Mohon tunggu...
Azkamae
Azkamae Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Pembelajar

Belajar di manapun, kapan pun, dan pada siapapun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Clash of Civilization", Siapakah Pemenangnya?

6 Januari 2020   09:01 Diperbarui: 6 Januari 2020   09:11 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nationalacademics.org

Tahun 2020 akhirnya tiba, angka yang diramalkan para Intelektual Barat sebagai masa kebangkitan bagi peradaban Islam. Adalah Clash of Civilization, sebuah tesis Karya Samuel F Huntington yang kemudian dibukukan, menjelaskan mengenai perang peradaban  yang kini terjadi. 

Bagi Huntington, liberalisme bukanlah akhir kehidupan manusia, ia kemudian mengaitkan masalah tersebut menggunakan teori Hegel yang menyatakan bahwa liberalisme hanyalah tesis dari sebuah sintesis dan akan ada anti tesis baru setelah liberalisme.

 Peradaban Islam dan Kapitalisme sekuler pun menjadi sorotan utama, karena keduanya dianggap memiliki upaya yang sama-sama kuat untuk melanggengkan pengaruhnya. 

Tak dapat dipungkiri sejak Islam menjadi agama individu ( baca : dihapuskan dari kehidupan bernegara) upaya kapitalisme sekuler begitu masif dalam menyerang seluruh aspek kehidupan kaum muslimin. Impor budaya barat dilakukan. Permisif, liberal serta hedonis menjadi "ruh" yang telah berhasil diambil oleh sebagian masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. 

Stigmatisasi buruk pada Islam melalui kampanye antiradikalisme menjadi opini besar yang ditiupkan untuk tujuan melanggengkan peradaban sekuler.
Di dalam negeri, kampanye antiradikalisme terwujud dalam beberapa kebijakan antara lain  mengawasi masjid, menetapkan kurikulum majelis taklim, kriminalisasi ulama yang dianggap berseberangan dengan penguasa, hingga kebijakan standardisasi dai'. Semua upaya tersebut dirancang rapi menggunakan power negara sebagai "pemaksa" bagi masyarakat. 

Di sisi lain, kesulitan hidup yang merupakan buah kehidupan kapitalistik telah menambah berat beban kehidupan. Kemunculan banyak manusia yang menuhankan materi menjadi "hantu" menakutkan yang bisa muncul di mana saja. No free launch pun menjadi slogan laris manis. Ada anggapan umum yang mengatakan bahwa tanpa materi hidup kita tak kan berarti. 

Padahal sejatinya paradigma tersebut merupakan sebuah doktrin yang keliru, dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Di saat kapitalisme mengatakan bahwa permasalahan ekonomi terletak pada alat pemuas kebutuhan yang terbatas, Islam hadir sebagai penjelas bahwasanya setiap makhluk bernyawa telah Allah sediakan baginya rizqi dari sisiNya.

 Saat kapitalisme memandang bahwa peran negara cukup sebagai fasilitator kehidupan rakyat, namun Islam dengan lugas menegaskan bahwa negara adalah pelindung, penjamin dan penjaga kehidupan rakyatnya. 

Setelah semua kerusakan sistemik serta pemikiran asing mendarah daging di kehidupan kaum muslimin kita dihadapkan pada dua konsesi, mengenai pemenang pertarungan ini.

Apakah benar Islam yang akan memenangkannya? Sementara umat Islam hingga kini masih seperti buih di lautan. Banyak menyebar bahkan cenderung terusir oleh derasnya ombak yang datang?

Atau, justru peradaban kapitalisme sekuler yang akan langgeng berkuasa seperti kekuatannya yang ada saat ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun