Mohon tunggu...
Windu Merdekawati
Windu Merdekawati Mohon Tunggu... Penulis - Petualang hidup

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Asyiknya Belajar Sejarah di Museum Keris Nusantara

22 Agustus 2017   15:34 Diperbarui: 23 Agustus 2017   09:03 8150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: jurnalasia.com

Minggu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi Museum Keris Nusantara. Museum yang baru diresmikan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 9 Agustus 2017 ini merupakan tindak lanjut dari diakuinya Keris Indonesia oleh UNESCO, sebagai warisan budaya dunia. Museum yang berada di tengah Kota Solo ini sangat mudah dijangkau. Dari Stasiun Purwosari kita dapat menggunakan moda transportasi Bus Solo Batik Trans dan turun di Sriwedari dilanjutkan jalan kaki menuju museum, atau kita juga bisa menggunakan jasa ojek online.

Museum Keris yang berlokasi di Jalan Bhayangkara Sriwedari Solo ini mempunyai 4 lantai dengan 1 lantai basement. Di museum ini kita dapat melihat berbagai koleksi senjata tradisional khususnya keris dari berbagai wilayah di Nusantara lengkap dengan diorama proses pembuatannya serta video visual mengenai sejarah keris di Indonesia.

Di lantai 1 kita disuguhkan gambar-gambar senjata tradisional dari berbagai penjuru dunia. Konon penyebaran senjata di dunia terjadi melalui jalur damai maupun peperangan. Sebaliknya, keris tersebar melalui jalur perdagangan dan diplomasi. Berdasarkan jenis bahan, senjata tradisional dapat dipilah menjadi senjata logam dan senjata non logam. Senjata yang digunakan masyarakat di wilayah Amerika, Australia dan Oceania umumnya berbahan dasar kayu, tulang hewan serta batu. 

Penggunaan senjata tradisional berupa kapak batu mendominasi wilayah Amerika saat itu, sedangkan masyarakat Australia dan Oceania cenderung menggunakan senjata yang berefek memar yaitu batu dan bumerang. Senjata berupa besi dan baja banyak digunakan di Asia, Afrika dan Eropa, mulai dari Mambele di Afrika Tengah hingga Naginata, Jepang. 

Budaya senjata berpisau sangat berkembang di tiga benua ini. Ternyata senjata juga mengalami evolusi, beberapa faktor dapat mengubah bentuk, teknik penggunaan serta fungsi senjata. Perubahan pedang besar menjadi pedang rapier di Eropa disebabkan oleh masuknya mesiu yang melenyapkan pertarungan jarak dekat. Kelincahan memainkan pedang besar di era Carolingian berubah menjadi kelincahan tari pedang di era Rennaissance dan Victorian. Pengenalan kuda ke Amerika menyebabkan panah besar menghilang digantikan panah kecil yang lebih mudah digunakan saat menunggangi kuda.

dokpri
dokpri
Di lantai ini kita juga dapat melihat tipe pamor keris. Takjub bahwa ternyata ada banyak sekali tipe pamor keris. Pamor berasal dari kata amor atau awor (dari bahasa Jawa) yang artinya berpadu atau paduan. Pamor mempunyai dua pengertian, pertama mendeskripsikan gambaran tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik atau motif belang-belang yang tampak pada permukaan bilah keris, tombak dan tosan aji lainnya. 

Yang kedua dimaksudkan sebagai bahan pembuat pamor itu sendiri. Dalam seni budaya tosan aji, pamor menempati fungsi fisik sebagai tulang dari tosan aji sedangkan baja berfungsi sebagai penajam bilah. Selain sebagai tulang dari tosan aji, pamor juga merupakan hiasan dan memberikan simbol metafisik. Pada zaman dahulu, pamor juga menunjukkan simbol kedudukan atau prestasi tertentu. 

Pada masa kepemimpinan Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusuma di zaman Kerajaan Mataram, para lurah prajurit atau prajurit biasa yang berprestasi mendapat hadiah berupa keris atau tombak yang dihiasi serasah emas dengan pamor Sada Sakler atau motif trisula dan Sapit Landak. Untuk prajurit perwira diberi hadiah berupa tosan aji berserasah emas, dengan motif kepala singa dan gajah. Untuk para wedana, berupa serasah lung-lungan dan untuk putera dan kerabat keraton atau patih dalem berupa serasah emas dengan motif bunga anggrek.

Motif atau pola gambaran pamor terbentuk pada permukaan bilah keris karena adanya perbedaan warna dan perbedaan nuansa dari bahan-bahan logam yang digunakan. Dengan teknik tempa tertentu, logam bahan baku keris akan menyatu dalam bentuk lapisan-lapisan tipis, tetapi bukan bersenyawa atau lebur satu dengan yang lainnya. Proses penyayatan pada permukaan bilah keris membentuk gambaran pamor (www.kerispusaka77.com).

dokpri
dokpri
Pengetahuan mengenai keris ini tak luput dari jasa Bapak pelopor Ilmu/Studi Keris Modern yaitu KGPH. Hadiwidjojo, putra Sinuwun Susuhunan Pakubuwono X. Putera lulusan Universitas Leiden Belanda ini aktif mengadakan kajian budaya Jawa sejak berdirinya Radya Pustaka melalui Komite Kebudayaan Surakarta. Beliau menjadi ketua ke-4 Museum Radya Pustaka dan memangku jabatan ini selama 49 tahun. Beliau menulis ulang manuskrip “Dhapur Dhuwung” salinan dari pratelan “Dhapur Dhuwung Saha Waos” yang berisi dhapur keris Surakarta.

Beliau juga mengutus empu keris Ngabei Wirasukadga menulis tentang “Pamecahing Kyai Pamor”, rekonstruksi kembali cara memecah pamor meteor Keraton Surakarta. Konon meteor ini dipecah pada tahun 1800, setelah 50 tahun ditemukan. Pengetahuan mengenai pembuatan warangka ditulis oleh Nayawirangka II dalam “Kawruh Sasarungan”.

Selain itu beliau juga mengutus Ngabei Jararaga untuk mendeskripsikan “Kawruh Jejeran” yaitu tentang pembuatan hulu keris. Berkat ketekunan beliau yang mumpuni di bidang kebudayaan, pendidikan dan ilmu pengetahuan serta mencurahkan seluruh hidupnya penuh pengabdian untuk memajukan budaya Jawa, beliau dinobatkan pada pencapaian tertinggi dengan gelar kehormatan Kanjeng Gusti Panembahan Hadiwidjojo.

dokpri
dokpri
Setelah puas observasi di lantai 1 kita dapat naik ke lantai 2 yang berisi koleksi keris lengkap dengan deskripsinya. Keris tidak dapat dipisahkan dari perabotnya (bagian-bagian pelengkapnya). Fungsi utama keris (bilah keris) sebagai senjata dibalut dengan perabotnya yaitu bagian hulu (pangkal keris) atau istilahnya “jejeran”, bagian antara hulu dan keris yaitu “mendhak dan selut” serta warangka (sarung keris) lengkap dengan pendhok-nya. Bahan jejeran keris dapat berupa logam, kayu, tanduk atau tulang hewan, serta gading dan cula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun