Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Orang Luar

17 Juli 2017   16:52 Diperbarui: 19 Juli 2017   07:57 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Digital Guardian

Konon, dia sendiri tak bisa lagi menghitung atau mengingat dengan terang seberapa lama ia hidup di tempat ini. Satu-satunya yang ia ketahui, ia tak memiliki sejarah di tempat lain yang bisa diceritakan. Karena itu, sia-sia saja bertanya asal-usul, seperti misalnya, sejak kapan Anda datang ke sini? Atau, apa yang membuat Anda merancang tradisi-tradisi baik itu?--pesan seperti ini yang dititipkan kepadaku.

"Mengapa tak boleh?"

Tak ada yang menjawab. Mereka hanya mengangkat bahu. 

"Kalian pernah mencoba?"

Mereka hanya menggeleng.  

"Kami segan. Tabu." 

"Tabu?"

Aneh, batinku. Bagaimana mungkin mereka bertahan hidup tanpa tahu asal-usul tempat hidupnya yang sekarang?

Perkembangan seperti ini jelas menyulitkan kepentinganku. Aku disergap cemas, deadline sudah dekat. Terbayang gagal. Sementara keputusan untuk memilih tema sudah disetujui dan aku kini memiliki surat izin yang memudahkan mengakses dokumen-dokumen resmi. Tapi ini baru pintu masuk. Sumber dataku adalah wawancara yang dalam dan terfokus.

Sudah lima bulan, dari kunjungan bolak balik yang intens, aku membangun kontak dengan warga di pemukiman. Aku sudah tahu, jika ibu penjual gorengan di ujung gang, datang dari desa yang berantakan karena gempa. Ia kehilangan keluarga dan harta. Aku pun sudah tahu, lelaki 60an tahun yang menghabiskan waktu di langgar datang dari desa yang mendadak berubah menjadi tempat tinggal buruh pabrik. Ia kehilangan tanah dan gedung pengajian anak-anak warisan buyutnya.

Aku juga tahu, anak muda yang disepakati sebagai kepala lingkungan dulunya tinggal di sebuah kota yang butuh pelayaran laut selama seminggu. Di ujung timur negeri. Dia pernah menjadi mahasiswa dan terlibat huru-hara kecil yang membuatnya menjadi buronan politik. Ia itu sebabnya ia harus mencari pelarian yang menghindarkannya dari penuntutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun