Mohon tunggu...
ulya layyina
ulya layyina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aceh, Indonesia

Mahasiswa Psikologi Unsyiah

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemegang Tongkat Kemenangan Pilpres 2019

12 April 2019   21:37 Diperbarui: 12 April 2019   22:38 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia saat ini berada di ambang Pilpres 2019, menjadi salah satu perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Pemilihan Presiden Indonesia tahun ini akan diwarnai dengan perdebatan dan kontraversi antar masyarakat Indonesia, yang saling memperjuangkan kemenangan bagi kubu dukungannya.

Politik elektoral 2019 memperkirakan pilpres kali ini, didominasi generasi milenial dan umat Islam. Itu artinya generasi milenial akan mewarnai peta dukungan politik 2019 serta umat Islam yang semakin menyuarakan kebangkitan dan kemajuan Islam. Bahkan diperkirakan keduanya akan menentukan kemenangan pada ajang pilpres mendatang.

 Pemilih dari generasi milenial menjadi target potensial karena jumlah populasi mereka yang signifikan dan merebaknya penggunaan media sosial. Populasi generasi milenial di Indonesia sekitar 10,6 juta dari 160 juta warga Indonesia, dapat dirincikan 5.173.723 dari perempuan dan 5.455.1160  laki-laki. Dalam pemilu, angka tersebut menunjukkan ukuran yang sangat signifikan dan menjadi sasaran jelas untuk memenangkan pilpres 2019.

Menjaring dukungan generasi milenial untuk pemilu 2019. Michael Dimock di dalam artikelnya "Defining Generation Where Millenials end and post-Millenials begin" di situs Pew Research Center mendefenisikamn bahwa generasi milenial adalah orang-orang yang lahir pada 1980 hingga 2000. Lembaga riset Alvara Research Center menyebutkan, generasi milenial pada tahun 2019 akan berjumlah 85,4 juta jiwa dari 44,6% jumlah pemilih.

Namun, apakah kedua pesaing menyadari dan akrab dengan generasi milenial?

Bukan hal mudah dan menjadi suatu tantangan untuk merebut hati milenial. Para kandidat harus mengenali karakteristik generasi milenial, berikut beberapa ciri-cirinya:

  • Tidak punya loyalitas yang tinggi.
  • Menentukan pilihan politik di hari-hari terakhir.
  • Tidak terpaku terhadap sosok.
  • Partisipasi politiknya rendah.
  • Keterlibatan dalam politik tergolong pasif, tapi aktif di media sosial.

Untuk memenangkan suara milenial setiap kandidat harus membentuk strategi kampanye dan berbagai inovasi demi merebut hati generasi milenial. Kandidat yang mampu memikirkan, menyerap, dan mengakomodasi aspirasi milenial akan memiliki cukup keuntungan untuk memenangkan  ajang pilpres 2019. 

Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan para kandidat untuk mendekati generasi milenial:

  1. Komunikasi interaktif di media sosial atau tidak satu arah.
  2. Tidak berbohong, generasi milenial senang dengan hal yang konkret, baru, dan tidak bertele-tele.
  3. Dengarkan dan berikan ruang untuk menyampaikan pendapat.                                                                                                                                                             persoalan yang dihadapi generasi milenial: lapangan kerja terbatas (25,5%), daya beli masyarakat rendah (2,5%), adanya pungli di kantor pemerintah (6,3%), harga sembako tinggi (21,5%), angka kemiskinan tinggi (14,3%), pelayanan & biaya kesehatan mahal (8,8%), pelayanan & kualitas pendidikan buruk (8,3%), dan angka ketimpangan ekonomi tinggi (7,5%). Generasi milenial sangat senang jika aspirasi mereka didengar dan direalisasikan dalam kehidupan nyata untuk Indonesia yang lebih maju.

Berebut suara umat Islam
Indonesia terdiri dari mayoritas penduduk muslim yang mempunyai peranan besar dalam kemenangan partai politik. Kebanyakan umat Islam relatif menyebar disemua partai politik demi tumbuhnya kesadaran akan pentingnya mengekspresikan Islam dalam bingkai ke- Indonesiaan dan kemajuan politik ke ranah perkembangan yang lebih baik.

Pemilihan Presiden tahun ini pun akan berbeda dari tahun sebelumnya, yang semakin memainkan peran besar dalam politik nasional terutama Islam. Banyak kalangan berpendapat bahwa peristiwa politik yang terjadi pada tahun 2019 akan menjadi momentum bagi umat Islam untuk menunjukkan jati dirinya di pentas politik nasional. Pendapat ini tak bisa dilepaskan dari fenomena 212 yang menjadi pusat perhatian mata internasional.

Aksi 212 menjadi momentum kebangkitan Islam, melalui spirit 212 menuju ranah politik aman dan damai. Mereka semakin bersatu untuk menyuarakan dan menghimbau seluruh masyarakat agar dapat menggunakan hak pilihnya, serta mengajak masyarakat Indonesia agar dapat menyongsong dan menjaga proses pemilu yang kondunsif, tidak menggunakan isu SARA dan Hoax untuk memecah belah persatuan bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun