Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tidak Ada Obat BPJS! Fornas JKN

22 Januari 2016   09:15 Diperbarui: 4 Maret 2016   17:34 4781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu isu yang sering menjadi keluhan adalah pelayanan obat dalam JKN. Sering muncul keluhan tentang "kok tidak ditanggung". Pasal 25 UU SJSN 40/2004 menyatakan bahwa "Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan". Penetapan daftar dan plafon harga dalam ketentuan ini dimaksudkan agar mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik ketersediaaan, serta efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis pakai.

Selanjutnya dirinci pada pasal 32 Perpres 12/2013 bahwa penetapan tersebut oleh Menteri Kesehatan dengan batasan bahwa proses update datanya dilakukan paling lambat tiap 2 tahun. Kemudian pada Pasal 23 Permenkes 71/2013 dinyatakan bahwa:

(1) Peserta berhak mendapat pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis. 

(3) Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri. 

(4) Daftar obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan. 

(5) Penambahan dan/atau pengurangan daftar obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 

Sebagai pelaksanaannya, saat dimulai JKN 1 Januari 2014, digunakanlah Fornas sesuai Kepmenkes 328/2013. Tim Penyusunnya disebut Komite Formularium Nasional yang ditetapkan oleh Menteri (Kepmenkes 228/2013). Terakhir dibentuk dengan Kepmenkes 140/2015. Di dalamnya terdapat Tim Ahli, Tim Evaluasi, dan Tim Pelaksana. 

Fornas ini menetapkan apa saja obat yang harus tersedia di Faskes sesuai dengan tingkatannya: PPK 1, 2 dan 3. Untuk memandu penerapannya, Dirjen Binfar menerbitkan Pedoman Penerapan Fornas (Kep Dirjen Binfar 1346/2014). Di dalam panduan tersebut diperinci tentang cara peresepan dan restriksi atau patokan sebagai upaya pengendalian dari penggunaan obat yang tidak efisien. 

Regulasi JKN menyatakan bahwa pemberian obat dalam JKN harus mengacu pada Fornas. Dalam hal terdapat permintaan obat di luar Fornas, harus mendapat ijin dari Komite Medis dan Pimpinan Faskes (Permenkes 71/2013). Khusus untuk Obat PRB, Penyakit Kronis dan Sitosatika, ditetapkan harganya oleh Kemenkes melalui Kepmenkes 312/2014 dan diperbarui dengan Kepmenkes 372/2015. 

Dalam regulasi berikutnya, adanya biaya tambahan karena obat di luar Fornas itu menjadi beban faskes itu sendiri dan tidak boleh dibebankan kepada peserta (Permenkes 28/2014). Ditentukan juga bahwa pengadaanya harus melalui e-purchasing berbasis e-catalog. Ini adalah masalah tersendiri, yang diluar lingkup tulisan ini. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun