Mohon tunggu...
Wahyu Putri P
Wahyu Putri P Mohon Tunggu... -

Mahasisa Kimia Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengembangan Energi Masa Depan Indonesia

17 Agustus 2017   12:31 Diperbarui: 25 Agustus 2017   13:40 2864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: intisari.grid.id

Berdasarkan survey dari Rice University mengenai masalah terbesar yang akan dihadapi manusia untuk 50 tahun mendatang, ternyata energi menduduki peringkat pertama. Persoalan energi merupakan kepentingan semua negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Energi bukanlah merupakan komoditas biasa, akan tetapi merupakan komoditas strategis mengingat seluruh sistem dan dinamika kehidupan manusia dan negara tergantung kepada energi sebagai urat nadi kehidupan pada semua sektor.

Kebutuhan energi akan terus meningkat sejalan dengan tingkat kehidupan. Menurut International Renewable Energy Agency, Indonesia adalah negara dengan konsumsi energi tertinggi di ASEAN dengan penggunaan 40% dari total konsumsi energi ASEAN. Diantara tahun 2000 hingga 2014, konsumsi energi Indonesia meningkat hingga 65% dan diperkirakan akan naik hingga 80% pada tahun 2030.

Sumber energi fosil memegang posisi yang sangat dominan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Ketergantungan akan energi fosil yang semakin menipis cadangannya akan membuat Indonesia terjebak dalam krisis energi. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa produksi bahan bakar fosil di Indonesia mengalami penurunan akibat adanya penurunan secara alamiah. Cadangan sumber energi fosil di seluruh dunia terhitung sejak tahun 2017 yaitu 25 tahun untuk minyak, 45 tahun untuk gas alam, dan 185 tahun untuk batu bara. Fakta lain, pemakaian energi fosil dapat menyebabkan peningkatan kerusakan lingkungan.

Hasil pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi gas rumah kaca yang merusak atmosfer. Terlebih, penggunaan energi fosil juga berpengaruh terhadap anggaran pembangunan. Bahan bakar minyak, salah satu energi yang paling tinggi dikonsumsi di Indonesia, selama ini masih disubsidi oleh negara melalui APBN. Ini menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah. Berdasarkan beberapa fakta diatas, diperlukan pergeseran penggunaan energi fosil ke energi baru terbarukan sebagai solusi tepat untuk energi Indonesia di masa depan.

Energi baru terbarukan adalah energi ramah lingkungan yang tidak mencemari lingkungan dan tidak memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global. Energi baik ini berasal dari proses alam yang bersifat berkelanjutan, seperti sinar matahari, angin, air, bioenergi, dan panas bumi. Indonesia dianggap sebagai negara primadona karena memiliki semua potensi sumber energi baru terbarukan yang sangat besar. Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah daerah vulkanik dan daerah cincin api, menjadikan energi panas bumi memiliki potensi sebesar 29 Gigawatt untuk dimanfaatkan.

Selain menjadi daerah cincin api, Indonesia yang mempunyai banyak aliran sungai, danau,waduk dan air terjun yang menjadikan energi air juga berpotensi untuk dikembangkan. Besar potensi energi air di Indonesia adalah 75 Gigawatt. Bioenergipun menjadi peluang yang besar untuk dimanfaatkan mengingat bahwa Indonesia memiliki daerah pertanian dan perkebunan yang luas. Limbah pertanian dan perkebunan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber biomassa yang berpotensi 32 Megawatt.

Selain biomassa terdapat pula sumber energi biofuel dengan potensi sebesar 32 Megawatt. Indonesia sebagai negara kepulauan juga memiliki potensi laut sebesar 60 Gigawatt. Menjadi daerah tropis adalah keuntungan bagi Indonesia, dengan intensitas sinar matahari yang dimiliki Indonesia. Intensitas radiasi matahari yang hampir sama sepanjang tahun, dengan intensitas harian rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 dapat mendorong pemanfaatan energi surya dengan potensi sebesar 11 Gigawatt.

Meskipun potensi sumber energi baru terbarukan sangat tinggi, namun pengembangan pemanfaatan energi baru terbarukan masih memiliki beberapa kendala seperti harga yang lebih tinggi dibanding energi fosil. Hal tersebut disebabkan oleh biaya investasi dan teknologi yang mahal karena sebagian besar komponen untuk pembuatan energi bersih masih impor. Dari sisi nilai ekonomi harga jual energi bersih akan menjadi tidak kompetitif dibandingkan energi fosil.

Namun, ketika pengembangannya sudah mencapai volume yang besar maka akan menemukan harga yang sesuai. Selain itu, keterlambatan pengembangan energi bersih disebabkan kurang matangnya proses perencanaan dan perancangan, hambatan regulasi, dan keterbatasan sumber daya manusia pada penguasaan teknologinya. Beberapa teknologi energi bersih yang sudah digunakan di luar negeri juga memerlukan pengembangan dan penyesuaian dengan kondisi di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan kajian atau studi kelayakan untuk memastikan pemilihan teknologi energi bersih yang tepat agar operasionalnya dapat berjalan terus menerus.

Beberapa kendala tersebut menyebabkan pemanfaatan energi baru terbarukan hingga kini masih belum maksimal. Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemanfaatan sumber energi baru terbarukan hanya menyumbang 5 % dalam pemanfaatan energi nasional. Meskipun demikian, pemerintah tidak pernah putus asa dalam usaha mengembangkan energi baru terbarukan. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional akhirnya mengeluarkan jurus baru yang diyakini ampuh, yakni menggenjot pemanfaatan energi baru terbarukan, dan mengerem penggunaan sumber energi fosil.

Dalam kebijakan tersebut, target penggunaan energi baru terbarukan pada 2020 disebut sebesar 17 persen. Sedangkan, pada 2025 mendatang, penggunaan energi baru terbarukan diharapkan sampai 23 persen. Dalam upaya mencapai target tersebut, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM telah merilis lima langkah pengembangan energi baru terbarukan. Pertama, dengan menambah kapasitas pembangkit untuk produksi energi. Dalam beberapa tahun ke depan, pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) akan digencarkan.

Langkah kedua, dengan menambah penyediaan akses terhadap energi modern bagi daerah terisolasi, khususnya pembangunan energi perdesaan dengan mikrohidro, tenaga surya, biomassa, dan biogas. Ketiga, dengan mengurangi biaya subsidi BBM, dimana substitusi PLTD dengan pembangkit energi baru terbarukan dapat mengurangi subsidi. Sedangkan, langkah keempat dan kelima adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dan penghematan energi besar-besaran.

Selain peran pemerintah diperlukan pula peran masyarakat. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya beralih ke sumber energi baru terbarukan harus dibangun sejak dini sehingga kebijakan pemerintah mengenai penerapan energi baru terbarukan dapat didukung penuh oleh seluruh masyarakat Indonesia.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun