Begitu penggalan dialogis yang membuat ada suasana saling berbalas pantun dalam hal ini ikatan emosional, dimana si kecil yang merasa dijahili dan dipermini nalurinya untuk memprotes kesewenangan yang dialaminya, membuat perbuatan itu membekas dan akan dibalaskannya, kelak.
Ada hal yang lucu dalam konteks sosial masyarakat awam, dimana seorang terduga copet yang sering memalak anak - anak SD tertangkap tangan dan digelandang di polsek terdekat dengan para saksi - saksinya para korban anak - anak SD.
Polisi : Sudah menjadi DPO, kenapa masih nggelibet saja kau? Praaatttttt, begitu polisi menggampar muka copet dengan sandal terduga copet.
Copet : Ya gimana lagi pak Pol....memang disitu ZEE saya pak Pol, saya tobat deh dan berjanji kembali ke jalan yang benar dan lurus, sungguh pak Pol dan swer deh Ndan!.
Polisi : Preeettt! Polisi yang memeriksa tidak yakin akan pernyataan terduga copet, karena muka copet ini hampir memenuhi papan photo orang paling dicari (DPO) selama 6 tahun terakhir ini.
Sebelum menanda tangani BAP yang sementara diberkas maka pihak Polsek memanggil para korban dan merangkap saksi hidup perihal sepak terjang terduga copet yang melegendaris bagi anak - anak SD dari setiap alumni dari tahun ke tahun. Sebagian anak - anak melihat muka copet yang lebam biru merah kuning seperti pelangi itu, hati mereka trenyuh dan iba akan tetapi kalau mengingat kebrutalan copet yang mengeruk uang jajan mereka, rasanya ingin meremas - remasnya hingga gepeng tak berbentuk.
Copet : Udah jangan nangis, cuman cepek! Begitu yang selalu teringat dan dingat oleh anak - anak, kata - kata sangar terduga copet bila memalak per anak cepek.
Dan saat ini mereka para korban dan merangkap saksi bisa membalas kepada terduga copet dengan keluguan dan spontanitas mereka "Om cop, udah gede jangan nangis"
Dan bunyi "preeettt" bukan dari mulut mungil mereka tapi keluar dari tempat yang lain.