Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Merdeka dari Intoleransi dan Radikalisme

17 Agustus 2017   08:15 Diperbarui: 17 Agustus 2017   09:32 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Toleran - tempo.co

Hari ini genap 72 tahun Indonesia merdeka. Sebuah usia yang masih muda untuk ukuran sebuah negara. Wajar jika Indonesia masih terus berproses untuk menuju kedewasaannya. Namun, Indonesia bukanlah negara kecil yang tidak diperhitungkan. Dalam sejarahnya, Indonesia sangat diperhitungkan oleh negara-negara lain. Ketika eranya presiden Soekarno, Indonesia muncul sebagai negara pemersatu. Ketika dunia terpecah menjadi dua blok, Indonesia menginisiasi gerakan non Blok. Indonesia juga mendorong agar negara-negara lain mengedepankan perdamaian.

Tantangan Indonesia dan dunia saat ini tentu berbeda dengan eranya Soekarno. Saat ini, ancaman intoleransi dan radikalisme yang mengarah pada tindakan teror, terus menjadi ancaman Indonesia dan sejumlah negara. Teror bom masih terus terjadi hingga saat ini. Meski kekuatan ISIS di Suriah dan Irak terus melemah, tapi jaringan mereka yang tersebar di seluruh negara, juga ikut melakukan tekanan di negaranya masing-masing. Akibatnya, terorisme masih menjadi musuh bersama hingga saat ini.

Di Indonesia, meski sudah 72 tahun merayakan hari jadinya, negara ini nampaknya juga masih belum terbebas dari terorisme. Bahkan, bibit terorisme seperti intoleransi dan radikalisme, juga bisa kita temukan dengan mudah di masyarakat kita. Ujaran kebencian tidak lagi terjadi di level masyarakat. Bahkan di tingkat pekerja, pegawai negeri sipil, politisi hingga pejabat negara pun, juga gemar melakukan ujaran kebencian. Sindiran dan makian seakan menjadi hal yang lumrah, ketika dibenturkan dengan hak menyatakan pendapat dan berekspresi.

Tidak dipungkiri, Indonesia terus diuji agar semakan matang sebagai negara. Sebagian masyarakatnya masih terus mempersoalkan keberagaman yang ada. Keberagaman dianggap sebagai sumber permasalahan. Sebaliknya, banyak juga masyarakat yang menyuarakan pentingnya menjaga keberagaman. Karena dengan keberagaman Indonesia akan semakin besar dan dewasa. Pihak yang pro dan kontra ini, sama-sama ada di masyarakat. Mereka sama-sama mencari pengaruh di masyarakat. Akibatnya, media sosial kita saat ini juga banyak dipenuhi propaganda radikalisme dan intoleransi.

Akibatnya, ada beberapa konflik yang muncul akibat provokasi di media sosial ini. Ketika konflik terjadi, tidak hanya mengancam persatuan dan kesatuan, tapi juga memicu disusupinya kelompok tidak bertanggungjawab. Jika kita melihat sejarah, konflik Poso dan Ambon pernah disusupi oleh kelompok radikal untuk terus membuat konflik berkepanjangan. Beruntung aparat keamanan bisa bertindak cepat, dan mencegah konflik berkepanjangan. Karena ketika konflik itu terus terjadi, lagi-lagi kelompok radikal akan kembali memunculkan konsep khilafah, untuk menggantikan Pancasila.

Padahal, Pancasila merupakan ideologi bangsa yang terbukti bisa mempersatukan keberagaman. Kebesaran geografis dan keragaman Indonesia, akan bisa mengantarkan negeri ini menjadi super power. Untuk bisa mengarah kesitu, masyarakatnya tidak boleh lagi terprovokasi ujaran kebencian, tidak boleh lagi menebar provokasi SARA, yang bisa memecah belah persatuan. Di hari kemerdekaan ini, mari kita jadikan momentum untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang toleran. Mari bebaskan negeri ini dari pengaruh radikalisme dan terorisme, demi terciptanya tatanan kehidupan yang adil dan berperikemanusiaan.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun