Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perkara Kurban

10 Agustus 2019   02:17 Diperbarui: 10 Agustus 2019   08:07 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen | Dok. Pribadi

"Mbek, besok kamu mau disembelih."

Kalimat itu ditanyakan seorang anak muda desa yang tinggal di kota. Dia seorang diri saja di dunia ini. Bapaknya meninggal saat dia berumur 5 tahunan. Sedangkan ibunya secara tiba-tiba meninggal saat dia berumur hampir duapuluhan. Itu terjadi sebelas tahun lalu. Masih berbekas di benaknya, pamitan terakhir kali kepada ibunya karena harus berangkat ke kota.

Kini, seluruh kisah keluarga intinya sudah berakhir. Tinggal dia seorang. Keluarga bapak ibunya semua di desa. Hanya dia sendiri di perantauan.

Karakternya ceria di depan kawan-kawannnya. Namun kala malam tiba, saat dia harus kembali ke kamar kos yang dia sewa, kesunyian itu kembali padanya.

Dia tidak terlalu masalah dengan hal itu. Dia berpikir, orang tuanya seperti sudah mempersiapkan dirinya harus hidup sendiri di usia muda. Memang sudah bukan anak-anak. Tapi tetap, kesendirian di kota besar tanpa saudara adalah perkara kekosongan di sudut hati.

Dia teringat pesan ibunya saat beberapa tahun lalu. Ibunya mengatakan, "Nak, inti kehidupan itu adalah berkurban. Berkurban itu bukan merelakan apa yang kita sayangi. Tapi mengembalikan kepada yang lebih berhak."

Dia tidak tahu, ajaran itu apakah diajarkan juga di keluarga lain. Yang dia tahu, pesan itulah gambaran bagaimana keluarganya berkehidupan sehari-hari.

Kadang dia mengutuki pilihan keluarganya, mengapa apa-apa dia dan ibunya harus berkorban untuk orang lain.

Pernah suatu hari, kira-kira saat dia berumur 10 tahun, harus memberikan mainan mobil-mobilannya kepada tetangga yang terus saja menangis karena mainannya masuk got dan tidak mungkin lagi diambil. Bukan maunya sendiri melainkan ibunya lah yang membujuknya untuk memberikan mainan mobil-mobilannya.

"Nanti kamu bakal dapat mobil betulan yang lebih besar. Bisa dinaiki keliling kota." Kata ibunya saat melakukan penawaran barter dengan sesuatu yang masih imajiner.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun