Mohon tunggu...
Viona Ellen
Viona Ellen Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Sebagai Media Pembentuk Karakter Anak Bangsa

27 April 2017   11:21 Diperbarui: 27 April 2017   20:00 4739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural ternyata memiliki potensi timbulnya berbagai persoalan, antara lain adalah korupsi, kolusi, nepotisme, peseteruan politik, kekerasan, separatisme, kemiskinan, pelecehan seksual, perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan. Hal tersebut terjadi karena permasalahan lain yang terjadi di Indonesia yaitu penangguran dan kemiskinan. Dalam hal ini, anak-anak menjadi individu-individu yang paling menderita. Akibat dari pengangguran dan kemiskinan, anak-anak tidak dapat melanjutkan sekolah atau bahkan tidak dapat merasakan bangku sekolah sama sekali.

Etika dan moral anak saat ini perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah, orang tua dan semua lapisan masyarakat. Moral anak-anak merupakan suatu aset dan modal yang sangat penting dan berpengaruh bagi bangsanya. Apabila moral anak bangsanya tidak baik maka akan berdampak bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsanya, baik itu berdampak pada segi politik, agama, budaya, keamanan dan lain-lain. Hal ini didukung oleh banyak faktor yang membuat moral anak menjadi kurang diperhatikan, salah satunya adalah dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan penggunaan akses internet. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan perkembangan teknologi dan tingginya akses internet, hanya saja penggunaannyalah yang sering di salah fungsikan.

Selain itu, yang menjadi salah satu faktor penurunan atau bobroknya etika dan moral anak bangsa yaitu peningkatan sistem pendidikan di Indonesia mengenai pendidikan karakter yang kurang optimal. Sekolah khususnya pada tingkat dasar merupakan media belajar anak-anak pada usia dini yang fungsinya untuk mengenalkan tentang kepribadian serta media untuk membentuk karakter anak bangsa yang baik. Sebagaimana UNESCO yang telah mencanangkan empat pilar pendidikan. Diantaranya adalah learning to know, learning to do, learning to live together,dan learning to be.

Sekolah yang bisa dipandang mampu berhasil meningkatkan kualitas hidup peserta didik bukan semata-mata diukur dari angka-angka namun juga dari karakter, sikap dan cara berpikir mereka. Mereka tidak hanya mampu dalam membaca dan menghitung, melainkan mereka diharapkan mampu menganalisa persoalan-persoalan hidup kedepan sehingga anak-anak dapat mempertanggung-jawabkan segala keputusan yang diambil demi kehidupan mereka.

Banyak sekali contoh kasus yang menggambarkan bahwa pendidikan karakter memang harus digalakkan oleh setiap individu. Ketidakjujuran, melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak-anak pada usia dini, melakukan kekerasan, hilangnya rasa hormat kepada orang tua serta tidak memperhatikan hak orang lain merupakan cerminan bahwa pendidikan di Indonesia telah gagal membentuk individu yang berkualitas. Budaya di Indonesia adalah bahwa sekolah merupakan suatu formalitas yang harus dijalani oleh anak-anak sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. Hal itu yang terus ditanamkan kepada mereka, tidak salah memang. Namun, dengan sekolah, anak-anak dapat mengaktualisasikan dirinya secara bebas.

Disekolah kita dituntut untuk selalu bertanggungjawab dan berperilaku mandiri. Kedua hal itu merupakan modal utama untuk membentuk suatu karakter anak bangsa yang baik. Kemandirian yang diajarkan dan dibina oleh guru selama proses pembelajaran akan berdampak dikemudian hari. Anak-anak akan lebih siap untuk melewati segala tantangan dan hanbatan. Pendidikan merupakan sarana untuk menggali potensi dan bakat agar mereka menjadi manusia-manusia yang mandiri.

Sekolah harus menjadi partner anak-anak untuk membangun mentalitas mereka menjadi kuat dan matang dalam berkehidupan. Sekolah tidak hanya menanamkan tentang ilmu pengetahuan melainkan mengajarkan dan membuat perubahan-perubahan pola berpikir kita menjadi lebih berguna. Dengan sekolah, kita belajar bahwa sesungguhnya kita dapat berpikir dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Belajar tidak hanya sekedar teori, berkenalan dengan kertas, menghitung dan mneggambar. Akan tetapi, berpikir secara terbuka dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda merupakan kunci utamanya.

Ada beberapa hal yang membuat anak-anak gagal dan berdampak pada minimnya moral yang ada pada mereka. Anggapan banyak masyarakat atau tenaga pendidik saat berada didalam proses pembelajaran adalah bahwa anak-anak yang kritis, yang suka menantang, kasar dan berani akan lebih sulit ditangani. Sementara, anak-anak yang kalem dan takut akan lebih mudah dikendalikan. Namun kenyataannya terbalik. Mereka yang berani sebenarnya takut sehingga mereka akan melakukan apapun demi terlihat baik oleh lingkungan sosialnya.

Jika sekolah dapat belajar mengenali, meghargai, dan membantu mendukung keberanian dalam diri anak-anak, mereka tidak hanya melakukn proses pembelajaran secara formal melainkan mereka juga secara tidak langsung telah belajar untuk bersikap disiplin.

Kondisi pendidikan saat ini membuktikan tentang ketidakmampuannya untuk menjalankan tugas dan amanahnya sebagai pencerdas anak bangsa. Yang terjadi selama bertahun-tahun ini adalah sekolah hanya sebatas melakukan kegiatan rutinitas yang berulang-ulang dari pagi sampai siang bahkan sampai sore. Sekolah hanya melakukan hal tersebut tanpa mengevaluasi apakah mereka telah dapat membawa perubahan yang baik bagi anak didiknya atau tidak.

Sudah saatnya sekolah bukan lagi menjadi suatu momok bagi anak-anak. Merubah sistem pendidikan yang sebelumnya anti demokratis menjadi demokratis dan dari awalnya mengekang anak-anak untuk bebas belajar serta mampu menunjukkan aktualisasi dirinya. Menurut pandangan saya, selama ini sekolah hanya dijadikan media untuk membuat anak-anak didiknya menjadi pribadi yang penurut dan hanya terpaku pada apa yang disampaikan oleh tenaga pendidik. Sekolah bagaikan sebuah ruang yang menakutkan bagi mereka yang didalamnya terdapat guru yang siap menerkamnya dengan wajah yang seram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun