Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Diam Menghadapi Kenyataan yang Ada?

25 Oktober 2019   12:08 Diperbarui: 25 Oktober 2019   12:18 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Usman D.Ganggang*)

Kejujuran kini, dianggap barang mahal.Begitu juga dengan ethos kerja. Dan karena mahal, orang lebih suka kerja yang instan dan yang dominan kini adalah menyebarkan hoax demi kepentingan sesaat. Adakah ini sebuah tanda zaman edan yang kehadirannya menggerus semua nilai baik nilai kearifan lokal maupun nilai relegius?

Menghadapi kondisi yang terurai di atas, tentulah tidak dihadapi dengan diam. Iya, mestikah kita diam menghadapi kenyataan yang dampaknya buat warga masyarakat sangat merugikan warga masyarakat itu sendiri. Langkah praktis mengatsinya menjadi sebuah keniscayaan buat kita agar keluar dari masalah yang menghimpiti negeri ini.

Oleh karena itu, perlu diawali dengan upaya mendeteksi isyarat yang ada di sekitar kita. Thomas Lickona mengungkapkan ada sepuluh tanda-tanda zaman di masa yang akan datang yang harus diwaspadai, yaitu (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja (2) penggunaan kata dan bahasa memburuk. (3) pengaruh tindakan kekerasan (4) meningkatnya perilaku merusak diri (5) semakin kaburnya pedoman moral (6) menurunnnya etos kerja (7) rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. (8) rendahnya tanggung jawab. (9) ketidakjujuran. (10) adanya rasa saling curiga.

Pernyataan Thomas Lickona ini, sudah terbukti di sekitar kita. Artinya sudah menjadi kenyataan. Banyak kejadian aneh yang terjadi dan sudah dipublikasikan di berbagai media. Bagaimana tidak? Kita cermati saja kondisi di sekitar kita. Ada kabar manusia dijual, manusia dibakar hidup-hidup, dan  ada lagi manusia ditipu oleh sesamanya, dalam dunia cinta-mencintai. Dan sejumlah tibdakan tercela lainnya, amat merugikan bukan saja untuk diri sendiri tetapi kuga buat sesama umat manusia di sekitarnya.

Tipu-menipu, misalnya, memang kian berkembang di sekitar kita, saat ini. . Baca saja, judul-judul berita yang kita baca di berbagai media, seperti : Ngaku Brimob, Dikeroyok Massa; Pinjam Motor Teman, Lalu Dijual; Beli Ayam Aduan, Uang Digasak; Ngaku Intel, Rampas Motor; dan, hehehe...Ngaku Marinir, Tiduri Gadis; Keloni Bule, Kamera Raib. Lagi-lagi, Wanita Simpan Ganja di Kemaluan; kemudian ini dia, masih hangat" Seorang Mahasiswi Ditipu Luar Dalam. Iya, mencengangkan memang!

Bagaimana tidak tercengang?  Ikuti saja isi beritanya! Seorang mahasiswi bernama samaran Melon (19), dan  kekasihnya adalah Mahmud juga nama samaran. Perkenalan mereka begitu singkat, bagaimana tidak, begitu lihat dari dekat, terpampang kulit putih mulus, hidung mancung, betis halus, paha belalang, leher jenjang, dan ah... sempurma di mata dia. Maka, dalam waktu singkat , keduanya saling tertarik. Dan ketika sudah jatuh cinta, keduanya pun buta. Hal yang seharusnya belum waktunya dilakukan, malah dipercepat. .Buktinya, hanya sekali tatap lalu diikuti dengan pasang senyum yang manis, Melon pun, mengatakan ho oh... saja saat diajak kencan oleh Mahmud (24). Artinya, Melon belum mengenal kepribadian teman kencannya itu. Ibaratnya, Melon belum mengenal luar dalam , tentang perilaku keseharian sang pujaan bernama Mahmud ini, dia langsung jatuh cinta.

Tipu- menipu tidak hanya sampai di situ.Ada lagi yang jual daging ayam mati, Jajan kadaluarsa dikemas kembali, kemudian dijual lagi. Orangtua atau guru malah disapa dengan hallo dan bro. Lagi, perilaku merusak diri kian merajalela, seperti narkoba, estasi, dan obat-obatan terlarang lainnya,dibeli dengan harga mahal. Minuman keras, bahkan mereka berani merancang minuman sendiri, seperti bentuk oplosan yang membawa maut. Mengapa, mati mau dibeli? Simpulan sementara, mereka mau beli mati. Aneh bin ajaib." Mati, mau dibeli?" pertanyaan konyol ini hadir bukan tanpa fakta.

Dunia seakan-akan milik mereka. Terserah mereka, mau buat apa, tidak perlu mempertimbangkan apa kata pihak lain. Lupa akan tujuan hidup. Untuk apa Allah swt menciptakan umat manusia . Pokoknya, lupa akan segala kebaikan. Orang tua dianggap sepele, nasihat dianggap remeh, yang tak bernilai bagi mereka. Rasa syukur dan terima kasih semakin ditinggalkan. Kasih sayang terhadap sesama sudah hilang. Teman dianggap mangsa, antara yang baik dan tidak baik hampir tidak bisa dibedakan.

"Antara yang halal dan haram hampir tidak bisa dibedakan", kata Anwar Hasnun, pemerhati pendidikan ketika ditemui di Asy Mbojo saat Diskusi Terpumpun yang diadakan oleh Kantor Bahasa Provinsi NTB. Selanjutnya ungkap Hasnun," Prinsip hidup sebagian generasi kita sekarang, bahkan orang tua " siapa saya, siapa aku", hidup tendensi materi. Lupa shalat, lupa puasa, semakin jauh dengan mushollah, masjid, kasih sayang hilang". Paparnya di depan peserta diskusi.

Iya, fakta riil di lingkungan kita, semuanya terbaca. Tidak ada sangsi terkait dengan fakta yang ada. Sebut saja, etos kerja, tampaknya sudah hilang, kerja sama antarwarga sudah kabur. Tidak mau membantu orang bila tidak diupah. Tidak mau menolong orang lain bila tidak ada imbalan. Sebagian orang tidak mau bekerja lebih baik merampok, mencuri, berjudi, menipu. Bahkan tubuhnya kekar, usianya masih muda, meminta-minta. "Apa maunya?" tanya Anwar Hasnun pemerhati bahasa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun