Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gengis Khan dan Filosofi Berburu Serigala

23 Agustus 2015   08:44 Diperbarui: 23 Agustus 2015   18:25 1534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Hari ini aku mengajukan pertanyaan pada diriku sendiri: Apa yang kamu tahu tentang Gengis Khan? dan ingatanku menjawab berdasarkan beberapa informasi yang kuperoleh bahwa lelaki Mongol itu adalah pembunuh berdarah dingin yang hendak menguasai wilayah Timur Asia hingga ke Eropa, tempat matahari terbenam. Ia menaklukan banyak bangsa dan suku dengan pedang yang haus darah. Kekuatan militer bangsa-bangsa yang bertempat dalam benteng-benteng yang kuat hancur oleh pasukan berkudanya yang sangat lincah dan kelaparan. Dalam sejarah, Gengis Khan dibenci karena telah banyak membunuh, tapi sebaliknya diagungnya di Mongolia sebagai pahlawan agung sebagai namanya. Ia telah menciptakan satu kehendak untuk menyatukan suku-suku dibawah imperium Mongolia. Kekuasaan Mongolia mengalami masa keemasan pada era cucu Gengis yaitu Kubilai Khan dimana luas wilayah taklukan nyaris seluruh dunia atau global domination meliputi China, Mongolia, Russia, Korea, Vietnam, Burma, Kamboja, Timur Tengah, Polandia, Hungaria, Arab Utara, dan India Utara.


Tetapi memahami Gengis Khan sebagai bukan orang Mongol pastilah berbeda dengan orang Mongol sendiri. Sebuah film berjudul Wolf Totem besutan sutradara Jean-Jacques Annaud atas kerjasama beberapa rumah produksi yaitu China Film Group, Beijing Forbidden City Film Corporation, Reperage, China Movie Channel dan Beijing Phoenix Enternainment Co berkisah tentang mahasiswa berusia 21 tahun bernama Chen Zhen yang menjalani kuliah kerja nyata selama 2 tahun di sebuah padang stepa di Mongolia sebagai bagian dari Revolusi Kebudayaan pimpinan Mao Zedong, memberi kita sekelumit informasi tentang orang Mongol. Chen Zhen dan seorang temannya bertugas mengajarkan bahasa Mandarin kepada penduduk setempat yang merupakan penggembala (shepherd) pada tahun 1969-1970. Film ini sendiri diadaptasi dari novel semi-autobiografi yang ditulis Lu Jiamin dengan nama samaran Jiang Rong.


Chen Zhen yang seorang China Han yang tinggal di Beijing harus beradaptasi dengan kehidupan penggembala dan lingkungan stepa yang indah tapi keras. Kisah ini bercerita tentang Chen Zhen yang melanggar perintah kepala grup untuk tidak memberitahukan tempat menyimpanan makanan serigala kepada siapa pun, termasuk pada petugas pemerintahan. Bagi penggembala stepa Mongolia, serigala sebenarnya bukanlah musuh melainkan guru yang mengajarkan makna keseimbangan alam dan rantai makanan. Dalam mendapatkan dan mengumpulkan makanan kelompoknya serigala tidaklah sembarangan. Mereka memiliki teknik yang jitu agar mereka mendapatkan buruan yang banyak. Serigala juga tipe binatang yang patuh pada pemimpin kelompok. Bukan juga hewan rakus.


Jika waktu menyerang tiba, sekelompk serigala akan memburu habis korbannya baik berupa rusa atau domba. Setelah kenyang, mereka akan menyeret hewan-hewan sisa ke suatu danau yang biasa menjadi kulkas raksasa. Hewan-hewan itu akan terbungkus es dan dagingya tetap segar. Hewan-hewan buruan itu ditumpuk disana untuk dijadikan makanan bagi bayi-bayi serigala saat musim berganti. Para penggembala biasanya mengambil sebagian persediaan daging serigala, membaginya untuk kelompok mereka dan menyisakan sebagian lainnya di tempat itu. Mereka pantang mengambil semua persediaan itu untuk menghindari balas dendam kelompok serigala pada ternak mereka.

 

Tipikal wilayah Mongolia bagian barat. Cantik sekaligus mematikan.

Suatu hari Chen Zen melakukan kesalahan besar dengan memberitahukan lokasi penyimapanan daging serigala kepada petugas pemerintah dan mereka menggasak semua persediaan daging tersebut. Serigala menyaksikan semua itu dari jauh dan mereka menjadi sangat marah. Akibatnya, sekumpulan kuda milik pemerintah yang digembala kelompok itu habis dibantai serigala. Bahkan seorang penanggung jawab gembala meninggal dunia karena bergelut dengan serigala untuk menyelamatkan kuda-kuda tersebut. Si mayat tidak dikuburkan, melainkan dibiarkan di suatu tempat dimana ia akan dimakan burung-burung. "Kami orang Mongolia seumur hidup makan daging dari tempat ini. Ketika salah seorang dari kami mati, kami mengembalikan jasadnya ke stepa ini untuk menjadi makanan hewan lain," ujar ketua grup. Sebagai orang Han yang tinggal di kota, Chen Zhen belajar bahwa setiap kelompok memiliki budaya mereka masing-masing sesuai karakter tempat tinggal mereka. 

Ternyata peristiwa pembantaian kuda-kuda oleh serigala menyebabkan pemerintah membuat kebijakan untuk memburu semua serigala dan membunuh mereka, bahkan bayi-bayi mereka. Bayi-bayu serigala yang mungil dan lucu dilempar ke udara, hingga kemudian mereka jatuh dan pecah. Menjadi mangsa alam. Dalam proses membunuh bayi-bayi itu, Chen Zhen jatuh cinta pada seekor bayi serigala dan merawatnya di halaman tendanya. Meski ia ditentang oleh grup dimana ia tinggal karena memelihara bayi serigala akan membuatnya kehilangan insting berburu ketika dilepas liarkan, Chen Zhen tetap bersikeras dan ia berjanji akan membesarkan dan melatih serigala itu berburu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun