Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beragama Tanpa Menolak Budaya

21 Desember 2018   20:15 Diperbarui: 21 Desember 2018   20:15 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penganut kepercayaan tradisional dalam doa bersama tokoh lintas agama di Yogyakarta (dok. pri).

Beberapa waktu yang lalu di Yogyakarta terjadi sebuah peristiwa yang memprihatinkan. Sedekah laut yang akan dilaksanakan oleh masyarakat di Bantul dibatalkan karena ada aksi pengurasakan yang dilakukan oleh sekelompok orang. Mereka menuding tradisi sedekah laut adalah simbol kemusyrikan dan simbol-simbol semacam itu dianggap bertentangan dengan agama serta memicu datangnya bencana. Kebetulan peristiwa itu terjadi tak lama setelah musibah gempa dan tsunami melanda Sulawesi Tengah.

Padahal, sedekah laut sudah menjadi bagian dari tradisi atau budaya masyarakat setempat sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan atas kemelimpahan hasil laut.

Sedih rasanya mengetahui peristiwa tersebut. Apalagi, bukan pertama kali pula persoalan benturan agama dan budaya terjadi. Di masjid kadang juga didapati ceramah atau khotbah berisi olok-olok yang melaknati bentuk tradisi dan budaya tertentu. Tradisi-tradisi itu dianggap tidak mendatangkan manfaat, mencemari akidah, tidak diperintahkan oleh agama, dekat dengan setan, dan sebagainya. 

Tradisi sedekah laut di Yogyakarta (sumber: kompas.com).
Tradisi sedekah laut di Yogyakarta (sumber: kompas.com).
Intensi untuk membenturkan relasi agama dan budaya yang menguat belakangan layak membuat kita merenung lagi. Memang benar ada sejumlah bagian dalam pratik atau ritual tradisi dan budaya tertentu yang perlu ditimbang ulang atau tidak perlu dijalankan.  Namun, mengeliminasi eksistensi budaya di tengah-tengah masyarakat, apalagi disertai kekerasan adalah tindakan tercela. 

Sebagai makhluk yang mengaku beragama dan beriman, malu rasanya jika yang menonjol dari perilaku kita adalah sifat beringas dan pengrusak. Apalagi, itu ditujukan untuk membasmi budaya beserta keragaman dan nilai di dalamnya yang belum tentu bertentangan dengan ajaran agama.

Di Indonesia yang seringkali terjadi atau terdengar adalah penolakan terhadap tradisi dan budaya dengan alasan bertentangan dengan ajaran Islam. Hal yang bisa dimengerti mengingat Islam adalah agama mayoritas di negeri ini. Namun, sulit dimengerti jika orang-orang yang mengaku meneladani Nabi Muhammad saw justru mengabaikan nilai-nilai kerahmatan Islam.

Dalam hal keyakinan saja Islam tidak memaksa agar semua manusia memasuki dan memeluk Islam. Agama ini menjamin kebebasan memeluk keyakinan karena pemaksaan hanya akan menghasilkan keimanan yang rapuh dan ketaatan semu.

Oleh karena menghargai kekebasan beragama, Islam pun menghargai eksistensi budaya. Bukankah Allah Swt. sendiri yang dengan kuasanya menciptakan manusia dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku? 

Setiap bangsa atau suku itu melahirkan bentuk budaya yang kemudian dimiliki dan dirawat oleh masyarakatnya. Maka dengan menciptakan manusia dalam berbagai bangsa dan suku, Allah dengan sendirinya juga menjamin keragaman budaya di dalamnya. 

Islam tidak menafikan kekayaan budaya. Sebenarnya sangat mudah bagi Allah untuk menciptakan satu golongan umat manusia dalam suku, bangsa, dan budaya yang seragam atau serba sama. Namun, nyatanya Allah memilih menghadirkan keragaman di tengah-tengah kehidupan manusia.

Lagipula nikmat Islam yang saat ini kita rasakan adalah buah dari keberhasilan dakwah Islam di negeri ini yang pada masa lampau diraih berkat penghargaan kepada kearifan lokal. Tanpa akulturasi dan interaksi dengan budaya lokal, Islam mungkin tidak akan menyentuh bumi Indonesia dan kita tidak akan pernah mendapatkan cahaya rahmatNya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun