Mohon tunggu...
Wandi Barboy Silaban
Wandi Barboy Silaban Mohon Tunggu... jurnalis -

Seorang yang tak bisa melepaskan diri dari dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekilas, Pancasila & Bung Karno

1 Juni 2012   18:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:30 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1338574998173251974

"Pancasila itu dilahirkan dari saripati bumi pertiwi sendiri", demikian Bung Karno pernah mengatakannya pada satu kesempatan. Pada buku Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (1965)yang ditulis wartawati AS Cindy Adams Bung Karno mencurahkan sebagian kisah tentang lahirnya Pancasila. Ya, Bung Karno menggali kelima mutiara itu dari tanahair yang begitu dicintainya:Indonesia. Penulis tidak hendak membahas sejarah panjangnya pada masa sidang BPUPKI 1945 yang sarat dengan muatan sejarah dan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saya hanya membagikan apa yang saya ketahui dari buku -buku terutama dan sifatnya hanya kilasan saja. Bung Karno seringkali disebut sebagai pencipta lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945. Dengan rendah hati beliau menolaknya. Baginya, Pancasila itu digali dari mutiara terpendam yang dimiliki bangsa Indonesia itu sendiri. Pada masa itu BPUPKI mengadakan sidang yang membahas atas dasar apakah Indonesia merdeka ini dibangun. Sebelum pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, ada Muhammad yamin dan Prof. Soepomo yang sudah lebih dulu memberikan pandangannya. Namun, nampaknya ini belum memuaskan ketua sidang BPUPKI Dr Radjiman Wediodiningrat dan semua pihak yang turut ambil bagian di dalamnya. Dan Bung Karno memahami situasi itu dengan baik. Dengan menjlentrehkan berbagai ideologi dunia yang kala itu sedang bersinar - Komunisme, Nazi, Kapitalisme- Bung Karno membuka argumentasinya secara gamblang. Bung Karno menilai pandangan Muhammad Yamin dan Soepomo kurang tepat mengarah ke sasaran atas dasar apa Indonesia merdeka itu nantinya. Menurut Bung Karno, yang diperlukan sebagai dasar Indonesia merdeka itu, semacam "weltanschauung" sebagaimana orang Jerman memiliki pandangan sendiri. Namun, tentu bukanlah yang hanya bersifat sempit semata. Indonesia merdeka yang dibangun itu harus atas dasar yang universal dan mencakup berbagai kepentingan bangsa di dunia, dan tentu saja Indonesia pada khususnya.

[caption id="attachment_192099" align="aligncenter" width="300" caption="Bung Karno dan Pancasila sebagai satu-kesatuan yg tak bisa dipisahkan(diunduh dari:http://www.berdikarionline.com/lipsus/20120530/asal-usul-pancasila.html)"][/caption]

Bung Karno memberikan pandangannya asli yang digali dari bumi pertiwi. Kelima mutiara nan indah yang selama ini terpendam di bumi pertiwi itu adalah disebutnya sebagai Pancasila. "Panca" dari bahasa Sanskerta yang berarti lima. Sedangkan "Sila" adalah dasar, atau asasnya. Jadilah Pancasila. Sedang kelima sila versi Bung Karno itu adalah: 1.      Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia; 2.      Internasionalisme/Prikemanusiaan; 3.      Mufakat/Demokrasi; 4.      Kesejahteraan Sosial; 5.      Ketuhanan yang berkebudayaan. Karena visinya yang begitu besar dan jauh ke depan Bung Karno masih bisa memeras kelima sila itu menjadi trisila(tiga sila), bahkan hingga menjadi ekasila(satu sila). Satu sila yang menggambarkan keseluruhan karakteristik atau ciri khas masyarakat Indonesia itu adalah Gotong Royong. Demikian Soekarno berpendapat. Kini, Pancasila sudah melalui 67 tahun sejarahnya sejak diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Di hadapan mahkamah sejarah, Pancasila telah mengalami berbagai perbenturan diantara berbagai kepentingan bangsa. Namun, sejarah nampaknya masih berpihak kepada Pancasila. Setelah melewati berbagai aral melintang sejarah bangsa ini, Pancasila masih bisa terdengar walau hanya sayup-sayup belaka. Ada kecenderungan dari setiap rezim yang berkuasa mengggunakan Pancasila sebagai slogan dan simbol semata. Kalau sudah begini, Pancasila pun akan dilupakan dan terlupakan. Ia tidak menghinggapi dalam kalbu setiap rezim yang berkuasa untuk kemudian diaplikasikan secara baik.  Nilai -nilai yang terkandung dalam Pancasila belum diwujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sudah menjadi harga mati, kata Presiden kita suatu ketika.  Sayang sekali, sia-sia saja pernyataan ini jika tak ada penerapannya! Pancasila harus terus "hidup" dan "dihidupi" dalam sanubari kalbu manusia Indonesia. Nilai-nilai Pancasila pun dengan demikian akan tetap mengabadi. Semoga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun