Mohon tunggu...
Sulthonul Aulia
Sulthonul Aulia Mohon Tunggu... -

abstract thinker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Ngaca Sejarah

6 Mei 2012   17:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:37 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya sendiri. Lalu, pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah apakah sejarah yang dipelajari benar-benar relevan untuk ditinjau kembali dan mengandung pesan yang dalam akan perjuangan bangsa ini? hingga diharapkan para pelajar bangsa Indonesia begitu menghayati dan meneruskan pesan moral para pejuang bangsa. Namun, dewasa ini sepertinya pelajaran ini hanya dijadikan sebagai hafalan dan subjek andalan ilmu sosial untuk masuk ke perguruan tinggi.

Pelajaran di sekolah pun dimulai dari zaman prasejarah dengan masa paleothikum, mesolitikum,  neolithikum dengan menggambarkan logika yang tidak bersumber apapun secara manuskrip historis. Keadaan peradaban manusia yang sangat terbelakang dipelajari sangat serius dipelajari tanpa dapat mengambil hikmahnya. Benang merah dalam rasionalitas sejarah secara kurun waktu dikesampingkan dan lebih mengedepankan asumsi-asumsi yang menghanyutkan nilai-nilai wahyu dan agama.

Islam menceritakan kurun waktu kehidupan manusia dengan diutusnya Nabi-nabi dalam Al-Qur’an dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad. Bayangkan apakah peradaban pada saat Nabi Nuh terbelakang, hingga dapat membuat bahtera yang luar biasa? Apakah bangunan-bangunan yang kini masih bisa kita lihat secara artistik merupakan istana pada zaman dahulu, menggambarkan kolotnya peradaban manusia zaman dahulu? Dan banyak bukti lainnya yang menggambarkan dahulu kala manusia telah memiliki peradaban yang maju, jauh dari prasangka umumnya sejarah menceritakan. Sekali lagi deislamisasi dalam penulisan sejarah, kental sekali di negeri ini.

Lalu tentang Indonesia, banyak informasi penting tidak dicantumkan untuk ditelaah dan dipelajari. Misalnya penamaan nama geografis beberapa daerah di Indonesia missal Danau Toba berasal dari (Thoyyib = Baik) atau Maluku (Jazirah Al-Muluk=daratan penguasa) diserap dari bahasa arab , membuktikan betapa kuatnya kekuatan maritim Islam yang menguasai dua pertiga dunia. Atau tentang proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, jika kita menyesuaikan pada kalender hijriyah, yaitu jatuh pada Bulan Ramadhan. Yang mana bulan tersebut bulan ke Sembilan yang mencerminkan seseorang yang kembali fitrah suci setelah puasa bagai bayi yang telah berada Sembilan bulan dalam rahim dan baru lahir ke dunia ini tanpa dosa.  Dan banyak lagi fakta yang penting dijelaskan dan dipelajari hikmahnya oleh para pelajar terkait kejadian penting bangsa ini.

Sungguh terasa deislamisasi penulisan yang dulu diterapkan oleh para penulis sejarah dewasa ini. Akankah kita membiarkan mereka belajar hanya untuk lulus ujian? Tanpa transformasi ilmu yang mendalam dengan segala esensi ilmu tersebut. Marilah kita kembali menelaah sejarah dengan melepas kepentingan-kepentingan golongan yang mengikis objektivitas suatu informasi, mempelajari sejarah dengan benar berarti membantu generasi selanjutnya mengumpulkan puing-puing kebesaran bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun