Mohon tunggu...
Urip Raharjo
Urip Raharjo Mohon Tunggu... profesional -

Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

TRISAKTI BUNG KARNO DALAM PEMBANGUNAN KEMANUSIAAN DAN KEBUDAYAAN

28 Januari 2015   21:56 Diperbarui: 4 April 2017   17:40 15243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apakah dalam Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan Indonesia perlu menerapkan Trisakti Bung Karno?, Kita akan mencoba kupas satu-persatu apa yang diharapkan Presiden pertama kita terhadap bangsa Indonesia dengan tiga wasiatnya tersebut, isi dari Trisakti Bung Karno adalah:

1.Berdaulat dalam politik,

2.Berdikari di Bidang Ekonomi,

3.Berkepribadian dalam kebudayaan.

Bila kita membaca sekilas wasiat bung Karno ini merupakan pola atau resep membuat sebuah negara yang adil makmur sejahtera, gemah ripah, toto tentrem kerto raharjo dengan kata lain resep mencapai Indonesia Raya; seperti halnya sebuah resep membuat masakan, bila kita tidak mengikuti caranya atau stepnya dengan benar maka masakan itu akan hambar, keasinan atau justru malah tidak enak dimakan. Demikian pula halnya meskipun para leluhur kita telah memberikan pola berbangsa dan bernegara yang berbeda dengan bangsa lain di dunia, dan dari berbagai bumbu itu diramu menjadi satu dan dipermudah penggunaannya oleh Bung Karno sehingga kreasi baru untuk membentuk “Negara Berdaulat Adil dan Makmur” ala “nusantara” itu harus melalui step-step yang telah dirumuskan bapak Proklamator Indonesia yang terkenal dan diberi nama “Trisakti Bung Karno”; step-step inilah yang perlu dikaji secara mendalam oleh ilmuwan termasuk pelajar dan mahasiswa, budayawan, dan agamawan hingga terwujud segala cita-cita yang diharapkan leluhur kita. Dibawah ini kita akan mencoba mengupas makna tiap kata dalam TRILOGI Bung Karno.

BERDAULAT DALAM POLITIK

Apakah yang dimaksud dengan “berdaulat dalam politik” itu? Sebelumnya marilah kita memahami apa maksud dari “berdaulat itu sendiri yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata daulat yang artinya kekuasaan; pemerintahan, sedangkan berdaulat artinya mempunyai kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahan negara atau daerah: negara merdeka, kedaulatan: kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dsb. Sedangkan Politik dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah po·li·tik yang artinya 1 (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tata sistem pemerintahan, dasar pemerintahan): bersekolah di akademi --; 2 segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Alangkah baiknya kita juga memahami beberapa definisi politik menurut beberapa ahli di bawah ini:

-Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

-Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan.

-Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam menangani pemerintahan.

-Dilain pihak pemikir Prancis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip-prinsip pemerintahan, Pendapat ini didukung juga oleh R.N. Gilchrist.

Ditinjau dari ungkapan Aristoteles bahwa Politik merupakan suatu usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, maka dasar-dasar politik mutlak perlu dipelajari setiap siswa bahkan mulai dari Paud. Bagaimana cara seorang guru memperkenalkan Berdaulat dalam politik ini? Dalam setiap individu kita harus membebaskan keinginannya untuk mempelajari apa? dan menjadi apa?, biarkan mereka menentukan masa depannya sendiri, jangan ada intervensi dari luar termasuk dari orang tuannya dan gurunya sekalipun. Seperti halnya ketika seorang anak berumur 2 tahun memilih mainan di toko mainan dia akan memilih sesuai keinginan hatinya, biarkan anak itu memilihnya, kita hanya mengingatkan agar merawat dan memainkiannya dengan benar, juga ajarkan agar jangan pelit ajak teman bermain bersama-sama.

Dalam penelitian saya sejak mengajar dari tahun 2003-sekarang dimulai dari mengajar di tingkat SD, SMP (Pesantren) dan SMA-SMK (Pesantren dan Umum), perguruan tinggi, dan masyarakat umum , hampir setiap pertanyaan yang saya ajukan kepada mereka, contohnya mengapa mereka sekolah di Boarding School? jawaban mereka hampir 70%, karena mengikuti kemauan orang tua, disinilah letak salah satu contoh intervensi dari orang tua, sehingga banyak anak pesantren yang homesick pada awalnya, karena para guru memberi pemahaman maka sebagian besar dari mereka akan bertahan, sementara banyak juga yang melarikan diri dari sekolah karena merasa dikebiri atau berada dalam penjara. Pada usia SMP mereka tidak mengalami masalah hanya pada saat ditanyakan mau meneruskan ke SMA atau SMK dan jurusan apa? Rata-rata menjawab tidak tahu dan kebanyakan akan memilih SMK atau SMA Favorit, karena mengikuti tren atau saran bahkan perintah orang tua karena jurusannya bergengsi dan banyak perusahaan yang membutuhkannya. Setelah SMA atau SMK apabila mereka ditanyakan mengapa memilih jurusan misalnya otomotif, hampir 70% mereka akan menjawab “karena diajak temen”, “jurusan bergengsi dan disuruh orang tua”, “kata guru SMP matematika saya bagus makanya saya disuruh memilih jurusan ini dan setelah lulus bisa bekerja pada perusahaan yang gajinya besar”, padahal setelah lulus mereka tidak mau kotor karena memegang oli, bahkan untuk sekedar membuka mur atau baut ada yang terlihat sangat canggung, ada juga anak tamatan SMP yang gemar mengotak-atik Hardware komputer atau motor, tanpa ragu-ragu dan tidak takut kotor mereka membuka dan membersihkan dan mengganti oli mesin, akan tetapi karena nilai ujian nasionalnya (UN) khususnya matematika dan IPA rendah maka dia tidak diterima di jurusan otomotif atau komputer, sehingga dia memilih jurusan lain misalnya pertanian atau tata boga yang penting sekolah alasannya simpel karena jurusan itu kurang peminat pasti diterima, padahal setelah pulang sekolah dia tetep menggeluti bidang yang mereka gemari, bahkan setelah kuliahpun mereka banyak yang mengambil jurusan yang tidak sejalur dengan ijasah SLTA, sehingga pada tahap awal mereka akan mengalami kewalahan menerima materi kuliah, bahkan setelah luluspun mereka banyak yang bekerja tidak sesuai bidangnya. Banyaknya intervensi pola pikir pada diri anak oleh orang tuanya, keluarganya, gurunya dan lingkungannya mengakibatkan banyaknya siswa atau mahasiswa salah jurusan, letak kebebasan individu bangsa Indonesia sudah dijajah orang lain sejak lahir, sehingga secara garis lurus bila kita tarik ke dalam cita-cita Bung Karno, itulah faktor utama gagalnya “Berdaulat dalam politik”, jangankan dalam bidang politik untuk menentukan hidup saja sudah banyak diatur bahkan dipaksa mengikuti kehendak orang lain, bukan diarahkan atau dibimbing menuju usaha atau pekerjaan yang sesuai kemampuan dan passionnya, akan tetapi meskipun dengan bahasa lembut diarahkan dan dipaksa mengikuti kemauan orang tua, guru, teman atau lingkungan, artinya kedaulatan pribadi bangsa ini sudah tidak ada termasuk beragama yang harus mengikuti kemauan orang tuannya tidak mendalami agamanya sehingga dia merasa itulah agama yang tepat buat dirinya.

Hal inilah pentingnya Kedaulatan dalam setiap anak perlu ditanamkan mulai sejak dini, karena setiap individu mempunyai jenis kecerdasan dan kepribadian yang berbeda-beda, apabila kita mengetahui jenis kecerdasan dan kepribadian anak sejak dini maka orang tua akan lebih mudah mengarahkan anaknya menuju pekerjaan atau usaha yang sesuai dengan passionnya, demikian juga guru akan lebih mudah membimbing siswanya dan memberikan materi pengajaran kepada anak didiknya dan membiarkan mereka untuk memilih pendidikan dan pekerjaannya sesuai dengan passionnya. Apabila setiap warga negara mempunyai kedaulatan dalam pribadinya maka cita-cita negara Indonesia yang maju dan berdaulat dibidang politik akan tercapai, karena individu yang bebas dan mandiri menentukan passionnya akan membentuk pribadi yang kuat dan akan memberikan sumbangsih hasil keryanya secara maksimal kepada negara. Hanya dengan konsentrasi mengembangkan potensi dirinya, maka setiap individu telah membantu memberikan sumbangan yang berarti bagi negara, rakyat tidak dipaksa membantu negara untuk berkorban sebesar-besarnya akan tetapi menurut kemampuan yang dimiliknya saja, dan tidak menjadi beban bagi negara karena masih menganggur, atau justru menjadi sampah masyarakat yang mengganggu ketertiban umum.

BERDIKARI DI BIDANG EKONOMI

Apakah yang dimaksud dengan Berdikari di Bidang Ekonomi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berdikari /ber·di·ka·ri/1 cak berdiri di atas kaki sendiri; 2 ki tidak bergantung pada bantuan orang lain; sedangkan arti kata ekonomi /eko·no·mi/ /ékonomi/ Ek 1 ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (spt hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); 2 pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga; 3 tata kehidupan perekonomian (suatu negara); 4 cak urusan keuangan rumah tangga (organisasi, negara).

Dalam hal membuat Berdikari di Bidang Ekonomi, juga harus diperkenalkan kepada anak sejak dalam kandungan hingga selesai menempuh pendidikan tertinggi mereka, menanamkan jiwa mandiri pada anak bukan berarti menciptakan sosok manusia yang individualis, sehingga justru muncul: keserakahan, ketamakan dan nafsu ingin berkuasa yang tertanam begitu dalam pada manusia Indonesia, akan tetapi justru menanamkan pola pikir untuk melepaskan diri dari perbudakan dan penjajahan. Indonesia begitu bangganya mentargetkan 70% SMK dan 30% SMA, dengan tujuan anak setamat SMK langsung kerja, akan tetapi tamatan SMK ini hanya diserap oleh pabrik, dengan sebutan karyawan, buruh atau dengan kata kasarnya budak yang diperas keringatnya untuk kepentingan tuan yang empunya pabrik, sementara hampir 80% pabrik di Indonesia milik warga negara lain, dengan kata lain negara Indonesia 70% hanya mampu mencetak buruh yang akan diserahkan kepada warga asing untuk dijajah, padahal dengan jelas hasil kesepakatan leluhur yang membuat negeri ini merdeka adalah “mencerdaskan bangsa, ikut menjaga ketertiban dunia dan menghapuskan penjajahan dari muka bumi”.

Meninggalkan ajaran Trisakti Bung Karno yang mempunyai tekat akan “Berdikari di Bidang Ekonomi” ini diletakkan sebagai landasan nomer dua setelah “Kedaulatan”, hal ini dimaksudkan setelah anak kita mempunyai kedaulatan memilih jurusan yang membuatnya nyaman dan dapat mengembangkan kreatifitasnya maka diarahkan atau dibimbing dengan kemampuannya itu untuk memperoleh hasil dengan berkarya tidak tergantung kepada pasar atau orang lain, apabila wasiat ini tidak dilaksanakan maka sama saja mengembalikan bangsa kitaketangan penjajah, yang hari ini jumlahnya lebih banyak, oleh karena itu dalam membangun “Revolusi Mental Jokowi” harus merobah pola pikir bangsa melalui pendidikan yang menerapkan falsafah “Hamemayu Hayuning Bawono” bukan justru merusaknya, disinilah peran TRISAKTI Bung Karno tersebut yang harus dijabarkan dengan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945, strategi mendidik bangsa ini harus menerapkan tata cara ajaran Tuhan yang telah diterima bangsa Indonesia, oleh karena itu saya tegaskan sekali lagi Pendidikan Indonesia harus dirobah polanya dari mengikuti standar Internasional menjadi Standar Tuhan yang telah diterapkan nenek moyang kita jauh sebelum penjajah menapakkan kakinya di negara kita, yang kelak kita berharap bangsa Indonesialah yang paling pantas mengajarkan dan menyandangkan predikat kepada bangsa lain sebagai Khalifah yang Rahmatan Lil Alamin, setelah bangsa ini pantas menjadi Khalifah pertama di bumi. Apakah standard manusia menurut Tuhan itu? Intinya standar manusia Indonesia harus menggunakan Pancasila mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa.

Baik Islam, Kristen, Katolik, Hindhu, Budha, Kong Hu Tju, Shinto, Penganut Kepercayaan; semua tidak mengajarkan permusuhan akan tetapi mengajarkan: kebaikan, keindahan, kebersamaan, toleransi, gotong royong dan lain – lain, oleh karena itu standar yang dimaksud untuk menjadi manusia Indonesia dan siap menjadi bangsa Indonesia harus: Mempunyai Tuhan, Siap menjadi manusia yang adil dan beradab, Siap bersatu denga agama apapun, suku apapun, bahasa apaun dan perbedaan apapun tidak menjadi penghalang untuk mengadakan musyawarah, karena bangsa Indonesia harus mempunyai standar siap dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta siap mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat minimal dilingkungan dia tinggal.

Apabila standard ini dipenuhi maka keinginan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia akan tercapai, jadi merupakan kesalahan besar bila kita menstandarkan diri dengan negara lain, karena kemampuan bangsa ini untuk menguasai tehnologi sangat cepat, akan tetapi menguasai dan menerapkan mental untuk menjadi manusia yang bermanfaat buat orang banyak sangat mengalami kesulitan, setelah mereka menjadi ahli maka yang ada dalam jiwanya tinggal bagaimana memperoleh harta, wanita dan tahta, sementara ikhlas untuk bersedekah, menyumbang, berderma terkikis habis dalam tubuhnya, karena standar Eropa dan Amerika adalah menjadi manusia kapitalis yang tidak perduli dengan kemakmuran dan kesejahteraan orang lain akan tetapi yang penting dirinya, kelompoknya dan negaranya tidak kelaparan dan berusaha tetap kokoh berdiri sebagai negara super power meskipun harus mengorbankan bangsa lain. Dan hari ini jiwa itu tertanam sangat dalam pada setiap individu bangsa Indonesia, mereka lebih suka tawuran demi daerah kekuasaannya untuk memperoleh sumber keuangan keluarga dan kelompoknya dari pada bermusyawarah dengan baik – baik.

Standar Internsaional yang selama ini kita kembangkan justru menumbuhkan sosok bangsa Indonesia yang palsu atau imitasi, karena bangsa Indonesia yang ramah, baik, bijak dan bersahabat serta bersatu gotong royong demi kesejahteraan bersama dikikis oleh jiwa kapitalis yang individualis, angkuh, cuek, tidak perduli walau harus mengorbankan teman atau saudara. Oleh karena itu saatnya kita kembalikan bangsa ini kepada tujuan semula, dari awal para pahlawan kita memperjuangkan terwujudnya Indonesia Merdeka tujuannya adalah: bangsa yang ber-Tuhan, menciptakan kerukunan, perdamain, persahabatan, kesejahteraan bersama dan kemakmuran bersama intinya punya jiwa “gotong royong” itulah standar bangsa Indonesia yang harus kita capai, bukan standar Internasional. Biarkan bangsa lain belajar bergotong royong kepada Indonesia karena meskipun banyak perbedaan hanya Indonesialah yang mampu menyatukan dan mendamaikannya, Indonesia yang pantas memberikan hadiah perdamaian kepada orang dan bangsa lain karena sudah berabad-abad bangsa ini teruji akan persatuan dan perdamaiannya, bangsa lain yang senang bertikai dan berebut kekuasaan bahkan senang memamerkan persenjataannya juga memamerkan keindahan tubuh, bahasa dan lain-lain yang lebih mementingkan kesombongan tidak pantas menyematkan hadiah nobel perdamaian kepada warga atau negara lain, mereka tidak akan sanggup bersatu dalam damai begitu lama seperti bangsa Indonesia, oleh sebab itu sekali lagi saya tekankan “hanya Indonesia” yang seharusnya menyematkan penghargaan “perdamaian” kepada perorangan, kelompok atau negara lain, karena hanya Indonesia yang mampu dan telah melaksanakan perdamaian itu dengan baik dan teruji begitu lama.

BERKEPRIBADIAN DALAM KEBUDAYAAN

Marilah kita mencoba menafsirkan wasiat ketiga pemimpin kita ini yaitu: Berkepribadian dalam kebudayaan, dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pribadi /pri·ba·di/ n 1 manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri sendiri); 2 keadaan manusia sebagai perseorangan; keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak orang; kepribadian /ke·pri·ba·di·an/ n sifat hakiki yg tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain, yang diawali dari kata ber yang artinya mempunyai, sehingga arti kata berkepribadian yang dimaksud dalam Trisakti tersebut adalah mempunyai sifat yang berbeda dengan orang lain atau bangsa lain. Kemudian apa arti Kebudayan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia? kebudayaan /ke·bu·da·ya·an/ 1 hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2 Antara keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Step ketiga ini sebenarnya sangat mudah diterapkan karena di Indonesia kita mempunyai Kebudayaan yang banyak dan mempunyai nilai-nilai luhur untuk menciptakan “Manusia” yang ikhlas membangun bumi “Hamemayu Hayuning Bhuwono” hanya ditujukan kepada Sang Hyang Widi Wasa. Oleh karena itu setiap pembelajaran jangan pernah melupakan arti pentingnya menerapkan pola budaya yang telah dianugerahkan kepada negeri tercinta Indonesia. Indonesia meraih gelar The best National Costume, karena kostum dari berbagai adat dan budaya bangsa Indonesia sangat dikagumi bangsa lain, baru dari kostum atau busana saja mereka bisa “melongo/bengong” apalagi bila mereka mempelajari kebudayaan kita yang mengandung filsafat yang mengarahkan manusia untuk tidak serakah, tidak semena-mena, tidak memaksakan kehendak akan tetapi kebudayaan Indonesia mengarahkan Individunya untuk bermusyawarah untuk mencapai mufakat, bersatu dan berbagi dengan adil, nrimo ing pandum atau menerima dengan ikhlas dan bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya dari Tuhan, intinya budaya Indonesia mulai dari baju, tata krama dan lain lain hanya mengajarkan perbuatan baik. Apabila anda datang dan berkunjung ke rumah orang yang berasal dari Batak, Maluku atau Papua yang nada bicaranya tinggi, akan tetapi mereka akan mempersilahkan masuk dan menyuguhi sekedar sajian yang mereka miliki meskipun hanya air putih, begitu pula bila kita datang bertamu ke suku-suku lain di Indonesia, dengan penuh damai tanpa curiga mereka akan menyambut kita meskipun kita datang dari keluarga biasa.

Kepribadian inilah yang harus kita tawarkan kepada negara lain untuk belajar bagaimana menjadi orang baik, menghargai pendapat orang lain, bersyukur, bersatu, bergotong royong, bermusyawarah dan lain-lain; semua akar budaya itu tumbuh sangat subur dan berkembang di Indonesia, lalu mengapa kita memilih kurikulum bersetandar internasional? Mengapa kita mengingkari kelebihan yang diberikan Tuhan kepada bangsa Indonesia, mengapa harus kita jual kemewahan kepada turis dari Eropa, Amerika, Korea Selatan, Australia dan Jepang atau negara lain? Bukankah mereka negara yang banyak bertanya dan pengin tahu? Mengapa kita tidak tantang mereka mencoba menjadi warga biasa di Indonesia tidur seatap denga warga miskin, dibalai-balai atau kasur kapuk yang bau, tantang mereka berapa lama mereka mampu menjadikan dirinya ramah terhadap orang lain dan alam, seperti orang Indonesia, mampukah mereka tetap menggunakan baju yang rapat dan tertutup meskipun udaranya panas, karena mampu menyatukan suhu tubuh dengan suhu alam Indonesia? Hanya dengan dolar sedikit mereka bisa dan mampu hidup sebulan atau lebih di Indonesia, tapi bila ke Indonesia hanya untuk tidur ditempat mewah mending tidak usah datang ke Indonesia, karena Indonesia hanya tempat buat Turis Asing yang siap menerima tantangan bukan turis manja. Kita akan tantang mereka mampukah tetep tersenyum hidup dalam kesederhanaan? Inilah kepribadian kebudayaan Indonesia yang akan kita tawarkan kepada mereka agar mereka hidup tetap dalam garis Tuhan dan tidak Tamak, Rakus, Sombong dan Arogan seperti bangsa Indonesia yang selalu baik, ramah dan tersenyum meskipun hidup dengan sederhana, berikan pemahaman kepada mereka bahwa bangsa Indonesia yang serakah, tamak, sombong, angkuh, memaksakan kehendak adalah buah penerapan bangsa ini meniru bangsa asing dengan slogan “standadard International” yang jauh lebih rendah dibanding standard yang dimiliki Indonesia.

Sudah menjadi kewajiban bangsa Indonesia untuk menerapkan ajaran Trisakti Bung Karno, Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945 yang akan kita gunakan untuk ikut serta dalam membuat keindahan, kemakmuran, kesejahteraan Dunia dan Akhirat. Dengan menerapkan dan menafsirkan ajaran-ajaran leluhur kita diharapkan mampu mewujudkan cita-cita leluhur bangsa Indonesia yaitu “Hamemayu Hayuning Bhuwono” jadikan bangsa lain belajar dari Indonesia bukan kita belajar kebobrokan dari mereka. Hanya Indonesia yang siap menerima dan menerapkan semua perbedaan dan saling menghargai dengan baik. Sekali lagi hanya Indonesia yang punya hak menghadiahkan penghargaan Perdamaian bila mereka mampu berperilaku seperti bangsa ini. Ke negara manapun anda pergi bawa pribadi anda, sebagai warga negara Indonesia, beragama apa, dari suku apa, dan cara berpakaiannya, serta tata kramanya, apabila anda datang ke Paris menggunakan pakaian adat dari suku anda di Indonesia “semua mata akan tertuju kepadamu” bukankah itu yang slogan Miss Univers? Dan hanya perbedaan yang mumbuat manusia ingin melihat dan pengin tahu lebih banyak; bila kita ke Tokyo menggunakan kimono siapa yang tahu kalau kita warga asing dan itu Indonesia yang kita banggakan?, dan bila mereka tertarik ajak mereka untuk mengunjungi Indonesia dan tantang mereka mampu nggak menjadi manusia baik dan bertata krama tinggi?, kuat berapa lama mereka menjadi orang yang merakyat? dan sejauhmana mereka sanggup menguasainya?, sampaikan kepada bangsa lain dolar di Indonesia sangat tinggi harganya sehingga mereka boleh tinggal berlama-lama di Indonesia untuk mempelajari budaya Indonesia, sampaikan kepada turis asing agar membawa ajaran kebaikan Indonesia ke negaranya. Dan itulah salah satu cara bangsa Indonesia menerapkan ilmu “Melu Hamemayu Hayuning Bawono” sehingga leluhur kita di akhirat, akan tersenyum puas melihat keberhasilan kita menduniakan Indonesia, amin...amin...amin.

Sumber:

http://kbbi.web.id

http://id.wikiquote.org/wiki/Soekarno

http://ghostrazieneramochin.wordpress.com/2010/01/25/dasar-dasar-ilmu-politik/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun