Mohon tunggu...
Tri Pria Septiadi
Tri Pria Septiadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

all my social media named trypria , find me in your circle of friends

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Masjid Pakistan Hat Yai Thailand

24 Juli 2012   09:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:41 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jumat,17 Juli 2012 yang lalu saya tiba di Hat Yai Thailand. Setibanya itu, saya mencari bis untuk ke Bangkok, tujuan pertama saya ke Thailand ialah Bangkok. Mencari bis menuju ke Bangkok pada pagi itu tidaklah mudah. Semua menetapkan harga yang tinggi. Membuat saya berpikir hingga berkali-kali. Untung dari tempat pemberhentian bis saya itu tidak jauh dari stasiun kereta api, setelah melihat harga yang di tawarkan oleh kasir stasiun kereta api. Membuat saya memilih menggunakan kereta api untuk ke Bangkok.

Setelah mendapatkan tiket kereta api itu,saya berjalan mencari masjid untuk melakukan solat Jumat. Kebetulan saya tiba di Hat Yai itu ialah hari Jumat. Perjalanan yang jauh itu membuat tubuh saya tidak merasakan mandi, setiap dalam perjalanan melakukan ibadah solat dengan bertayamum. Stasiun kereta api Hat Yai itu tidak jauh dari masjid. Berbekal peta yang diberikan oleh petugas informasi di stasiun itu. Saya pun melangkah menuju masjid tersebut. Dalam perjalanan saya dapat memperhatikan sekeliling kota Hat Yai yang tidak begitu ramai dan tidak begitu sepi. Semua manusia memiliki aktivitasnya masing-masing. Kebetulan kawasan masjid tersebut dekat dengan pasar tradisional.

Setibanya di masjid, saya beristirahat sejenak melepas segala lelah selama perjalanan yang cukup memakan tenaga dan waktu. Masjid tersebut bernama Masjid Pakistan Hat Yai Thailand, masjid yang mayoritas jamaahnya berasal dari bangsa melayu itu membuat saya memilih untuk beristirahat sambil menunggu solat Jumat. Perjalanan jauh menuju Thailand yang ditempuh menggunakan bis dari Bugis Street Singapura ke Johor Baru,Malaysia dan dilanjutkan ke Pudu Raya,Kualalumpur,Malaysia hingga tiba di Hatyai Thailand membuat diri saya sangat lelah. Di salah satu sudut masjid itu saya beristirahat sejenak, saya terpikir saya belum mandi selama berjam-jam, hingga saya keluarkan alat mandi saya, kemudian bergegas ke kamar kecil untuk mengembalikan kesegaran tubuh saya. Dengan mandi saya dapat merasakan segarnya dunia, bayangkan selama dua hari saya belum mandi.

Badan sudah segar saya pun bergegas menuju ke dalam masjid, saat saya sedang santai menunggu solat Jumat. Seseorang menghampiri saya, saya pun menyambut hangat kedatangnya. Ia melihat bawaan saya cukup banyak. Ia bertanya dengan menggunakan bahasa Thailand, saya jawab juga dengan bahasa thailand yang artinya “maaf saya tidak bisa bahasa Thailand, saya Indonesia” Ia pun tidak merasa heran dan ia langsung menjawab dengan menggunakan bahasa Melayu “Thailand dan Indonesia wajahnya mirip”. Saya pun tertawa karena setiap perjalanan menuju thailand banyak yang bicara dengan saya dengan bahasa Thailand namun saya hanya mampu memberikan senyuman.

Nama orang itu ialah bapak H. Romli. Ia merupakan keturunan bangsa minangkabau. Namun ia tidak pernah pergi ke daerah nenek moyangnya itu berasal. Bapak Romli sangatlah ramah. Ia bercerita banyak tentang Indonesia dan Thailand. Saya cukup senang ternyata ada orang yang mampu berbahasa melayu di tengah banyaknya yang berbahasa Thailand yang membuat saya sangat kesulitan. Apalagi di Hat Yai itu mayoritas penduduknya tidak bisa berbahasa Inggris. Alhasil pertemuan saya dengan bapak H. Romli itu didisi oleh pertanyaan mengenai bagaimana cara menuju Bangkok. Ia memberi petunjuk untuk naik kereta api, karena lebih murah dan lumayan cepat di bandingkan bis. Namun jika saya ingin lebih nyaman dan lebih cepat, saya perlu mengeluarkan uang baht lebih untuk membayar mobil van. jelas pilihan menaiki naik van saya tidak ambil.

sedang asyik mengobrol dengan bapak H. Romli seseorang berbaju putih, menggunakan penutup kepala putih berjalan pincang menghampiri kami. ia tidak bisa berbahasa Thailand maupun Melayu, ia hanya bisa berbahasa Inggris.

Orang tersebut bernama Hamid, ia berasal dari India. Ia sangat tertarik mendengar obrolan kami. Namun kendala bahasa membuat ia tidak mengerti. Setelah cukup panjang lebar bapak H. Romli pun berjalan pergi, saya pun lanjut ngobrol dengan Hamid, kami banyak membicarakan mengenai India,Indonesia,Thailand.

“100 rupee = 100 baht, Thailand negara yang terjangkau bagi saya”kata hamid

“kalau negara saya 30.000 rupiah = 100 baht” balas saya

“kenapa Indonesia uangnya terlalu murah”

“saya hanya menjawab dengan senyum”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun