Mohon tunggu...
Wahyu Hidayanto
Wahyu Hidayanto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wong Ndeso, Wong Cilik, Rakyat Jelata yang Rindu Terwujudnya Keadilan dan Kemakmuran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polisi Tidur

16 September 2013   15:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:49 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya pernah membaca tulisan dalam sebuah kaos yang dipakai oleh teman saya, tulisannya seperti ini,”aku benci polisi tidur”. Saya yakin maksud tulisan dalam kaos tersebut adalah bukan membenci pak polisi yang beneran, polisi yang beberapa terakhir ini banyak diteror dan ditembakin oleh orang yang tidak dikenal. Polisi tidur  yang dimaksud adalah gundukan yang sering dipasang di jalan kampung. Agar lebih mengenakkan polisi tidurnya saya sebut gundukan saja, seperti yang ditulis oleh Puthut EA.

Polisi tidur atau gundukan biasanya dipasang di jalan raya depan gedung sekolah, kampus, pabrik, markas TNI, markas Polisi, samsat, kantor gubernur, kantor bupati, walikota dan instansi yang lain. Selain itu gundukan juga dipasang dijalan perkampungan yang padat penduduk, komplek perumahan, seperti perumahan yang menjadi kost saya dan teman-teman. Gundukan dipasang dengan tujuan-tujuan tertentu, bisa jadi biar pengendara lebih pelan-pelan dan berhati-hati karena banyak yang akan menyebrang jalan, apalagi sekolahan atau kampus, banyak anak pelajar dan mahasiswa yang lalu lalang menyebrangi jalan. Kalau dijalan perkampungan atau perumahan biasanya gundukan dibuat karena banyak anak bermain dijalan yang disebabkan oleh sempitnya areal untuk bermain.

Adanya polisi tidur atau gundukan tentunya mengundang pro dan kontra bagi pengguna jalan. Almarhum KH Abdurrahman Wahid pernah berceloteh,”polisi yang baik itu ada tiga, polisi tidur, patung polisi dan eks Kapolri Jenderal Polisi Hoegeng”. Berarti mantan presiden RI ketiga tersebut secara tersirat sepakat dengan adanya polisi tidur atau gundukan. Banyak yang pro dan kontra karena juga banyak positif dan negatifnya.

Saya sendiri punya cerita yang kurang mengenakkan yang berkaitan dengan polisi tidur atau gundukan. Dulu sekitar empat tahunan yang lalu, ketika saya berkunjung kerumah paman di daerah Tanjung Pura, Langkat, Sumut, saya hampir dibuat celaka oleh polisi tidur atau gundukan. Pasalnya, itu menjadi tempat yang baru buat saya, dan tentunya saya belum hafal kondisi jalan yang ada di sana. Saya mengendarai sepeda motor dengan kecepatan standart, tidak terlalu ngebut, karena memang tidak berani ngebut, kira-kira kecepatannya waktu itu adalah rata-rata 70 km/jam. Tiba-tiba saya dikagetkan oleh gundukan yang lumayan tinggi, tapi untungnya tidk terlalu lebar dan gundukannya hanya satu. Sepeda motor yang saya kendarai melompat lumayan tinggi, untungnya mendaratnya dengan sempurna, jadi selamatlah saya hari itu.

Keesokkan harinya saya lupa kalau ada gundukan itu, terjadi hal yang sama,untung adik sepupu yang saya bonceng tidak terpental dari sepeda motor. Lain lagi cerita gundukan yang ada dijalan raya dekat pusat pengendalian pengeboran minyak di Geragai, Tanjab Timur, Jambi, tempat orang tua saya bermukim. Di jalan raya tersebut banyak sekali terdapat gundukan yang tinggi dan lebar, setiap 20 meter ada satu gundukan, sepanjang 2 kilometer. Salah satu gundukan tersebut sudah pernah memakan korban, ada pengendara sepeda motor yang kecelakaan dan meninggal dunia. Selain disebabkan oleh pengendara yang ugal-ugalan, kecelakaan juga disebabkan oleh gundukan yang terlalu tinggi dan lebar, dan kebetulan pengendara belum hafal kondisi jalan tersebut.

Di jalan sekitar depan kampus swasta yang ada di Sukoharjo juga banyak terdapat gundukan. Hampir setiap 20 meter ada gundukan, tidak hanya satu gundukan, ada yang dua bahkan tiga gundukan. Belum lama ini saya mengantar nenek kondangan melalui jalan tersebut, karena baru pertama kali melewati jalan tersebut, saya belum hafal kondisinya. Saya mengendarai motor agak seikit ngebut, tiba-tiba dikagetkan dengan adanya gundukan, mau menginjak rem secara mendadak takut malah jatuh. Akhirnya saya terabas saja gundukan-gundukan tersebut, maka terjadi getaran-getaran dan guncangan yang lumayan dahsyat, hampir saja nenek terpental dari jok sepeda motor.

Begitulah sedikit cerita saya bergelut dengan polisi tidur atau gundukan. Semua orang pasti punya cerita yang masing-masing berbeda terkait dengan polisi tidur. Saya sempat berpikir, bagaimana jika ibu-ibu hamil yang sudah tinggal lahiran melintasi jalan yang bergundukan. Takutnya bayinya akan keluar dijalan sebelum sampai di rumah sakit atau malah tidak jadi lahiran karena keguncang-guncang oleh getaran kendaraan yang melintasi gundukan. Semoga ini hanya ketakutan saya saja, tidak terjadi yang sesungguhnya.

Awalnya mungkin tujuan diadakannya gundukan tersebut agar para pengendara tidak kebut-kebutan di jalan, karena banyak anak bermain di jalan, banyak orang menyebrangi jalan dan banyak bapak-bapak yang nongkrong di pinggir jalan. Saya menganggap hal itu sebagai sisi positif dibuatnya gundukan, tapi kalau ada ibu-ibu yang hamil tadi bagaimana? Kan kasian harus keguncang-guncang. Kenapa polisi tidur atau gunduka tersebut tidak diganti saja dengan papan himbauan saja? misalnya “pelan-pelan banyak anak”, “kecepatan max 20 km/jam”, “anda sopan kami pun segan” atau yang paling ekstrim, “ngebut berarti benjut”. Itu semua pilihan, mau pakai gundukan atau himbauan itu tergantung kesepakatan, kalau menurut saya pilih yang paling sedikit mudharatnya saja. Semua ada konsekuensinya masing-masing. Menurut teman saya, membuat gundukan itu juga tidak asal-asalan, harus meminta izin terlebih dahulu dengan dinas atau instansi yang terkait. Mau pro atau kontra dan membuat atau tidak membuat gundukan itu adalah hak kita masing-masing. Dan yang tidak kalah penting adalah apapun yang kita pilih tidak mengganggu hak orang lain.

Klaten, 12 September 2013

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun