-----Dendam Masa Lalu -----
"Lepaskan cincin ini," ibu menarik tanganku dan melepas cincin yang ada di jari maniskuÂ
 "Pakai ini, ibu ganti dengan cincin yang baru," lalu memberiku sebuah cincin yang lain.Â
Mataku terpaku menatap ibuku, berlompatan tanda tanya di benakku. Aku masih  belum memahami maksudnya.Â
Kuamati cincin baru itu, persis sama dengan yang dilepas dari jariku.  Tetapi  polos, tidak ada sebuah nama yang terukir di situ. Apa apaan ini, pikirku. Aku bingung, kembali kupandang ibuku. Dingin, bibirnya terkatup rapat menahan perasaan.
Pagi itu aku baru sampai di rumah ibuku. Naik kereta api malam dari Surabaya ke Banyuwangi. Ibu meneleponku kemarin, sebelum jam pulang kerja, menyuruhku pulang. Penting! Katanya, tidak bisa dibicarakan lewat telpon.Â
Pulang kerja, kebetulan hari jumat tidak ada kuliah. Aku pulang ke rumah ayah untuk pamit tapi ayah masih di kampus, mengajar. Kutitip pesan pada ibu tiriku. Lalu pamit kepada Mas Kendar tunanganku dan diantar ke stasiun Gubeng. Seharian itu aku sangat letih berkejaran dengan waktu.Â
Dan fajar telah menyingsing ketika sampai di rumah. Inginku segera merebahkan badan membuang lelah. Tetapi baru saja kepalaku mendarat di atas bantal, ibu masuk dan tergesa  mengunci pintu kamar. Aku sudah merasa aneh. Apalagi kemudian setengah memaksa melepas cincin pertunangan yang kupakai.Â
"Tapi kenapa, Buk?" Tanyaku penasaran.
"Ibunya Kendar sudah membatalkan pertunangan kalian, dan cincin serta semua barang dalam kotak peningset akan ibuk kembalikan." Tegas suara ibu. Agak keras.Â
"Apa?" Aku melonjak bangkit, terduduk membeku. Panas mukaku.Serasa ada merah  lidah api menjilat-jilat wajahku. Dan.asap pekat terhirup menyesakkan napasku.Â