Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Masih Adakah Cerita "Cicak dan Buaya" Pasca-Pelantikan Idham Azis?

2 November 2019   22:13 Diperbarui: 2 November 2019   22:27 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari Kompas.com 01/11/2019

Kalau ketua KPK sudah dari polisi, dan Kapolri barunya dari mantan Kabareskrim, akan berakhirkah cerita tentang "cicak dan buaya" ? Seperti telah tertoreh dalam sejarah interaksi kepolisian dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat itu aroma persaingan polisi dan KPK mengemuka setelah seorang Susno Duadji yang saat itu menjabat Kabareskrim Mabes Polri menyebut  istilah "cicak dan buaya" untuk mengilustrasikan ketidakharmonisan lembaga KPK dengan kepolisian.

Saat ini Irjen Firli Bahuri telah terpilih menjadi ketua KPK. Akankah ini menjadikan sinergi baru interaksi kepolisian dan KPK dalam pemberantasan korupsi ? Ataukah masih ada sisa-sisa masa lalu yang akan terus terbawa, berebut pengaruh dan terkesan "kurang akur" dalam gerakan penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi ?

Jawabannya tentu menunggu gebrakan apa yang nanti akan dilakukan ketua KPK baru dalam pemberantasan korupsi, juga gebrakan apa pula yang akan dikerjakan Kapolri baru terkait dengan pemberantasan korupsi.

Analogi sederhana, cerita tentang "cicak dan buaya"  tentu akan segera tamat riwayatnya, ketika baik dari KPK dan dari kepolisian, sekat perbedaan itu sudah tidak lagi ada.

Setidaknya KPK akan menjadi mudah memahami karena pimpinan tertingginya adalah mantan polisi begitu pula sebaliknya kepolisian akan menjadi mudah bersinergi karena KPK sudah digawangi oleh mantan polisi.

Meskipun jangan dilupakan bahwa kondisi seperti ini disisi yang berbeda menjadi kecemasan dan kekuatiran bahwa pemberantasan korupsi akan menjadi tumpul dan mandul, lemah dalam bergerak karena KPK tidak dipimpin oleh figur yang bebas merdeka dari sensitifitas kepentingan.

Ataukah barangkali, momen seperti inilah yang sengaja diciptakan agar kegaduhan pemberantasan korupsi sebagai akibat persaingan dan saling curiga antara dua institusi ini segera dapat diakhiri.

Sinergitas antara kepolisian dan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi pada hakekatnya merupakan kondisi ideal dimana akan menjadi kontribusi yang besar dan kuat dalam rangka meminimalisir kejahatan korupsi di negeri ini.

Akan tetapi sinergitas tentu membutuhkan dukungan integritas yang sama, keseriusan yang sama dan kepentingan yang benar-benar sama dalam pemberantasan korupsi.

Integritas dan kejujuran sang sama dalam upaya memberantas korupsi inilah barangkali yang lebih tepat menjadi perekat sinergitas dua lembaga penegakan hukum pemberantasan korupsi. Sikap ambivalen dan setengah hati atau pemberantasan korupsi yang sekedar "politicking" maka kisah cerita "cicak dan buaya" akan terus menjadi tontonan.

Tidak boleh dilupakan pula bahwa "pimpinan" yang sesungguhnya dari KPK adalah "rakyat yang anti korupsi". Maka sinergitas tentunya baru akan terwujud dengan sempurna mana kala integritas dalam pemberantasan korupsi ini nyata-nyata dapat dirasakan dan dipercaya oleh publik tanpa adanya keraguan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun