Mohon tunggu...
Vajrin Poluan
Vajrin Poluan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan dan Pemaksaan Bungkam

9 Juni 2017   21:12 Diperbarui: 9 Juni 2017   21:46 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

perempuan dalam pandangan segilintir lelaki awam adalah makhluk yang harus tunduk dan patuh terhadap lelaki, tempatnya di dapur dan kasur. pendapat seperti inilah yang menyebabkan terjadinya banyak sekali kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun 1998, Asia mengalami krisis Ekonomi yang sangat besar, dampaknya sampai pada Indonesia. ada berbagai rentetan peristiwa yang terjadi, salah satunya adalah pemerkosaan terhadap perempuan etnis tionghoa. menurut TGPF (Tim gabungan pencari fakta) terdapat 85 kasus kekerasan seksual dengan 52 diantaranya merupakan pemerkosaan dalam bentuk gang rape.

Dari sekian banyak kasus ini, belum satupun diselesaikan, secara kekeluargaan maupun pengadilan. para korban diancam akan dibunuh jika membeberkan cerita ini, oleh karena itu mereka lebih memilih bungkam dan beberapa pergi ke luar negeri untuk memulai hidup yang baru dan melupakan peristiwa yang menimpanya dulu. 

Ita Martadinata, gadis berumur 18 tahun ini adalah anggota tim relawan kemanusiaan yang berusaha menyingkap kasus perkosaan dan pembunuhan pada Mei 19981. Ita sendiri adalah salah satu penyintas (survivor) mei 1998. Bersama ibunya dan empat penyintas lain, Ita berencana memberikasn kesaksian pada kongres Amerika Serikat. Namun ia dibunuh dengan kejam pada 9 Oktober 1998. Pembunuhan Ita dilihat sebagai ancaman terhadap penyingkapan tragedi 98.

Bahkan seorang perempuan lain yang berusaha mengungkapkan kekejian yang terjadi selama 1998 dibunuh agar bungkam selamanya. hal ini bukan saja menjadi suatu bentuk kekerasan terhadap perempuan saja, melainkan pelanggaran atas HAM. 

Perempuan bukanlah semata-mata objek kekerasan, mereka adalah manusia yang sama dengan lelaki, sama-sama diciptakan agar saling berdampingan. bukan untuk dijatuhkan derajatnya dibawah lelaki. jika seorang awam menggambarkan perempuan dengan kodrat kasur,sumur, dapur. maka sudah sepatutnya kita merubah stereotype macam itu. sebab perempuan kodratnya putri,istri dan ibu.

perempuan selalu di nomor duakan. lihat saja sejarah tentang revolusi Indonesia, rata-rata dituliskan semuanya adalah lelaki. padahal, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, perempuan sudah ambil bagian dalam perjuangan anti kolonial. sebut saja nama-nama besar seperti SK Trimurti dan Umi Sardjono. keduanya terlibat dalam gerakan politik melawan kolonial, gerakan bawah tanah melawan fasisme jepang, dan perang mempertahankan kemerdekaan.

Apa yang sebenarnya kita perbuat, dengan melakukan kekerasan terhadap perempuan. sepertinya kita kurang membaca, memahami perempuan dalam peranannya dalam segala bidang. kita terlalu sombong menganggap perempuan hanya makhluk lemah yang tidak tahu apa-apa. pola pikir keliru yang kita telah bangun selama ini. 

perempuan memiliki hak untuk setara dengan lelaki, lelaki memiliki kewajiban mengiyakan hak perempuan untuk setara dengan lelaki. kita jangan jadi orang munafik yang menepikan fakta-fakta perjuangan perempuan dalam sejarah perkembangan Bangsa dan Negara dari dulu hingga sekarang. HAM harus dijunjung tinggi semua pihak, agar kedepannya tidak ada lagi tindak kekerasan yang terjadi, baik itu terhadap perempuan dan Anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun