara walaupun rentang waktu ketersediaanya masih cukup panjang dimana diperkirakan bahwa cadangan batubara nasional akan mampu memenuhi kebutuhan hingga 70 -- 100 tahun ke depan (ICMA, 2007). Dengan demikian, maka diperlukan antisipasi sejak dini dengan melakukan konservasi energi, diversifikasi sumber energi dan menggali sumber serta teknologi energi baru, dan pemasyarakatan pemanfaatan teknologi energi listrik terbarukan yang sudah siap.

Untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan listrik, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional. Di dalam kebijakan ini telah disusun rancangan untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam pembangkit listrik nasional termasuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Disebutkan bahwa pada tahun 2025 diharapkan peran energi terbarukan akan mencapai 5 % dari keseluruhan kapasitas pembangkit listrik nasional. Peran PLTS diharapkan dapat menyumbang 800 Megawatt dengan pertumbuhan sekitar 40 Megawatt pertahun. Pemanfaatan tenaga matahari untuk pembangkitan listrik sebenarnya sudah dilakukan sejak cukup lama yaitu sejak tahun 1980an namun aplikasinya masih terbatas pada sistem berdaya kecil atau yang lebih dikenal dengan solar home system (SHS).Sistem SHSbiasanya memiliki kapasitas antara 25 -- 50 Watt sehingga kemampuannya sangat terbatas.

Umumnya, sistem ini digunakan oleh masyarakat pedesaan yang belum terjangkau jaringan listrik PLN. Penduduk desa menggunakan SHSsebagai lampu penerangan untuk menggantikan lampu tradisional yang berbahan bakar minyak tanah. Penggunaan SHStentu saja sangat bermanfaat karena mengurangi penggunaan minyak tanah, mengurangi emisi karbon, lebih mudah digunakan, lebih aman, dan memiliki kualitas penerangan yang lebih baik untuk aktifitas di malam hari seperti belajar dan kegiatan produktif lainya. Dengan adanya SHSjuga dimungkinkan untuk menghidupkan radio dan televisi sebagai sarana pendidikan, hiburan, dan akses terhadap informasi.

Namun demikian, perkembangan pemasangan SHScukup lambat karena sangat tergantung dari program pemerintah sehingga sejauh ini total kapasitas daya terpasang listrik surya dalam bauran energi listrik nasional masih sangat kecil. Pada akhir tahun 2008 akumulasi PLTS baru mencapai 10 Megawatt yang berasal dari SHSdan sistem desentral yang dibangun sebagai upaya meningkatkan elektrifikasi pedesaan atau daerah terpencil di seluruh Indonesia. Jumlah ini masih di bawah target capaian tahunan dan sangat jauh dari target akumulasi sejak ditetapkannya Kebijakan Energi Nasional.

Di dalam pembuatan PLTS skala nasional diperlukan beberapa komponen dasar. Secara umum, komponen tersebut terdiri dari panel surya, penyimpan energi (baterai), inverter, pengkabelan serta konektor. Perkembangan teknologi dari tiap-tiap komponen ini telah mampu menghasilkan sistem PLTS yang ekonomis dan berkualitas. Industri Indonesia telah mampu memproduksi hampir semua komponen PLTS kecuali panel surya. Sejauh ini panel surya yang telah terpasang di seluruh wilayah Indonesia adalah produk impor. Sejatinya Indonesia bisa memproduksi panel surya secara mandiri. Indonesia memiliki bahan alam silika yang cukup melimpah yang merupakan komponen penting dalam pembuatan panel surya (puspitek, 2006). Pemerintah juga telah mendukung pembangunan pabrik sel dan panel surya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (LEN, 2009).

Panel surya / photovoltaic panel adalah komponen paling penting dalam suatu sistem PLTS. Panel surya ini berperan untuk mengubah sinar matahari menjadi energi listrik. Komponen kedua yang tidak kalah penting dalam sistem PLTS adalah baterai. Baterai digunakan untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya pada siang hari untuk digunakan pada malam hari. Ketersediaan baterai selama ini telah tercukupi baik dari sisi kapasitas dan distribusi. Kemudian komponen ketiga adalah inverter. Inverter merupakan peralatan yang berfungsi untuk merubah sistem tegangan searah menjadi bolak-balik. Inverter akan dihubungkan dengan baterai yang bertegangan arus searah dan akan menghasilkan tegangan listrik bolak-balik. Kemudian, kabel dan material mekanis yang diperlukan dalam pemasangan PLTS sudah tersedia secara luas. Komponen aplikatif seperti lampu hemat energi juga telah tersedia di pasaran nasional.

Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu PLTS terbesar di Indonesia telah dibangun di Dusun Bajaneke, Desa Oelpuah, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dengan kapasitas sebesar 5 Megawatt, pembangkit milik PT Lembaga Elektronik Nasional (LEN) tersebut membantu PLN mengatasi defisit di sistem Timor sejak akhir Desember 2016.

PLTS yang dibangun di atas tanah seluas 7,5 hektar ini tersusun atas ribuan modul panel surya. Satu modul panel surya dapat menghasilkan listrik sekitar 230 Watt. Selain Kupang, terdapat PLTS lain yang cukup besar yaitu PLTS di Bali dan Gorontalo dengan kapasitas masing-masing 2 Megawatt. Biaya investasi PLTS memang cukup besar namun kelebihan dari PLTS adalah tidak membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Meskipun demikian, pengembangan PLTS harus terus dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan listrik nasional terutama pada daerah yang belum terjangkau jaringan listrik PLN.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun