Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Pemilik Hati yang Beku #5

12 September 2017   15:41 Diperbarui: 13 September 2017   06:55 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Sebelumnya:

Setelah kejadian tiga tahun lalu, aku ditemukan om Tommy dan tante Hanny istrinya. Aku diadopsi. Saat ditemukan, aku tak menyebutkan dari mana asalku dan siapa ayahku. Aku hanya menceritakan bahwa aku adalah korban penculikan, dan tak memiliki keluarga. Mereka iba dan mau merawatku. Kemudian aku mulai berkenalan dengan Sakti, teman satu kampus, yang sedikit lucu tetapi agak garing.

***

Waktu berjalan cepat. Tak pernah kubayangkan bahwa telah banyak kejadian yang mengikuti selama ini. Masa lalu yang begitu biru, membuat hatiku kelu. Sebenarnya aku tak menginginkan untuk mengingatnya. Tetapi, bayangan itu akan selalu ada. Tak bisa kupungkiri. Masa lalu, tetap ada di sekelibat bayangku. 

Masa-masa untuk meluluhkan hati yang membiru, juga membutuhkan waktu. Aku beruntung bertemu orang-orang yang selalu menyayangiku, meski mereka tak mengetahui siapa aku. Dari mana asal-usulku. Mereka tak pernah mempermasalahkan. Bahkan tak pernah menanyakan padaku. Yang ada hanya ketulusan hati dan rasa sayang.

Aku hanyalah seorang yang menempati ruang salah pada masa lampau. Dan ketika waktu berjalan begitu cepat, membawaku ke tempat yang seharusnya. Meski mungkin bukan hakku untuk menempatinya. Tetapi aku sendiri tak tahu, apakah ini memang merupakan hak atau bukan. Karena dalam kenyataan, orang-orang di masaku sekarang, menyayangi dan baik padaku. Hati yang beku, berangsur memerah kembali, sebagaimana harusnya.

***

Sudah lama aku tak bertemu ayah. Lebih tepatnya, tak mengunjungi ayah. Meski secara diam-diam tanpa sepengetahuan ayah. Aku ingin tahu, bagaimana keadaan ayah. Apakah sehat-sehat saja? Salahku juga, terlalu sibuk dengan urusan kuliah dan aktivitas dekorasi, karena memang cukup menguras waktu dan pikiran.

Aku berencana sore ini mengunjungi ayah. 

Ketika sore sedikit mendung dan sedikit gelap dari yang seharusnya, tak menyurutkan langkah untuk pergi ke rumah ayah. Rumah itu masih sama. Kesederhanaan yang menonjol di rumah ayah, membuatku kangen. Bagaimanapun, aku pernah menghuninya selama lima belas tahun. Berkembang hingga menjadi seorang remaja yang kebingungan karena sikap ayah. Juga tante Devi. Ah, sudahlah. Aku tak ingin mengingatkan terlalu dalam. 

Dari kejauhan ayah sedang duduk di beranda. Hal yang selalu dilakukan semenjak aku tak ada di sana. Mungkin menungguku. Aku hanya menebaknya. Karena toh, tak setiap waktu aku bisa melihatnya. Hanya sesekali, saat rindu pada ayah tak terbendung. Seperti saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun