Mohon tunggu...
Umi Setyowati
Umi Setyowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga

Wiraswasta yang suka membaca dan menulis fiksi sesekali saja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Perempuan dari Blambangan (2)

12 Agustus 2017   08:45 Diperbarui: 18 Agustus 2017   16:07 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

-----Dendam Masa Lalu -----

"Lepaskan cincin ini," ibu menarik tanganku dan melepas cincin yang ada di jari manisku 

 "Pakai ini, ibu ganti dengan cincin yang baru," lalu memberiku sebuah cincin yang lain. 

Mataku terpaku menatap ibuku, berlompatan tanda tanya di benakku. Aku masih  belum memahami maksudnya. 

Kuamati cincin baru itu, persis sama dengan yang dilepas dari jariku.  Tetapi  polos, tidak ada sebuah nama yang terukir di situ. Apa apaan ini, pikirku. Aku bingung, kembali kupandang ibuku. Dingin, bibirnya terkatup rapat menahan perasaan.

Pagi itu aku baru sampai di rumah ibuku. Naik kereta api malam dari Surabaya ke Banyuwangi. Ibu meneleponku kemarin, sebelum jam pulang kerja, menyuruhku pulang. Penting! Katanya, tidak bisa dibicarakan lewat telpon. 

Pulang kerja, kebetulan hari jumat tidak ada kuliah. Aku pulang ke rumah ayah untuk pamit tapi ayah masih di kampus, mengajar. Kutitip pesan pada ibu tiriku. Lalu pamit kepada Mas Kendar tunanganku dan diantar ke stasiun Gubeng. Seharian itu aku sangat letih berkejaran dengan waktu. 

Dan fajar telah menyingsing ketika sampai di rumah. Inginku segera merebahkan badan membuang lelah. Tetapi baru saja kepalaku mendarat di atas bantal, ibu masuk dan tergesa  mengunci pintu kamar. Aku sudah merasa aneh. Apalagi kemudian setengah memaksa melepas cincin pertunangan yang kupakai. 

"Tapi kenapa, Buk?" Tanyaku penasaran.

"Ibunya Kendar sudah membatalkan pertunangan kalian, dan cincin serta semua barang dalam kotak peningset akan ibuk kembalikan." Tegas suara ibu. Agak keras. 

"Apa?" Aku melonjak bangkit, terduduk membeku. Panas mukaku.Serasa ada merah  lidah api menjilat-jilat wajahku. Dan.asap pekat terhirup menyesakkan napasku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun