Mohon tunggu...
Erna Wati
Erna Wati Mohon Tunggu... guru -

Guru SD yang baru akan mulai belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Miris, Siswi SMP di Tempat Hiburan Malam

22 Maret 2017   03:49 Diperbarui: 22 Maret 2017   12:00 1867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditreskrimum Polda Jateng membongkar praktik perdagangan anak di bawah umur untuk dieksploitasi di tempat hiburan malam. Yang membuat miris salah satu siswi SMP ternyata juga dipaksa menari telanjang dengan upah sebesar Rp 55.000 perjam. Sungguh miris dan sangat memperihatinkan ulah para pelaku industri hiburan ini.

Menyebarnya berita tentang gadis cilik yang ikut melakukan atraksi tari telanjang di Semarang ini, saya ketahui hari Senin tanggal 20 Maret 2017. Yang mana seorang pegiat LSM Perlindungan Perempuan dan Anak mengabarkan bahwa polisi dari Polda Jateng telah menggrebek tempat hiburan malam yang terletak di Wisma Barbie Resos Argorejo Sunan Kuning Kota Semarang. Saat digrebek petugas menemukan seorang siswi SMP kelas III lagi menari di depan para lekaki dewasa.

Siswi SMP berinisial DV itu kepada petugas mengaku mendapat imbalan Rp 55.000 untuk melakukan demo telanjang di depan para hidung belang. Untuk itu polisi menangkap pihak- pihak yang dianggap bertanggungjawab dan dikenai Pasal 76 jo Pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 2 jo Pasal 17 UU Nomor 22 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Sebagai seorang pendidik yang mengajar di SD pedesaan, berita itu jelas sangat memperihatinkan saya. Kehidupan yang cenderung bersifat konsumtif di kota rupanya membuat anak- anak di bawah umur  ikut larut mencari rejeki yang tidak halal. Bagi siswi SMP harusnya uang sebesar Rp 55.000 sangat berarti kalau hanya untuk uang saku. Tetapi bila gaya hidupnya memang konsumtif uang itu hanya akan numpang lewat saja.

Kondisi anak di bawah umur di kota sangat jauh berbeda bila dibanding anak usia sama di pedesaan. Yang mana tata karma masih dijunjung tinggi, budaya malu masih dipegang erat dan juga pola hidup konsumtif jauh dari pikiran mereka. Sering dijumpai murid SMP di pelosok tidak memegang uang saku ketika berangkat sekolah. Walau begitu mereka tetap melaksanakan tugas belajarnya tanpa mengeluh.

Dari kasus yang terjadi di Kota Semarang itu terlihat bahwa peran orang tua sebenarnya sangat dominan. DV yang seharusnya malam hari berada di rumahnya untuk belajar ternyata malah ditemukan di Wisma Berbie yang jelas- jelas merupakan tempat hiburan bagi kaum hidung belang. Kenapa orang tuanya malah membiarkannya ? Apapun alasannya rasanya tetap tidak bisa dibenarkan.

Yang lebih jahat lagi menurut saya adalah para pelaku industri hiburan. Mereka pasti sangat mengerti usia anak itu belum dewasa namun kenyataannya tetap dieksploitasi di depan umum. Rupanya memamerkan tubuh gadis dewasa sudah mencapai titik jenuh sehingga pelaku tega berinovasi dengan menjajakan gadis remaja. Rasanya hukuman setimpal patut dijatuhkan pada tersangka agar nantinya mampu memberikan pelajaran bagi yang lainnya.

Baik pengelola Wisma Barbie mau pun para penonton tarian bugil ini rasanya pantas disebut bagian dari masyarakat yang sakit. Bila mereka sehat tentunya tak akan menyaksikan gadis seusia putrinya menari di depan mata tanpa busana. Orang yang waras mungkin lebih memilih menonton perempuan dewasa tetapi akibat rusaknya moral maka yang dipilih tontonan yang jauh dari norma agama.

Menjadi orang tua khususnya ibu memang bukan pekerjaan yang mudah ketika mempunyai anak gadis yang berangkat remaja. Tetapi sesulit apapun pengawasan terhadap anak yang rentan godaan tetap harus dilakukan. Seorang ibu harus mampu menjadi sahabat sekaligus pelindung terhadap anak- anaknya yang belum dewasa. Apapun alasannya bila seorang anak terjerumus pergaulan bebas tentunya pihak orang tua tetap memiliki andil kesalahan yang besar.

Harapannya kedepan peristiwa yang terjadi pada DV diambil hikmahnya oleh para orang tua di Indonesia. Jangan sampai nantinya muncul DV,DV lainnya. Orang tua harus ekstra ketat mengawasi, melindungi dan mengarahkan anak- anaknya yang belum cukup umur. Demikian pula dengan polisi kiranya operasi rutin harus sesering mungkin dilakukan di tempat- tempat hiburan guna mengantisipasi kasus serupa.

Menunggu Subuh  22 Maret 2017

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun