Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta Pak Habibie Mengingatkan Cinta Bapak kepada Ibu

13 September 2019   21:48 Diperbarui: 13 September 2019   22:03 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta

Butuh waktu lama, bahkan hingga hela nafas terakhirnya, untuk bisa move on, meski sudah merelakan. Bahkan saat meninggal pun, Habibie tak mau tubuhnya jauh-jauh dari Ainun. (Kompas.com)

Cerita tentang kesetiaan cinta sejati pak Habibie terhadap ibu Ainun, menyeruakkan nostalgia cinta bapak kepada ibu. Cerita mereka hampir mirip. Tentang cinta abadi dan kesetiaan yang dibawa hingga akhir hayat.

Ibu saya berpulang pada tanggal 24 Mei 2014. Sedang bapak berpulang pada tanggal 23 Oktober 2017. Dalam waktu meninggal yang hampir bersamaan, yaitu pukul 06.30 pagi.

Seperti cinta pak Habibie kepada ibu Ainun, tak jauh beda cinta bapak saya kepada ibu. Begitu dalam, hingga ketika ibu meninggalkan terlebih dahulu, bapak susah move on. Yang dimau bapak hanya ibu. 

Hingga tidak pernah meninggalkan rumah barang sejenak untuk bepergian, karena takut meninggalkan nostalgia bersama ibu. Sebegitu cintanya.

Akhirnya, karena semua anak-anaknya sudah memiliki rumah sendiri-sendiri, saya dan saudara atau siapapun yang sempat, secara bergantian mengunjungi bapak. 

Menghibur hati bapak agar tidak ngelangut. Menunggu waktu berjumpa dengan orang yang dicintainya dengan tulus. Betapa beratnya masa-masa itu. Beliau memang ikhlas, atas perginya ibu. Hanya susah move on. 

Dan pada saat itu ibu sudah berpulang menempati dimensi yang berbeda, seperti kata Pak Habibie tentang Ibu Ainun.

"Ainun jiwa, roh, batin dan nurani kita sudah manunggal dan atap kita bersama adalah langit alam semesta. Karena itu Ainun tetap berada di samping saya dan saya di samping Ainun, di mana saja kami sedang berada sepanjang masa" (kutipan dari Buku "Habibie & Ainun").

Tiga tahun lamanya ibu meninggalkan bapak, tetapi beliau tetap setia pada ibu. Dan ketika bapak berpulang kemudian, seperti janji bapak pada ibu yang pernah diceritakan kepada saya, bahwa beliau akan menemui ibu paling tidak tiga tahun lagi lamanya. Bapak berpulang, tiga tahun lebih lima bulan dari kepergian ibu.

Mereka menempati rumah baru yang berdampingan, yang ternyata telah dipesan lama oleh bapak. Sama seperti pak Habibie, yang menginginkan rumah barunya berada di sisi ibu Ainun. (Ceritanya di sini).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun