Mohon tunggu...
Tulus Barker Naibaho
Tulus Barker Naibaho Mohon Tunggu... Keliling Indonesia -

Traveller. Bercita-cita menjadi penulis dan menetap di London. IG @tulus182 youtube.com/tuluss182

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerbung: Menepati Janji (Bagian 2)

23 Mei 2017   07:21 Diperbarui: 23 Mei 2017   08:37 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok. Pribadi"][/caption]

BAGIAN 2 >>>
Sudah sering Dina memarahi Rino, memaki-makinya di jalan raya, dermaga, bandara, dan di tempat-tempat umum lainnya. Jika dihitung sudah ratusan kali. Pernah dulu Dina memaki-maki Rino di depan teman-temannya di kantin sekolah hanya gara-gara Rino menuliskan pesan romantis di Mading sekolah, "Untukmu Dina yang terkasih, Happy Sweet 20th".
Dina marah sejadi-jadinya. Emosinya terbakar rasa malu yang tak bisa dielakkan lagi. Dina sedari dulu berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa umurnya sudah lebih tua dari teman-teman sekelasnya. Memang wajah Dina tak begitu tua, bisa menipu banyak mata. Namun hari itu, di kantin sekolah, itulah satu dari sekian ratus luapan emosi Dina kepada Rino yang mungkin masih membekas. Rino hanya bisa diam. Dia tipikal lelaki yang tenang dan tak banyak berkata-kata. Dia tak lebih dari lelaki aneh yang lebih gemar menulis daripada mengungkapkan isi hatinya lewat ucapan-ucapan mesra.
Rencana Rino saat itu batal. Lagi-lagi keadaan menipunya. Iya berharap Dina datang kepadanya membawa tulisan di Mading itu dan mengungkapkan rasa terimakasih dibalut dengan rasa kagum pada hadiah nan romantis lewat tulisan itu. Namun kenyataan berkata lain. Nasib sial benar-benar betah mengganggu rencana Rino. Rino benar-benar merasa bersalah.
Saat ini, di dermaga berselimut kabut tipis, Rino kembali merasakan rasa bersalah yang sama. Keadaan dan kenyataan pahit juga semakin menyudutkannya. Rino tak mungkin melompat ke laut. Dia bukan perenang yang baik. Imajinasinya berlebihan. Dia langsung membayangkan puluhan ekor hiu yang siap menerkamnya di dasar laut. Tapi kali ini, Rino lebih memilih dimakan puluhan hiu daripada membalikkan badan dan berpapasan lagi dengan Dina.
"Mungkin saja Dina sudah pergi.", ujarnya dalam hati. Dia melirik ke belakang. Dilihatnya Dina menutupi mukanya dengan tangan. Tak pernah sekalipun Rino melihat Dina menangis. Rino langsung memalingkan muka. Dia semakin merasa bersalah pada Dina.
Ah, bagaimana mungkin lelaki yang bahkan belum pernah menyentuh rambut seorang wanita datang menenangkan seorang Dina yang sedang menangis, apalagi jika tangisan itu karena ulahnya. Rino semakin kebingungan. Dia berharap ada hiu yang benar-benar menunggunya untuk melompat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun