Mohon tunggu...
Trya Lestari
Trya Lestari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Terputusnya Tali Pendidikan untuk Anak

6 Desember 2016   17:53 Diperbarui: 6 Desember 2016   19:04 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pendidikan memegang peranan penting dalam kemajuan hidup masyarakat. Disaat sebagian anak berlomba-lomba mendapatkan pendidikan yang tinggi, disisi lain masih banyak anak-anak yang tak mampu untuk mendapatkat fasilitas pendidikan yang baik untuk mereka. Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak yang wajib dipenuhi dengan kerja sama antara orang tua dengan pemerintah. Memang tidak dipungkiri pendidikan merupakan alat yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan jaminan untuk dapat hidup dan berinteraksi.

Oleh karena itu banyak orang tua yang berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah yang terbaik agar mendapatkan pendidikan yang terbaik pula. Tetapi tidak bisa kita lupakan pula kalau ternyata masih banyak masyarakat kita yang tingkat kesejahteraannya masih dibawah standar kelayakan hidup. Jangankan untuk memikirkan biaya pendidikan sekolah, untuk biaya hidup sehari-hari saja sudah dibuat kalang kabut. Apalagi dengan biaya-biaya saat ini yang semakin tidak terjangkau lagi.

Kalau kita menilik aturan yang terdapat pada Undang-Undang dasar 1945, pasal 31 ayat 2 yang berbunyi: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Dan dalam hal mahalnya biaya pendidikan, pemerintah harus memberikan bantuannya di dalam penyelenggaraan pendidikan ini karena kalau tidak sama saja dengan melakukan tindak penyelewengan. Ini mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945, dan Undang-Undang nomor 20 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.”

Hal ini berarti bahwa sumber pendanaan sekolah dan biaya pendidikan bukan hanya dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah juga. Memang tidak salah jika kita di dalam menempuh jenjang pendidikan memerlukan biaya, tetapi tidaklah terlalu bijaksana juga jika biaya pendidikan yang ditanggung oleh masyarakat diluar batas toleransi. Sudah seharusnya pemerintah menyadari bahwa kondisi perekonomian masyarakatnya saat ini dengan mengendalikan biaya pendidikan yang setiap tahun mengalami kenaikan.

Pemerintah juga hendaknya membuka akses yang seluas-luasnya untuk masyarakat agar dapat mengenyam pendidikan dengan lebih baik lagi, terlebih lagi bagi anak-anal yang berada dipelosok daerah yang jarang atau bahkan tidak pernah terjamah oleh pemerintah. Karena dengan menempuh jenjang pendidikan akan didapat banyak individu-individu yang berkualitas baik di negeri ini.

Pendidikan di Indonesia sepertinya sudah menjadi bisnis yang menggiurkan bagi para pemegang modal. Mereka membangun dan memberikan jasa pendidikan dengan kekuatan modal mereka untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Ironis memang, di saat semua biaya kebutuhan hidup melambung tinggi, seluruh warga tidak saja di Jakarta tapi juga di kota-kota lainnya di seluruh Indonesia harus menghadapi semakin mahalnya biaya masuk sekolah putra-putri¬nya. Mulai dari tingkat pendidikan yang paling rendah, seperti Kelompok Bermain (Play Group) sampai Perguruan Tinggi semua mematok harga-harga yang fantastis.

Tidak tanggung-tanggung mereka mematok harga hingga puluhan juta. Di Indonesia pajak pendapatan hanya 5% per tahun dan biaya pendidikan ditanggung oleh masing-masing kepala rumah tangga. Sehingga dengan pendapatan per kapita yang rendah ini malah menyebabkan bertambah banyaknya anak putus sekolah. Di negara kita sendiri, dengan pajak 5% per tahun (seperti tidak wajib, karena tidak ketat) menjadikan biaya pendidikan ditanggung oleh masing-masing individu rumah tangga. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi dapat sekolah sampai tamat. Sementara itu anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi hanya bisa sekolah sampai SD atau SMP. Malahan banyak yang tidak tamat SD.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun