Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Teguran KPI Untuk 4 Program Berita TV One, Masalah Independensi atau Kebandelan Redaksi?

15 April 2013   10:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:10 10298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13659953141769053822

Jengah setiap menonton TV hampir semua stasiun tak henti mengulas dan mengulang kontroversi Eyang Subur, hal yang sama ketika membuka beberapa portal berita on line, membuat saya dan mungkin banyak dari kita lelah disuguhi tayangan yang kurang bermakna seperti demikian. Tak hanya membuat miris karena kontroversi eyang subur seolah menjadi masalah nasional yang semua masyarakat Indonesia wajib tahu, tapi juga telah membuat banyak penonton Indonesia rugi karena kehilangan hak untuk mendapatkan informasi lain yang lebih penting dari sekedar lempar hujat dan saling kirim sindiran. Dan seperti biasa sejumlah stasiun TV kita pun memperlakukan Eyang Subur sebagai “komoditas” yang dieksploitasi dan diulas seperti membahas negara. Berbagai alasan tersebut akhirnya mendorong saya untuk mencoba mencari tahu tentang efek pemberitaan kontroversi Eyang Subur terhadap masyarakat. Hasilnya banyak pengaduan diterima KPI dari masyarakat terkait gencarnya pemberitaan tersebut.

Tapi pada akhirnya bukan berita Eyang Subur yang membuat saya membuka lebih dalam halaman situs KPI kemarin malam. Imbauan untuk stasiun TV Nasional dari KPI terkait gencarnya pemberitaan Eyang Subur tertanggal 12 April 2013 tersebut juga membuka sederet teguran lain yang diberikan KPI selama bulan April 2013 kepada sejumlah program TV Nasional. Menariknya dari sedikit teguran yang dikeluarkan di bulan April ini, banyak di antaranya ditujukan kepada TV One.

(http://video.tvonenews.tv/program/apa_kabar_indonesia_malam)

Tak tanggung-tanggung 4 program berita dan liputan TV One mendapatkan teguran tertulis tertanggal 9 April 2013 dalam 4 surat dengan nomor 223-226. Program berita yang ditegur tersebut adalah Kabar Petang (edisi 2 Maret 2013), Apa Kabar Indonesia Malam (2 Maret) dan Kabar Malam (2 Maret 2013). Sementara program liputan yang dikenai sanksi tertulis adalah Menyingkap Tabir (edisi 4 Maret 2013).

Apa yang membuat ke-4 program TV One mendapat sanksi tertulis dari KPI ?. Dalam surat tegurannya KPI meminta TV One mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang ditetapkan KPI pada tahun 2012 demi tersajinya tayangan dan siaran yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam surat teguran tertulisnya KPI menilai ke-4 program berita dan liputan TV One melanggar pasal 14 ayat (2), pasal 22 ayat (3), pasal 29 huruf a dan SPS pasal 15 ayat (1). Pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa program berita dan liputan TV One dinilai telah mengabaikan aspek perlindungan terhadap anak. Bahkan secara rinci pada pasal 19 dijelaskan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh mewancarai narasumber anak berusia di bawah 18 tahun terkait hal-hal di luar kapasitasnya seperti kematian, kekerasan, perselingkuhan konflik dan sebagainya.

Lalu apa sebenarnya bentuk pelanggaran yang secara spesifik dilakukan oleh ke-4 program berita TV One tersebut ?. Ternyata Kabar Petang 2 Maret pukul 18.29 WIB telah menyiarkan wawancara dengan seorang wanita di bawah umur yang diduga menjadi korban pelecehan seksual. Yang mengejutkan hal yang sama dilakukan dan diulangi oleh Apa Kabar Indonesia Malam dan Kabar Malam TV One. Bahkan pelanggaran tersebut kembali terjadi di tayangan Menyingkap Tabir pada 4 Maret pukul 22.25 WIB.

Kita boleh menyayangkan bagaimana sebuah media yang diharapkan memberikan informasi sekaligus mengedukasi masyarakat justru menyajikan hal-hal yang keliru berkali-kali dan diulang-ulang. Memang tak hanya program TV One yang mendapatkan sanksi tertulis dari KPI. Di awal tahun ini program tayangan film di Trans TV juga banyak mendapat teguran. Demikian juga dengan acara musik pagi Inbox SCTV dan Dahsyat RCTI yang diberi sanksi stop siaran selama 1 hari. Demikian juga dengan beberapa program Indosiar, Global TV, Metro TV dan lainya yang tak lepas dari teguran KPI. Namun untuk program berita dan liputan, rupanya TV One menjadi yang paling banyak mendapat surat teguran tertulis, setidaknya pada bulan April ini. Masyarakat dan penonton Indonesia mungkin sudah hafal dengan gaya pemberitaan TV One. Sesuai dengan jargonnya, gaya pemberitaan termasuk liputan dan wawancara TV One “memang beda”. Hal itulah yang kerap menjadi keberatan sejumlah pihak terutama penonton. Dengan label liputan dan wawancara “eklusif” program-program tersebut justru kerap dinilai menyalahi aturan.

Teguran tertulis KPI kepada 4 program berita TV One terkait satu pelanggaran yang sama dan diulang-ulang sekali lagi dengan benderang menunjukkan betapa media penyiaran di Indonesia sedang diuji sekaligus dipertanyakan arah dan wajahnya. Semenjak mendapatkan “kebebasannya” di era reformasi, penyiaran Indonesia memang mendapatkan angin. Sayangnya hal itu juga dikritisi banyak kalangan bahwa media di Indonesia dipandang belum dewasa memaknai demokrasi dalam kehidupan pers mereka sendiri. Tumbuh berkembangnya media penyiaran selama 10 tahun terakhir memang membawa keuntungan dalam hal kecepatan dan keterbukaan informasi. Namun sayangnya kebebasan pers tersebut juga menunjukkan sebuah kepincangan dalam demokrasi. Beberapa media dan lembaga penyiaran dianggap pincang dalam menjalankan perannya karena hanya terpaku pada unsur kebebasan sementara unsur pengakuan dan tanggung jawabnya kerap terabaikan.

Kesan yang kita tangkap dari sejumlah tayangan TV misalnya, terutama beberapa program berita dan liputan, atas nama kebebasan pers kerap sekali kita menyaksikan sebuah tayangan “ekslusif” yang tampak bergengsi tapi tanpa disadari hal tersebut sebenarnya tidak semestinya dilakukan bahkan sebagian seharusnya tidak boleh disiarkan langsung. Ironisnya hal tersebut secara perlahan justru dianggap wajar dan penonton pun tanpa sadar diajari untuk menyenangi hal-hal tersebut. Eksploitasi berita kekerasan seksual, bencana, kerusuhan dan konflik menjadi tayangan paling mendominasi sejumlah stasiun TV kita saat ini seolah menjadi wajah media dan pers nasional yang berhaluan bad news ketimbang menyuarakan good news.

Di sisi lain ironi pun terjadi. Meski telah beberapa kali mendapat teguran KPI, program-program bermasalah terkesan tidak melakukan perbaikan diri. Bahkan sejumlah stasiun TV terkesan bandel berdiri di atas nama independensi dan gaya redaksi. Padahal sanksi-sanksi KPI jelas mengandung pesan bahwa dengan independensi dan kebijakan redaksinya, media tetap harus mengikuti aturan, standar dan pedoman umum yang sudah ditetapkan.

Meski sanksi-sanksi yang diberikan KPI kepada sejumlah program di berbagai stasiun TV adalah hal baik yang pantas diapresiasi, namun hal itu seolah juga menunjukkan kelemahan KPI. Kebandelan sejumlah program TV yang berulang kali menyimpang dari aturan dan standar penyiaran boleh jadi juga disebabkan karena taring KPI yang dianggap kurang tajam. Ketegasan KPI dinilai kurang menjerakan tayangan TV yang bermasalah. KPI bahkan terkesan mudah dikelabui. Kasus tayangan silet beberapa waktu lalu menunjukkan betapa bandelnya TV memanfaatkan ketidaktegasan KPI. Dilarang tayang, silet bukannya berhenti tayang tapi hanya berubah nama sementara gaya dan muatan siarannya tetap sama. Belakangan tayangan silet bahkan kembali eksis di jam yang berbeda. Akhirnya banyak tayangan serupa silet dengan pemberitaan yang kerap dianggap menyalahi aturan. Hal serupa pernah terjadi pada tayangan komedi Pesbuker yang dilarang tayang live dan tetap boleh tayang secara taping. Apa bedanya tayang live dan taping jika muatannya tetap tak berubah ?.

Kita pun pantas bersedih karena ternyata tayangan-tayangan yang sering mendapat teguran dan menjadi bahan keluhan masyarakat justru kerap memenangi award seperti Panasonic Award beberapa waktu lalu. Kebandelan program TV pada akhirnya secara tak sadar membuat sebagian masyarakat menjadi permisif dan menganggapnya wajar meski itu sebenarnya merugikan mereka. Pada akhirnya ketegasan dan ketajaman KPI memang diperlukan agar masyarakat mendapat arahan dalam memilih tayangan dan benar-benar mendapatkan tayangan yang bermanfaat serta berimbang baik dari aspek hiburan, informasi maupun edukasi.

Pelanggaran spesifik yang dilakukan oleh 4 program berita dan liputan TV One sekali lagi dengan jelas menunjukkan betapa bandelnya media saat ini. Mereka begitu gencar mengulang-ulang pemberitaan bahkan dengan cara yang melanggar aturan. Apakah mereka memang tidak tahu aturan dan standar penyiaran yang berlaku ?. Kita boleh percaya mereka mengerti akan hal itu. Tapi pada akhirnya kitapun pantas untuk setuju dengan sejumlah pengamat yang menilai bahwa beberapa media telah pincang dalam menjalankan kebebasan pers. Mereka menjadi bandel karena independensi dan kebebasannya tak disertai komitmen terhadap pengakuan dan tanggung jawab yang memadai. Untuk beberapa hal pelanggaran berkali-kali yang dilakukan sejumlah media terutama TV terhadap aturan yang sama bukan lagi cerminan independensi melainkan kebandelan redaksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun