Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ambilkan Kenangan Untukku

2 Agustus 2016   12:01 Diperbarui: 2 Agustus 2016   12:09 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: renungan1jiwa.blogspot.co.id

Aku ingin mengambil kembali kenangan itu, yang tempo lalu kau curi dariku tanpa pernah bilang. Aku ingin, jika kenangan itu ada padaku, membawa serta dirimu bersamanya. Bukan tak mungkin kenangan itu akan bertambah, dengan keindahan yang bisa membuatku tertawa. Bukankah itu tujuanmu mencuri kenangan dariku? Selagi aku masih mampu untuk mentertawakannya, hei kau kekasih hatiku. Gundahku akan segera berakhir, seiring derai tawa yang keluar dariku dan darimu. Eloknya, kenangan itu berbuih hingga kau termangu dan segera menyadari, betapa keindahan yang tercipta, akan membangun kembali sugesti kebersamaan yang sangat agung.

Tapi....

Entah mengapa kenangan yang kau bawa tak pernah kembali padaku. Kau memegangnya erat sekali dan tak pernah mau melepasnya. Kau bersikap curang dan egois. Tak mau berbagi kenangan padaku. Bukankah kenangan itu tercipta karenamu dan karenaku?

Sejak dulu, bila kita bersama, selalu ada keindahan yang kau cipta untukku.

“Aku ingin memberimu bunga yang paling indah. Setelah itu, simpanlah hingga ia layu. Aku akan memberikanmu kembali bunga yang lebih segar. Seperti juga cintaku padamu, akan selalu baru dan indah,” katamu.

“Kalau begitu, berikanku bunga mawar, karena ia wangi dan sangat indah.”

“Jangan, bunga mawar memiliki duri, nanti tanganmu bisa terluka. Aku akan memberikanmu bunga leli, lebih semarak dalam warna putih salju. Bukankah putih perlambang suci? Seperti cintaku padamu!” serumu kembali, seolah kau tak memiliki hari esok untuk menyatakan semua cintamu.

Sungguh, mungkin aku saja yang meratapi kembali kenangan itu untuk bisa kembali padaku. Tapi memang kenangan itu tak akan ada untuk yang kedua kalinya. Kau dan kenangan itu.

Tiba-tiba, banyak yang mengagumimu, hingga kau menjadi gamang akan semuanya. Setiap kata-katamu kini bagai sebuah bayang-bayang. Memang bukan merupakan hal yang bisa membuatku dan dirimu menjadi berkebalikan, hanya menjadi lebih hening. Hingga suara yang dulu selalu berseliweran berkata indah tak lagi ada. Ketika kutanya mengapa begitu, kau hanya bilang, aku baru males ngomong. Duh, memang ada ya, seseorang yang biasanya suka berbicara, tiba-tiba malas ngomong?

Keheningan tercipta, mengubah terang menjadi kabut. Ketika tak nampak keberadaan yang ada di depanku, mengubah dirimu jadi kian tak nampak. Jika aku tak melangkah maju, kau semakin menjadi buram. Hanya berupa bayang-bayang hitam keputihan seperti asap. Kau melangkah menjauh dariku. Aku tak berani mendekat jika tak kau minta. Hanya menikmati bayangannya saja. Dan benar saja, kau menghilang dibalik kabut yang tebal. Membawa serta kenangan itu, yang tak ingin kau bagi lagi denganku.

(Tahu tidak, aku sebenarnya berusaha melupakanmu. Semua yang berhubungan denganmu, telah aku hapus. Juga kenangan itu. Aku ingin melupankanmu, tapi tidak pernah berhasil.)

Semarang, 2 Agustus 2016.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun