Mohon tunggu...
Vika Octavia
Vika Octavia Mohon Tunggu... -

blogger, writer, founder Kamadigital.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sayang Sekali, Slogan Tax Amnesty Terkesan Hanya Menakut-takuti

24 Agustus 2016   15:51 Diperbarui: 26 Agustus 2016   09:17 2679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.integrasi-edukasi.org

Dua bulan terakhir ini, kita diserbu oleh iklan dan kampanye tentang tax amnesty. Kebijakan ini didasarkan bahwa banyak sumber penghasil/obyek pajak baik uang (terutama yang terparkir di luar negeri) dan aset-aset yang tidak dilaporkan. Dengan APBN yang nyaris defisit, tidak tanggung-tanggung, pemerintah menargetkan perolehan hingga Rp 165 triliun untuk kembali masuk ke Indonesia. Alasan paling dasar mengapa tax amnesty dilakukan adalah kita kekurangan dana untuk menyelenggarakan pembangunan yang lebih optimal. Apalagi program Kabinet Kerja terhadap pembangunan infrastruktur memang gila-gilaan.

Dan pada 2018, di seluruh dunia akan diberlakukan Automatic Exchange of Information, di mana semua rekening perbankan di seluruh dunia akan dibuka, sehingga tidak ada lagi yang namanya 'memarkirkan dana di luar negeri' demi menghindari pajak. Artinya per 2018 kita tidak bisa lagi 'sembunyi' dari pajak, bahkan dana WNI yang masih parkir di luar negeri akan dikenakan pajak yang lebih besar jika disimpan di bank dalam negeri.

Lihat, di hampir semua sudut jalan-jalan utama di Jakarta. Spanduk, poster berwarna biru tua dengan logo serupa origami bertuliskan Tax Amnesty dengan slogan “Ungkap, Tebus, Lega” ada di mana-mana. Sementara itu sosialisasi massif kerap dilakukan, hampir seluruh instansi pemerintah dan BUMN disambangi Petugas Pajak dalam rangka sosialisasi. Pada rangkaian sosialisasi tersebut dijelaskan maksud adanya tax amnesty serta tata cara pelaporannya.

Nah masalahnya, program untuk 'menyadarkan' masyarakat wajib pajak, apakah cukup dengan slogan: Ungkap, Tebus, Lega? Seharusnya di balik sosialisasi dan kampanye yang gencar itu, pemerintah meletakkan pesan bahwa tax amnesty adalah untuk kemajuan  bangsa. Bahwa ini adalah wujud dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Slogan: 'Ungkap, Tebus, Lega', bagi saya hanya menyiratkan kewajiban masyarakat. Malah terkesan ujungnya seolah 'ditakut-takuti' jika tidak melakukan tax amnesty, maka denda yang besar akan menanti. Belum lagi penggunaan kata 'pengampunan' yang segede gaban di setiap materi promosi. Memang sih mereka yang naruh dana di luar negeri menyalahi ketentuan pajak. Tapi apakah itu 'dosa'?

Seorang teman saya, sempat sedikit curhat ke saya, bahwa dia enggan mengembalikan simpanannya di Singapura ke Indonesia. Alasannya ogah membayar uang tebusan sebesar 2%. Padahal jika ditunda terus uang tebusan tersebut akan membesar. Saya coba ngobrol dengan teman saya ini, dan bilang bahwa ini adalah untuk kepentingan anak-anaknya di kemudian hari. Bahwa ini bukan cuma pemenuhan kewajiban tapi, bagian masa depan  kita bersama. Klise memang. Tapi penguatan terhadap pesan bahwa ini adalah untuk kemajuan bersama, saya rasa sangat sangat kurang dilakukan oleh pemerintah.

Padahal yang paling mendasar pada program ini adalah: berpartisipasi dalam tax amnesty, artinya sama dengan membantu kelangsungan pembangunan.

Bahkan seorang ibu di kantor saya begitu semangatnya mengikuti perkembangan tax amnesty. Sampai-sampai dia bercanda bahwa kalau panci panci dan alat pembuat kue di rumahnya bisa dikontribusikan untuk membayar pajak, dia pasti akan suka rela membayar.  

Menteri-menteri terkait setiap hari cuma bicara target. Cuma bicara bagaimana ikut dalam program ini. Tapi penyisipan pesan untuk bahu membahu membangun bangsa itu sedikit sekali. Saya percaya, di usia negara ini yang makin matang, pemerintah yang makin terbuka, kecenderungan untuk berpartisipasi dalam pembangunan pun makin tinggi. Pemerintah optimalkan dong, celah itu!

Teringat jelas, di setiap akhir Maret para karyawan dengan bangga memamerkan bukti potongan pajaknya di sosial media. Betapa kesadaran akan kewajiban ini sudah jadi bagian tak terpisahkan. Itu belum pajak-pajak lain seperti pajak kendaraan, PBB, bahkan pajak makanan kita di restoran. Dan ternyata membayar pajak itu membanggakan! Sayang, semangat “BANGGA” berkontribusi buat negara itu, sedikit sekali dimasukkan pada materi kampanye tax amnesty.

Kadang saya kecewa, di saat pemerintah menetapkan deadline waktu setoran pajak bahkan memberikan denda jika terlambat, pemerintah sendiri hampir tidak punya sanksi apa-apa saat terlambat melayani masyarakatnya. Seharusnya tax amnesty menjadi momentum bagi pemerintah, bahwa inilah saatnya pemerintah menepati semua janji-janji pembangunan yang lebih baik. 

Kuatkan pesan bahwa ini adalah kewajiban bersama untuk bangsa, negara dan generasi mendatang bukan sekadar pemenuhan kebutuhan wajib pajak.

Vika Octavia
Blogger tinggal Bogor

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun