Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Pemilik Hati yang Beku #2

9 September 2017   13:34 Diperbarui: 11 September 2017   19:48 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Sebelumnya:

Oh, aku tak mengerti, entah tempat apa ini! Tetapi yang jelas, tempat ini seperti sebuah ruangan, tanpasatupun jendela. Terkunci rapat dari luar. Aku tersekap! Bersama yang lainnya. Di sini telah banyak anak-anak perempuan seumurku, menangis dan berteriak meminta keluar ruangan.

Sedangkan aku, hanya terdiam membisu, tanpa satu patah katapun dan tanpa setetes air mata yang menggenang. Hatiku datar, juga membeku!

***

Suasana ruangan menjadi hening. Sesekali masih terdengar isakan tangis dari beberapa anak perempuan yang tersekap. Aku hanya bisa terdiam. Kupandangi mereka dengan tatapan dingin. Beberapa wajah mereka terlihat pucat dan tak sehat. Entah berapa jam mereka berada di ruangan ini.

Aku sendiri, tak tahu, berapa lama berada di tempat ini. Yang kutahu, sejak aku mengikuti ibu yang aku temui di stasiun kereta saat itu, aku sempat tak sadarkan diri. Kemudian ketika aku sadar, aku telah berada di tempat ini. Tanpa tas ransel, yang menyimpan laptop, handphone dan beberapa bajuku.

Tak kusangka, ibu yang aku temui itu ternyata jahat dan tak lebih baik dari tante Devi. Hatiku terasa pias, datar dan tak bisa merasakan kesakitan. Aku bahkan merasa biasa saja.

Klek!

Terdengar suara pintu membuka dari luar. Seseorang membuka pintu. Seorang pria berbadan kekar dan bertatto hampir di seluruh lengannya.  Segera saja, beberapa anak perempuan seumurku, berlari menuju pintu.

"Keluarkan saya... Keluarkan saya....!" teriak mereka. Tetapi pria kekar yang membuka pintu itu berteriak lebih lantang, membentak mereka agar jangan gaduh dan berhenti berteriak. Ia membawa beberapa kotak makanan untuk kami. Menaruhnya di lantai dan berlalu.  Kemudian mengunci ruangan  kembali.

Telah hilang rasa laparku. Sama sekali tak kusentuh makanan yang diberikan oleh pria tadi. Beberapa teman yang lain mulai makan dan beberapa lainnya seperti aku, yang tak berselera untuk makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun