Mohon tunggu...
Wenny Ira R
Wenny Ira R Mohon Tunggu... Penulis - Kybernan

Peneliti, Akademisi, Militansi Desa, Humanis, Berbudaya, Book Lover

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Among-among Kemanusiaan dan Ketidakadilan Sosial

3 Januari 2017   23:12 Diperbarui: 4 Januari 2017   00:00 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Hermayulis

Among-Among adalah judul buku kumpulan cerpen yang diterbitkan secara self publisihing oleh pasangan suami istri Hermayulis dan Puteri Soraya Mansur pada tahun 2016. Sepasang suami istri ini sangat menyukai dunia literasi, mereka biasa menulis cerpen di media nasional maupun lokal. Terkadang mereka juga menulis resensi buku dan essay di jurnal penelitian. Koleksi buku mereka tak terhitung banyaknya di rumah mereka dan menghiasi ruang tamu rumah mereka. Untuk memperingati ulang tahun perkawinan, mereka mengumpulkan cerpen masing-masing yang pernah maupun belum diterbitkan di media  nasinal dan lokal dari tahun 2006 hingga 2015, kemudian mewujudkannya dalam bentuk buku Among-Among.

Pasangan suami istri Hermayulis dan Puteri Soraya Mansur (Dokumentasi pribadi)
Pasangan suami istri Hermayulis dan Puteri Soraya Mansur (Dokumentasi pribadi)
Hermayulis keturunan asli Marga Serampas Merangin Jambi. Alumnus IAIN Suanan Kalijaga Yogyakarta ini menekuni dunia menulis sejak kuliah. Setelah lulus kuliah, Yulis begitu sapaan akrabnya, sempat menjalani profesi sebagai wartawan di Koran Lokal Jambi. Kemudian sampai saat ini bekerja di Wahana Konservasi (Warsi) Jambi yang konsen terhadap penanganan orang rimba, dan hutan adat, serta tanah ulayat. Sedangkan Puteri Soraya Mansur berasal dari Kebumen Jawa Tengah, sama seperti suaminya Hermayulis, Puteri begitu sapaan akrabnya menekuni dunia menulis sejak kuliah, setelah menikah dengan Yulis, puteri lebih termotivasi unutk menulis.

Buku Kumpulan Cerpen Among-Among, maka kemudian banyak bercerita mengenai pengalaman dan persepsi sepasang suami istri ini tentang kehidupan sekitarnya.  Terutama sekali tentang cerita seputar kehidupan yang mengalami ketidakadilan sosial di Jambi, juga kemanusiaan yang digugah dan menggugah atasnya. Diawali dengan cerita ungkapan cinta sang istri terhadap suaminya yang selalu rajin bercerita sebelum tidur tentang apa saja. Prolog awal ini tak hanya melulu tentang ungkapan cinta Puteri terhadap Hermayulis, tetapi juga pesan kemanusiaan akan harapan terhadap kemanusiaan itu sendiri, cinta , cerita, kehidupan berdua puteri dan suaminya, dan pesan abadi terhadap keturunan yang kelak akan mewarisi buku Among-Among.

Tentang Maling mengawali cerita Hermayulis untuk menghantarkan ceritanya berikutnya. Maling yang berkedok peminta sumbangan keliling dengan menjual rasa kemanusiaan yang mengiba terhadap anak jalanan, ketika harus terbongkar kedok manusia yang sesungguhnya, si Maling tidak mau menanggung kegagalannya atas pentas kemanusiaan yang diperankannya, maka korban yang tidak bersalah harus diseret bersamanya dalam penjara, yaitu justru pada orang yang dengan jujur mengiba kepada kemanusiaannya dan tak tahu apa apa atas aktingnya.

Betapa cerita maling mensaratkan kemanusiaan berikutnya yang kadang telah dicuri, diperankan untuk menutupi kedok asli manusia yang memerankan rasa kemanusiaan yang mengiba, menutupi ketidakadilan yang dirasakan oleh korban ketidakmanusiawian tak bersalah. Cerita tentang tanah ulayat misalnya, dimana masyarakat hukum adat lembah masurai Jambi harus melawan ketidakadilan ketika hutan adatnya dicuri oleh sindikat korporasi besar yang bersengkokol dengan negara sampai dengan titik darah penghabisan. Cerita tentang bukit Paku juga sama, tentang sistem perkebunan besar yang menghancurkan kemanusiaan orang-orang sekitar bukit paku dengan hadirnya perkebunan kelapa sawit lewat matinya Pak Tua Buta Tukang Bercerita dengan tertabrak truk akibat tak betah dipindahkan ke panti sosial semenjak bukit paku ditelan perkebunan kelapa sawit.

Cerita tentang kembang api, dimana kemiskinan kerap memakan habis rasa kemanusiaan dan harapan yang ditimbulkannya akan kehidupan yang secuil saja diupayakan untuk dimiliki. Cerita malam takbir dan ibu, Yulis menghadirkan ketidakadilan pembangunan daerah dipedesaan dan harapan manusia-manusia yang musnah ditelan Janji politik.

Cerita puteri kemudian menyambung apa yang telah diungkap oleh Yulis dalam cerita-ceritanya. Puteri dalam hal ini banyak menyajikan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan, meskipun cerita tentang Sungai Tolang mengawali cerita puteri tentang mistisisme Sungai Tolang yang tak dapat diraba oleh akal kemanusiaan. Bagaimana puteri menghadirkan ketidakadilan dari kemanusiaan perempuan yang kerap dipandang sebelah rasa antara manusia dan tidak, tercermin dalam cerita cerita KDRT di cerita Perempuan Yang berteman Dengan Kucing, Ayam dan Bebek. Cerita tentang Perempuan-Perempuan Keriput menandai ketidakberadaan perempuan jika tidak dapat dijadikan objek sesuai dengan fungsi dunia patriarki terhadap kekuasaan, materialisme, dan kemanusiaan itu sendiri. TIga Sajak yang Menari di Kepala,  lebih bercerita tentang perasaan dan persepsi perempuan antara cinta yang terdalam di hidupnya dan realitas-realitas yang kadang tidak berpihak kepada kehidupan perempuan lewat pernikahan, kematian dan cinta itu sendiri. Ketidakadilan terhadap kemanusiaan perempuan itupun memuncak pada cerita tentang Perempuan yang dicabuli di pantai, dimana lewat narasi sejarah, puteri menghadirkan cerita perempuan yang dalam dunia patriarki sangat tersubordinat dan dianggap bukan bagian dari rasa kemanusiaan itu sendiri.

Among-Among sendiri merupakan judul yang diambil dari ceirta Puteri tentang perjuangan, kemanusiaan, kesepian, doa, terhadap kemanusiaan , ketidakadilan itu sendiri lewat tokoh waria dan pejuang kemerdekaan yang tersisih ketika merdeka, lewat anak-anak  miskin yang memakan dengan gembira Among-Among sebagai tanda doa dan harapan bagi kemanusiaan yang kerap menghadirkan ketidakadilan bagi kemanusiaan.

Cerita ditutup dengan cerita Hermayulis dari apa yang dirasakannya soal cinta kepada istrinya Puteri, kemanusiaan, keadilan hubungannya dengan Puteri yang harus ditegakkannya dalam ruamh tangganya agar senantiasa seimbang dan langgeng.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun