Menjamurnya tambang dan eksplorasi hutan di Indonesia berdampak sangat meprihatinkan. Banyak polutan atau limbah yang dikeluarkan dan dihasilkan dari industri tambang tersebut. Banyak efek negatif yang ditimbulkan dari polutan. Selain berdampak langsung terhadap kesehatan manusia, polutan juga mampu mencemari lingkungan.
Penambangan terbuka (opened pit mining) merupakan sistem penambangan yang umum diaplikasikan pada kegiatan esktraksi batubara di Indonesia. Hal ini karena cadangan batubara di Indonesia umumnya terletak dekat dengan permukaan tanah sehingga penambangan terbuka merupakan cara yang paling aman dan ekonomis. Namun demikian, sistem penambangan terbuka dilakukan dengan menyingkirkan seluruh lapisan tanah yang berada di atas deposit batubara. Akibatnya, hutan yang berada di atasnya dengan segala fungsinya juga ikut hilang.
Dampak penambangan terbuka yang paling serius adalah adanya fenomena air asam tambang sehingga upaya revegetasi lahan menghadapi banyak hambatan. Air asam tambang adalah oksidasi mineral bersulfur sehingga melepaskan sulfat ke lingkungan. Akibatnya pH tanah menjadi sangat rendah sehingga unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh ion-ion logam. Sebaliknya unsur-unsur hara mikro yang umumnya terdiri atas logam-logam kelarutannya menjadi sangat tinggi (Tan, 1993). Untuk mengatasi atau mengembalikan fungsi lahan untuk efektif kembali dilakukan reboisasi dapat dilakukan dengan teknikFitoremediasi.
Teknologi fitoremediasi dapat digunakan untuk memperbaiki lingkungan bekas tambang terutama untuk menurunkan logam-logam akibat terjadinya air asam tambang. Fitoremediasi merupakan teknologi yang murah, mudah dimonitor, logam yang diakumulasi mudah dipisahkan serta lebih aman dibandingkan dengan teknologi menggunakan bahan kimia.
[caption id="attachment_392386" align="aligncenter" width="300" caption="Bunga matahari (Helianthus annus) selain indah bunganya, juga mempunyai potensi sebagai fitoremidiator logam Arsen (As). (Sumber gambar: www.qjure.com)"][/caption]
Secara ringkas fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk menurunkan (dosis atau tingkat), mengeliminasi atau membersihkan tanah, air atau udara dari polutan atau kontaminan dengan memanfaatkan jasa tanaman. Keberhasilan fitoremediasi dengan menggunakan tanaman hiperakumulator sangat cocok digunakan dalam menurunkan kadar pencemar sampai memenuhi kriteria yang disyaratkan (Hardiani, 2009).
Bali dapat dijadikan rujukan untuk pemodelan sistem fitoremediasi. Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metodawet land, sepertiyang diterapkan dibeberapa tempat di Bali dengan sebutanwastewater garden(WWG) atau terkenal dengan Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise School, danKantor Gubernur Bali.Wet landini berupa kolam dari pasangan batu kemudian diisi media koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air limbah (grey waterdan effluen dari sptictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 70 cm atau 10 cm dibawah permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/serangga lainnya.
Menurut Bapedalda Propinsi Bali dan Kabupaten Badung dr. I Gede Ketut Ranayana dan I GDE M. Sudir SPd, MM upaya pengolahan limbah domestik yang dilakukan oleh mereka cukup menarik untuk dikaji lebih jauh dan kiranya dapat diterapkan di beberapa lokasi ditempat lain.
Pulau Kalimantan dapat dijadikan tujuan aplikasi metode ini. Banyak tambang yang terdapat di pulau tersebut dan tentunya dengan permasalahan polutan yang mencemari lingkungan. Sebaiknya pemerintah lewat kementrian yang terkait tidak hanya mementingkan sektor bisnis dalam hal pertambangan, tetapi juga mementingkan faktor lingkungan. Banyak tanah yang perlu dikembalikan sebagaimana fungsinya.
Pustaka:
Hardiani, H. 2009. Potensi Tanaman dalam Mengakumulasi logam Cu pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung.
Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry (2nd Ed). Marcel Dekker Inc. New York.