Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi Nomor 021 - Sayonara Utha, Sayonara...

29 Agustus 2017   10:58 Diperbarui: 31 Agustus 2017   09:55 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sayonara Utha, Sayonara ...

Banyak bibir lirih berkata, sayonara Utha, sayonara
Karena engkau manusia biasa, sama tidak berbeda.
Yang memang sejak awal mula, telah jadi takdirnya,
Suatu ketika, harus lirih sampaikan derai sayonara,
Atau dengarkan sayonara, dalam untai nada harpa.
Entah dunia ini indah, apakah dunia ini penuh duka,
Selamat jalan dan sayonara perpisahan, tetap saja
Menjadi bagian tidak terpisahkan hidup kita semua,
Dan Tuhan tentu saja kami semua ya berserah saja.
Kerabat keluarga yang ditinggal tentu saja berduka
Karena semua kenangan indah menyesakkan dada.
Apalagi dikau sendiri, wahai penada, kerap disapa
Sebagai pelantun lirik nada tembang indah pesona,
Yang akrab dengan banyak rekan banyak tetangga,
Banyak sesama banyak kolega, bahkan siapa saja,
Ah Utha ... Utha Likumahua, engkau ini luar biasa,
Tembangmu indah larik pesona derai getaran jiwa.

Lalu dengan iringan, berkendara dari Villa Mutiara
Menuju Brenda di Cipaku Lama memang jauh juga,
Tapi itulah, ketetapan dan takdir Yang Mahakuasa
Yang mau tak mau harus dikau tempuh juga, Utha.
Dibalut kotak indah kemilau, pantulkan warna seta
Ukiran bergambar banyak lukisan mulia sang Putra,
Diiringi lirik nada lagu lembuh mendayu-dayu indah
Yang sering dilantunkan tatkala semasa masih jaya,
Esok Kan Masih Ada yang terus mengingatkan kita,
Pencinta sastra, Tomorrow is Another Day, petanda
Esok memang senantiasa ada serta akan terus ada,
Meskipun esok yang ada jelas esok yang tak sama,
Esok yang sama sekali beda, isi, nuansa dan gaya.
Ah Utha, engkau ini kadang memang ada-ada saja,
Manakala timbul luapan hasrat jiwa bebas merdeka,
Engkau lantunkan semuanya, bersama irama nada
Yang biasa didengar anak-anak muda di barat sana
Tetapi tenang saja, wahai sahabat anak-anak muda,
Lagumu itu keren dan indah, kami pun semua suka.

Entah memang itu yang dirasa nadi inti dalam jiwa
Atau hanyalah luapan tembang nada kembara jiwa
Tuhan pun tentu tahu hidup ini amat sangat berat,
Tetapi nasib takdir kan tidak mungkin selalu sama.
Coba-cobalah tinggalkan sejenak ini angan kelana
Karena esok kan masih ada, esok kan masih ada.
Siapa yang tak tahu ini sobat, semua nalar logika,
Takdir memang selalu berbeda, memang tak sama.
Karenanya ketika engkau melantunkan lirik sonata
Hati kecil pun tegar berkata, untuk apa putus asa
Masih banyak jalan terbentang nun di ujung sana.
Aku pun tidak menduga kalau pada jeda akhirnya
Engkau sepakat, untuk berkata dalam untai nada
Yang mungkin dalam sesaat terdengar putus asa
Namun apalah dayaku, aku ini hanya orang biasa.
Engkau memang orang biasa, semua tak berbeda,
Tapi saat yang sama kau luar biasa penuh talenta.
Engkau sama dengan kami yang juga orang biasa
Kami juga mampu mencinta sepenuh hari dan jiwa.
Talenta setiap orang memang boleh berbeda-beda
Tetapi dasar tiap orang, biasa sekaligus luar biasa,
Karena memang ditakdirkan selalu dapat mencinta
Dibingkai ikatan peduli kasih empati pada sesama.

Hanya dalam hidup ini selalu ada yang lebih utama.
Di luar sana, banyak orang berbakat penuh talenta
Cuma mereka itu tidak seberuntung engkau, Utha,
Tidak seberuntung kita, yang dalam duka dan lara
Masih ada sanak kerabat yang senantiasa bersedia
Menemani dan menjaga, mendukung dan mencinta.
Sedangkan yang tidak beruntung yang di luar sana
Kadang tak jarang benar-benar duka sebatang-kara,
Mengembara sendirian sepi sunyi laksana manusia
Purba tak pernah lagi disapa dalam samudera duka.
Yang lebih menyiksa dan meluka, tak jarang mereka
Sebenarnya mempunyai kerabat dan sanak keluarga
Yang pura-pura lupa jika ada kerabat atau saudara,
Sedang panjang lama menderita dan tidak berdaya!
Raga saja lunglai tidak berdaya lalu bagaimana bisa
Busungkan dada tegakkan muka menghadapi dunia?
Itulah gambaran jutaan sesama yang entah mengapa
Perannya hanya untuk miskin melarat dan menderita?
Jadi Utha layakkah yang hidup jauh lebih berbahagia
Dibandingkan dengan mereka, yang ada di luar sana
Masih saja terus mengeluh mengatakan tak bahagia,
Dan bukannya lapang dada bersyukur tak terhingga?

Sayonara Utha, sayonara, tugas di dunia telah purna
Sampai tiba masanya kembali berjumpa di alam sana.

Dr. Tri Budhi Sastrio -- tribudhis@yahoo.com
HP. 087853451949 -- SDA19092011 -- Essi no. 021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun