Sudahkah saya merdeka?.
Pertanyaan itu tiba-tiba muncul dibenak saya kala melihat sekumpulan anak sekolah yg begitu antusias mempersiapkan diri dalam menyambut HUT RI yang sudah mendekati ke - 72 tahun. Baris berbaris dengan "yel yel" masing-masing ditambah dengan suara drum band seolah memutar memori masa-masa sekolah dulu.
Yah.. Kemerdekaan itu memang identik dengan sukacita, suatu kegembiraan karena sudah dapat berdiri sendiri dan tidak lagi dikekang kebebasannya.
Akan tetapi, memotret kondisi yang akhir- akhir ini muncul di negeri ini. Mulai dari korupsi yang meraja ditandai dengan penangkapan petinggi-petinggi negara ini, nepotisme dan kolusi yang sebenarnya jauh lebih merusak menjamur bagai "panu" hingga UU ITE yang telah memenjarakan beberapa orang sampai pada demo yang muncul berjilid-jilid. Hal- hal diatas seperti membenarkan bahwa kita memang belumlah merdeka.
Secara fisik kita memang tidak lagi dijajah, kita bahkan sudah merdeka puluhan tahun yang lalu. Namun mental kita masih belum betul merdeka. Kita belum berani menetang untuk menegakkan keadilan. Kita belum berani berpendapat untuk sebuah kebenaran. Kita belum berani berkarya untuk sebuah kemajuan.
Penjajah mental masih merenguk hak-hak kebebasan kita. Dimana kebebasan melanggar kebebasan yang lain. Sebuah dilema dalam suatu negara yang telah merdeka bukan?