Mohon tunggu...
Winny Gunarti
Winny Gunarti Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, Peneliti, Pengajar di Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI, Jakarta

E-mail: winny.gunartiww@unindra.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Desain Iklan dan Masa Depan Anak yang Dipertaruhkan

1 Agustus 2017   10:56 Diperbarui: 1 Agustus 2017   13:49 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: m.republika.co.id

Hari Anak Nasional (23 Juli) baru saja berlalu. Peringatannya di berbagai daerah dirayakan dengan sukacita, sekaligus meninggalkan banyak pekerjaan rumah tentang upaya memperjuangkan hak-hak anak.

Masa depan anak memang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga institusi pendidikan, media massa, industri periklanan, produsen makanan dan minuman, hingga elemen keluarga di masyarakat. Masih banyaknya kasus yang  menimpa anak dan menjadi berita melalui media sosial belakangan ini, baik itu kasus kekerasan maupun masalah kesehatan, membuat gaung Hari Anak Nasional menyisakan keprihatinan yang mendalam, yang seharusnya juga semakin  mendorong siapa pun untuk berpartisipasi dalam perlindungan masa depan anak.

Pejuang Nelson Mandela pernah berujar, "Children are our greatest treasure. They are our future!". Anak-anak adalah harta yang berharga bagi masa depan. Atau Presiden ke-3 Indonesia B.J. Habibie juga pernah mengatakan, "Hanya anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin kita mengharapkan dari bangsa lain". Jelas, anak-anak sebagai generasi penerus adalah persoalan bangsa. Betapa besarnya tanggung jawab kita sebagai orang dewasa terhadap kehidupan mereka yang sehat dan sejahtera.

Namun faktanya, saat ini kita masih juga dihadapkan pada---terutama---masalah kesehatan anak-anak yang  krusial. Di  semester awal tahun 2016, situs www.bbc.com pernah melansir laporan bersama dari UNICEF, WHO, dan ASEAN bahwa Indonesia termasuk negara di Asean yang menghadapi persoalan gizi buruk pada anak-anak. Masalah obesitas, hambatan pertumbuhan, dan kekurangan berat badan, menjadi persoalan utama karena banyaknya anak mengonsumsi makanan dan minuman cepat saji yang rendah kadar gizinya, namun berlemak dan berkadar gula tinggi.

Baru-baru ini, studi yang yang dipimpin oleh  Asia Roundtable on Food Innovation for Improved Nutrition dan dilansir The Economist Intelligence Unit  melalui situs www.eiu.com juga memaparkan bahwa persoalan obesitas dan kelebihan berat badan terus meningkat di negara-negara ASEAN selama tiga dekade terakhir, tidak hanya di negara-negara berpenghasilan tinggi tetapi juga di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara ekonomi, masalah obesitas juga memberikan dampak  berupa persentase pengeluaran kesehatan, di mana pengeluaran Indonesia berkisar antara 8% sampai 16% dari belanja kesehatan nasional. Di tambah lagi adanya dampak berkurangnya tahun-tahun produktif di masa-masa pertumbuhan.

Fakta-fakta tersebut di atas dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Masalah kesehatan anak yang salah satunya bersumber dari tingginya konsumsi produk makanan dan minuman berlemak serta berkadar gula tinggi juga tidak terlepas dari pengaruh desain iklan di media. Dalam konteks perkembangan media dan teknologi yang pesat saat ini, di seluruh dunia, jutaan anak-anak terpapar oleh tayangan iklan produk makanan dan minuman yang tidak sehat. Anak-anak kerap terpengaruh untuk membeli produk yang diiklankan dengan gencar melalui media elektronik.

Anak-anak menjadi sasaran empuk para produsen dan pembuat iklan, agar produk makanan dan minuman mereka laku di pasaran. Terlebih tayangan iklan produk makanan dan minuman sering muncul di televisi dengan visualisasi yang serba persuasif melalui akting aktornya, setting, warna dan "manfaat" produk yang menjanjikan kesehatan dan kemudahan. Penelitian yang dilakukan oleh  Dian Marhaeni K, dari Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Sultan Agung, pada tahun 2012, menunjukkan adanya kecenderungan kreatif iklan hanya berpihak kepada produk saja, terbukti persentase nilai etika dalam hal fairness (keadilan) adalah 27,7% pada tayangan iklan produk makanan dan minuman untuk anak-anak di televisi.

Ini disebabkan adanya sejumlah kepentingan dalam perancangan desain iklan, terutama kepentingan pihak pengusaha produk, industri periklanan, dan strategi pemasaran melalui medianya. Penelitian ini dapat dianggap masih relevan, karena hingga saat ini masih banyak produk makanan dan minuman yang tidak secara terbuka memaparkan komposisi yang terkandung di dalam produknya saat beriklan.

Oleh karena itu, penting adanya edukasi kepada masyarakat, khususnya orangtua untuk terlebih dulu memperhatikan komposisi produk makanan dan minuman yang ditawarkan melalui iklan sebelum terpengaruh untuk membelinya. Pihak produsen maupun industri periklanan sebaiknya juga mampu memberikan pesan-pesan yang mengedukasi dalam mendesain iklan, agar tujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang sehat bagi sebuah negara dapat tercapai. Tidak ketinggalan, media elektronik perlu membatasi dan menseleksi tayangan iklan produk makanan dan minuman cepat saji yang rendah gizi, terutama di jam tayang program anak-anak.  

Di dalam setiap desain iklan, selalu ada persepsi yang dibangun dan dicitrakan, dan secara tidak langsung, masa depan anak sesungguhnya dipertaruhkan. Bersediakah kita mempertanggungjawabkannya? Dalam peringatan Hari Anak Nasional 2017 lalu di Pekanbaru yang dilansir situs nasional.tempo.co, Forum Anak Nasional (FAN) telah menyampaikan 10 permintaan kepada Presiden yang perlu mendapat perhatian serius, dan di antara 10 permintaan tersebut ada satu kalimat penting yang diselipkan dalam poin kelima, yaitu: Lindungi Anak dari Iklan! 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun