Mohon tunggu...
Tomy Zulfikar
Tomy Zulfikar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Masih Amankah Utang Pemerintah Saat Ini?

12 Juli 2017   16:54 Diperbarui: 13 Juli 2017   05:25 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini Pemerintahan Presiden Joko Widodo diguncangkan oleh berbagai isu negatif, salah satunya adalah "membengkaknya utang pemerintah". Apakah benar isu tersebut ataukah hanya isu yang sengaja dimunculkan oleh sebagian pihak demi kepentingan "politik"? Di dalam artikel singkat ini, saya akan sedikit menjelaskan mengapa pemerintah berutang, apakah utang tersebut merupakan kebijakan yang tepat atau tidak, dan apakah utang tersebut masih dalam kondisi aman atau bahkan sudah buruk.

Salah satu penyebab utama dari utang ialah terjadinya defisit anggaran dimana anggaran dengan pengeluaran negara lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara. Seperti diketahui, penerimaan terbesar negara berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan tersebut belum mampu memenuhi keseluruhan belanja negara, akibatnya instrumen utama untuk menutupi defisit tersebut adalah melalui utang. 

Selama 5 tahun terakhir (2012-16), Rasio Defisit Anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sempat menyentuh level tertinggi sebesar 2,6 persen pada tahun 2015. Adapun, defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) tahun 2017 diperkirakan mencapai 2,92 persen, tertinggi dibandingkan lima tahun sebelumnya (lihat Gambar 1), namun masih di bawah dari batas maksimal 3 persen berdasarkan Permenkeu Nomor 45/PMK.02/2006.

Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sementara itu, total utang Pemerintah Pusat sampai dengan bulan Mei 2017 sebesar Rp3.672,33 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp2.943,73 triliun (80,2 persen) dan pinjaman sebesar Rp728,60 triliun (19,8 persen). Adapun, SBN terdiri dari Denominasi Valas sebesar Rp780,18 triliun (21,3 persen) dan Denominasi Rupiah sebesar Rp2.163,55 triliun (58,9 persen), sedangkan pinjaman terdiri dari Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp723,44 triliun (19,7 persen) dan Pinjaman Dalam Negeri Rp5,17 triliun (0,1 persen).

Selama 5 tahun terakhir, Rasio Utang terhadap PDB terus mengalami kenaikkan dari sebesar 23,0 persen pada tahun 2012 menjadi sebesar 28,3 persen pada tahun 2016, sedangkan proyeksi Rasio Utang terhadap PDB menurun tipis menjadi sebesar 28,1 persen pada tahun 2017 (lihat Gambar 2), masih jauh di bawah dari batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah yang sebesar 60 persen dari proyeksi PDB tahun yang bersangkutan. Demi menekan risiko peningkatan rasio utang, Pemerintah harus memperluas jangkauan penerimaan pajak yakni salah satunya dengan program tax amnesty, kebijakan anggaran Pemerintah yang lebih realistis, serta pengelolaan pengeluaran fiskal yang lebih terkendali.

Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Apabila dibandingkan dengan negara-negara Emerging Markets Economy, Indonesia memiliki Rasio Utang terhadap PDB masih lebih baik dibandingkan dengan Hungary, India, dan Brazil yang memiliki Rasio Utang terhadap PDB terbesar masing-masing sebesar 74,1 persen, 69,5 persen, dan 69,5 persen pada tahun 2016 (lihat Gambar 3). Ini menunjukkan utang Indonesia masih berada pada level aman dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5 persen, apabila utang tersebut selalu digunakan untuk membiayai belanja negara yang produktif dan memiliki sasaran yang tepat, seperti penciptaan kesempatan kerja, penurunan angka kemiskinan, dan penguatan pertumbuhan ekonomi.

Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Di samping itu, performa Sovereign Credit Rating Indonesia menunjukkan semakin membaik yang merupakan dampak positif dari defisit anggaran yang tetap terkendali serta stabilitas makroekonomi Indonesia. Seperti diketahui, Japan Credit Rating Agency, Ltd (JCRA), Rating and Investment Information (R&I), Moody's Investors Service (Moody's), Fitch Ratings (Fitch), dan Standard and Poor's (S&P) telah memasukkan Indonesia ke dalam kategori negara Investment Grade.

Namun demikian, Pemerintah harus selalu mewaspadai kemungkinan memburuknya defisit ke depan secara signifikan akibat risiko dari krisis finansial global, ketidakstabilan politik, dan pengelolaan utang Pemerintah yang tidak terkendali.

Ditulis oleh:

Tomy Zulfikar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun