Banyak pejabat pertanahan dan masyarakat tidak paham atau bahkan tidak tahu apa itu Grondkaart. Ketidakpahaman akan Grondkaart menjadi salah satu faktor pemicu simpang siurnya informasi. Istilah Grondkaart akan kita temui bila kita menggali informasi tentang aset tanah pemerintah dalam hal ini BUMN. Bagaimana dengan aset tanah PT KAI (Persero), Pelindo, PLN dan PTPN? Ya, sebagian aset tanah mereka secara historis dan legal tertuang dalam Grondkaart.
Ketidakpahaman pejabat pertanahan dan masyarakat tentang Grondkaart mengakibatkan kesalahpahaman yang berdampak pada keluarnya akta tanah SHM (Sertifikat Hak Milik) di atas tanah pemerintah yang hak kepemilikan dan pengelolaannya ada pada BUMN. Persoalannya semakin komplek ketika debitur (penyewa aset tanah pemrintah) ingin menguasai aset atau mensertifikatkan dengan dalih berpegang pada UU Agraria. Parahnya bermuara pada terbitnya sertifikat di atas tanah pemerintah dalam hal ini yang kepemilikan dan penguasaannya ada pada BUMN.
Grondkaart adalah sebuah gambar penampang lahan yang dibuat untuk menunjuk suatu objek lahan dengan batas-batas tertentu yang tertera diatasnya.
Seperti dijelaskan oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), M Noor Marzuki yang secara tegas mengatakan bahwa bukti kepemilikan atas aset tanah BUMN (Contoh aset tanah milik PT KAI atau PLN di berbagai daerah) adalah Grondkaart.
"Grondkaart adalah final sebagai bukti yang dimiliki BUMN (PT KAI) atas asetnya. Dengan adanya Grondkaart maka secara otomatis aset tanah PT KAI sudah terbebas dari kepemilikan masyarakat", tegas Marzuki saat menjadi nara sumber dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bersama KPK di Lampung, (20/11/2017).
Yuk kita belajar ruang lingkup Grondkaart supaya kita paham sejarah dan memahami sisi legalnya. Berikut ada 8 poin pokok tentang Grondkaart yang kita wajib tahu? Simak baik-baik.
Grondkaart memiliki dua fungsi yaitu fungsi kepemilikan dan kepentingan. Fungsi kepemilikan menegaskan hak kepemilikan atas lahan tersebut sementara fungsi kepentingan menunjuk pada tujuan objek yang dimuat dalam Grondkaart serta pihak-pihak yang berkepentingan atas objek didalam Grondkaart.
Bukti kepemilikan ditunjukan melalui pencantuman dari pejabat Kadaster (BPN jaman kolonial) yang memberikan persetujuan atas Grondkaart tersebut. Dengan adanya pencatuman pejabat Kadaster ini, bisa diketahui bahwa Grondkaart dibuat berdasarkan hasil pengukuran tanah oleh petugas Kadaster (surat ukur tanah). Dengan demikian Grondkaart memiliki kekuatan legal formal sebagai dokumen yang diterbitkan oleh lembaga pertanahan pada zamannya.
Kekuatan hukum lain yang dimiliki Grondkaart adalah pencantuman surat keputusan/ surat ketetapan pejabat pemerintah yang menyetujui pengesahan Grondkaart tersebut untuk digunakan sesuai fungsinya. Surat keputusan/ketetapan pejabat yang berwenang memuat penjelasan tentang riwayat tanah yang tertera dalam Grondkaart serta proses kepemilikan oleh subjek yang tercatat pada Grondkaart terkait.Â
Dengan demikian disamping dari Kadaster, Grondkaart memilki kekuatan hukum dari pejabat pemerintah (instansi) yang berwenang untuk mengesahkan kepemilikan lahan dan pembuktiannya melalui Grondkaart. Yang tercantum pada Grondkaart seperti ketetapan direktur PU (OpenbareWerken), direktur BUMN (Gouvernement Bedrijven) atau direktur Perhubungan (Verkeer). Ketiga ketetapan ini bersumber pada surat keputusan (Besluit) Gubernur Jendral sebagai Kepala Koloni.Â
Sehingga Grondkaart memiliki kekuatan hukum ganda. Oleh karenanya Peraturan Perundangan setelah negara merdeka masih menggunakan Grondkaart. Semua arsip yang melandasi Grondkaart masih tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Semua arsip ini menjelaskan kepemilikan tanahnya dan penggunaan Grondkaart.