Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Realitas Adalah Suatu yang Tidak Pernah Selesai

26 Juni 2016   18:47 Diperbarui: 27 Juni 2016   01:38 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Images : www.maynoothuniversity.ie

Bayangkan apabila seluruh realitas telah ‘selesai’ alias telah dapat diketahui keseluruhannya tanpa menyisakan sedikitpun misteri bagi manusia maka, apa yang akan terjadi ? .. tentu saja proses berfikir pun akan otomatis terhenti-tak akan ada lagi para pencari kebenaran.dengan kata lain,kita bisa berfikir karena kita berada dalam realitas yang tak pernah selesai (!)

Sebuah batu atau sebutir apel mungkin merupakan realitas yang telah ‘selesai’ karena ia dianggap telah selesai dideskripsikan-tak ada lagi yang dapat diketahui lebih jauh lagi tentangnya-tak ada lagi potensi bagi lahirnya kemungkinan kemungkinan baru dari sebuah batu atau sebutir apel.seorang pembuat kursi atau seorang ahli mesin mungkin mereka tak lagi harus berfikir mendalam terkait pekerjaan yang biasa mereka lakukan karena realitas kursi bagi pembuat kursi atau realitas mesin bagi seorang ahli telah ‘selesai’-tak ada lagi potensi dari keduanya yang dapat melahirkan suatu yang baru.dengan kata lain dalam hal ini, sebuah batu,sebutir apel,sebuah kursi dan sebuah mesin sudah tak lagi ‘berproses’ artinya tak lagi melahirkan kemungkinan kemungkinan serta potensi potensi baru semisal melahirkan ilmu pengetahuan yang baru, atau tak ada lagi ‘mistery’ yang melekat pada semua benda itu.Tetapi mengapa manusia memerlukan berfikir yang mendalam ketika mereka masuk ke wilayah Ilahiah ?

Karena Tuhan,ilmu pengetahuan,kebenaran, semua adalah realitas yang tidak pernah selesai dan tentu termasuk manusia sebagai sang penangkapnya. sebab itu dari semuanya itu selalu lahir kemungkinan kemungkinan atau-potensi potensi aktual bagi lahirnya pengetahuan pengetahuan yang baru, sehingga hari ini kita dapat menemukan kebenaran baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya

Tuhan bukanlah ilmu pengetahuan yang telah selesai walau para filosof serta teolog di masa silam telah mendeskripsikan-Nya dalam begitu banyak halaman kertas tetapi hari ini secara aktual kita masih dapat memperoleh pengalaman baru serta pengetahuan baru tentang Tuhan.walau sifat sifat Tuhan dan hukum hukumNya telah selesai dituliskan dalam kitab suci serta pintu kenabian telah ditutup tetapi bukan berarti pengetahuan tentang Tuhan telah selesai karena Tuhan adalah realitas yang ‘berproses’ dalam kenyataan,demikian pula hal nya dengan manusia.

Dengan kata lain hal penting yang harus kita ketahui perihal realitas bukanlah ‘kuantitas’ nya,bukan seberapa banyak yang telah kita rangkum dalam beragam rumusan-postulat-system filsafat-kaidah ilmu pengetahuan tertulis tetapi memahami realitas sebagai suatu yang senantiasa berproses secara actual tanpa pernah selesai.

Artinya, realitas bukanlah pengetahuan baku seperti matematika atau fisika tetapi suatu yang bersifat dinamis-aktual karena realitas adalah suatu yang berproses dan kita manusia menjadi bagian dari proses itu.seperti dalam sepakbola,realitas bukanlah catatan lengkap para pemainnya,pelatihnya,jajaran wasitnya, jumlah penontonnya serta infrastruktur sepak bola lainnya tetapi juga proses permainan yang ‘mistery’ karena orang tidak mengetahui bagaimana hasi akhirnya

Dengan kata lain,untuk memahami realitas secara utuh maka disamping mengetahui yang‘nampak’ nya juga memahami unsur abstrak yang menyertainya,disamping mengetahui hal hal yang dapat diukur juga memahami apa yang tak dapat diukurnya,disamping mengetahui apa yang dapat diketahui dengan serba pasti kitapun harus memahami faktor keserbatakpastian yang ada dibalik itu 

Mengapa kita tak bisa memastikan apa yang akan terjadi hari esok, padahal seperangkat ilmu fisika-ilmu alam-ilmu matematika telah kita kuasai (?),karena kita semua masuk dalam gelombang lipatan demi lipatan proses dimana salah satu landasan dasar dari ‘proses’ itu adalah sifatnya yang gaib-mistery-tak bisa dimatematika kan.bila pemahaman kita terhadap makna ‘realitas’ telah sampai ke taraf ini maka kita tak akan menginginkan lagi ‘keserba pastian’-tak ingin segala suatu selalu harus serba empiris-matematis bahkan rasional karena kita tahu kita berada dalam realitas yang ber‘proses’ dimana anasir anasir yang menggerakkannya bukanlah hukum hukum ilmu fisika yang serba pasti-bukan ‘adonan’ hasil kreasi para matematikawan.sebagai perbandingan, sebuah mesin berproses secara organis artinya prosesnya dibentuk oleh organ organ yang seluruh gerakannya telah didesain terhitung secara matematis sehingga ‘masa depan’ sebuah mesin dapat dipastikan,tetapi bagaimana manusia ‘berproses’ ? .. teramat kompleks tentunya karena ‘adonan’ nya tidaklah didesain semata oleh manusia itu sendiri 

Sebagai bahan perbandingan;bagi kaum ‘materialist ilmiah’ realitas selalu cenderung digambarkan mengerucut pada deskripsi yang seolah harus ‘serba pasti’ : serba empiris-matematis-tak boleh menyisakan sisi mistery-segala suatu harus dipola kan dalam konstruksi ilmu pengetahuan empirik-tak boleh ada sisi ketakpastian yang diluar jangkauan manusia. karena dalam persfektif materialism realitas adalah suatu yang dapat ditangkap oleh infrastruktur yang dimiliki manusia,mereka tak akan menerima pandangan kalau manusia adalah bagian dari realitas yang berproses yang jalan jalannya abstrak-gaib dan penuh ketakpastian.

............

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun