Mohon tunggu...
Wahana Dharma
Wahana Dharma Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tema Kepribadian

23 April 2017   12:00 Diperbarui: 24 April 2017   18:00 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagi terinspirasi sesuatu. Sebagai psikolog, agar kita mampu memahami persoalan klien dan memprediksi perilakunya dalam berbagai situasi, tentulah harus mengenali terlebih dahulu tema kepribadian klien. Untuk kepentingan apapun, apakah untuk kepentingan industri atau klinisi, tema kepribadian ini yang harus kita temukan terlebih dahulu, sebelum melakukan intervensi untuk membantu mengatasinya. Misalnya, orang dengan kepribadian histrionik, yaitu mereka yang berupaya mendapatkan perhatian dari orang lain untuk tujuan diperhatikan atau disayang, akan melakukan hal-hal yang dapat membuat orang memenuhi tujuannya. Hal itu bisa dilakukan dengan memanipulasi orang lain agar mendukungnya, simpati kepadanya. Jadi ada defense-defense tertentu yang khas dilakukan oleh tipe kepribadian tertentu, yang menjadi kompensasi atas kekurangan yang dirasakannya. Seperti orang dengan tipe histrionik itu. Berfantasi misalnya adalah defense yang khas dilakukan oleh orang-orang berkepribadian avoidant, yang selalu menghindar ketika menghadapi masalah atau defense yang dilakukan oleh orang dengan tipe kepribadian narsis. Apa yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang kerap menghindar padahal mereka memiliki kebutuhan yang perlu dipuaskan atau ketegangan yang perlu diredakan, selain dengan berfantasi? Untuk orang-orang narsis, berfantasi untuk semakin membayangkan dirinya dipuja, mungkin semacam hiperbolik ya. Mungkin....

Jikalau kita memahami manusia dengan mengenali terlebih dahulu tipe kepribadiannya, yang dapat menjadi acuan kita dalam memprediksi perilakunya dalam berbagai situasi dan berbagai kemungkinan lainnya, maka dalam memahami kehidupan pun rasanya kita perlu tahu dulu apa yang menjadi tujuan penciptaan. Apa tujuan manusia dicipta? Apa tujuan kita berada di dunia ini? Allah mengatakan bahwa, "Aku ingin dikenal, maka Aku ciptakan manusia." Atau kata-kata dalam term sufistik yang sudah sangat dikenal yaitu, "Man arrofa nafsahu, faqod arrofa rabbahu." Barang siapa mengenal dirinya, maka akan mengenal Rabbnya. Jadi sebelum merespon kehidupan pahami dulu tujuan penciptaan, yang dimulai dari mengenali takdir yang menimpa diri sendiri, karena apapun yang terkait diri akan senantiasa terhubung dengan Allah. Dengan taqwa, Allah akan memberikan pengetahuan yang benar. Ajaibnya, dengan paham takdir diri sendiri, maka akan terbuka pemahaman akan takdir kehidupan yang lainnya, karena pada dasarnya kita adalah mikrokosmos dan alam semesta adalah makrokosmosnya. Apa yang ada dalam diri, ada padanannya di alam semesta ini, atau sebaliknya. Alam semesta adalah perluasan dari diri kita.

Jadi apa kaitannya antara memahami tipe-tipe kepribadian dan proses mengenal diri sendiri dan Allah? Ya, maksudnya, cerita dan aturan dalam hidup, sunatullah dan ketentuan lainnya yang kental ada dalam pembahasan tentang takdir dan hukum agama, tidak akan lepas dari tujuan penciptaan, yang ujungnya adalah pengenalan akan Dia. Harus sabar karena ujungnya sabar adalah Dia. Apa yang terjadi dan manifest dalam alam ini, tidak akan lepas dari tujuan penciptaan tadi, untuk mengenal Dia.

Wallahu'alam.

Nia Setyawati

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun