Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Catatan Pinggir Dunia Kerja

17 Juli 2017   06:39 Diperbarui: 15 April 2019   15:04 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: istockphoto.com

Saat tengah berbincang bersama seorang senior di kantor, senior saya itu berkata sembari menyimpulkan sebuah tindakan yang menurutnya tidak pas. "Hkm, itu artinya dia belum siap memasuki dunia kerja." Dari ucapannya dan keseluruhan isi pembicaraan kami, maka saya coba mencari-cari, apakah memang benar ada kondisi semacam itu.

Dimana seseorang pada kenyataannya sudah menceburkan diri di dunia kerja, tapi dari segi sikap dan mental masih menunjukkan perangai-perangai yang mencerminkan kalau dia belum siap memasuki dunia kerja. Alhasil dari beberapa pengamatan sederhana saya, ternyata kondisi seperti itu memang ada. Sikap yang menunjukkan jika seseorang belum siap memasuki dunia kerja antara lain:

Pertama, motivasi kerja yang tak selaras dengan tindakan. Jika ditanya apa motivasi kita saat bekerja pasti tidak ada yang menjawab "saya bekerja hanya ingin main-main". Motivasi kita bekerja sudah tentu karena ingin mendapatkan uang. Tapi faktanya, tak semua orang melakukan pekerjaannya dengan serius. Maksudnya bekerja dengan serius, ya bukan berarti kita bekerja kayak orang kesetanan. Kerja mah biasa-biasa aja,nggak perlu juga mati-matian. Proporsional dan substansial saja. Tapi orang yang di dunia kerja tak pernah berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, dan tak punya motivasi untuk menguasai pekerjaannya bisa dikatakan belum siap memasuki dunia kerja.

Kedua, mudah tersinggung dan sensian. Itu kenapa dalam undang-undang ada yang mengatur batas minimal usia pekerja. Artinya dunia kerja (kelas profesional) hanya akan mengakomodir pekerja-pekerja dewasa, baik secara mental dan pikiran. Itu sebab kita yang sudah bekerja tak boleh mudah tersinggung. Apalagi di pekerjaan yang diisi dengan bermacam-macam kepribadian. Hatinya harus distandarkan dulu biar bisa tetap dingin dalam berbagai keadaan. Karena saya juga sering menemukan pekerja yang kerjanya mengomel melulu. Ada perubahan sedikit mengomel, mengkritik. Padahal dunia kerja itu memang dinamis, kita harus terus beradaptasi.

Ketiga, tidak mau dipimpin dan tunduk pada atasan. Yang namanya dipimpin itu memang tidak enak. Apalagi harus mengikuti keinginan yang kita sendiri tak suka melakukannya. Tapi saat kita memilih untuk bekerja pada sebuah perusahaan, maka kita harus tunduk pada pimpinan di tempat itu. Sebab merekalah orang yang ditunjuk oleh pemilik usaha untuk memimpin perusahaannya. Bukankah sering kita menemukan orang yang begitu benci dengan atasannya. Bahkan sampai punya pikiran untuk menjatuhkannya. Nah orang model begini adalah orang yang sebenarnya memang belum siap memasuki dunia kerja. Tapi ini dalam konteks seorang atasan memang sudah memimpin dengan sebagaimana harusnya.

---

Sebenarnya saya nulis ini buat mendinginkan otak yang panas karena seharian mengerjakan skripsi. Jadi kali ini saya menulisnya nyampur saja, kayak gado-gado. Kalau tulisan di atas adalah tentang faktor yang menunjukkan bahwa seseorang belum siap memasuki dunia kerja. Maka ada hal lain lagi yang mesti kita pelajari.

Yaitu soal menghadapi orang lain. Bukankah dalam dunia kerja yang memiliki banyak target sering kita ditantang untuk mecapai sesuatu. Contohnya saja seorang tenaga penjual yang diwajibkan menjual sekian banyak produk setiap bulannya. Tenaga penjual itu harus berhadapan dengan banyak orang, sudah tentu dia harus memiliki kemampuan untuk mengelola pikiran orang yang dihadapinya.

Demikian juga saat kita diperhadapkan dengan bawahan misalnya. Kita dituntut untuk bisa me-manage mereka, sekaligus mengelola pikiran mereka agar dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dalam artikel saya sebelumnya tentang "blind spot" disana dijelaskan, bahwa manusia memiliki sisi buta yang tak bisa dilihatnya. Tapi blindspot itu bukan ilmu yang saya ciptakan. Saya juga membacanya dari tulisan orang lain.

Saat mengelola pikiran orang lain, kita berusaha menanamkan tujuan kita di kepala mereka. Tapi bukan maksudnya untuk memanfaatkan orang lain atau menghipnotis ya. Contohnya begini, kita adalah seorang atasan yang ingin menggerakkan bawahan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Mungkin selama ini kita perhatikan bawahan kita itu kerjanya asal jadi. Nah melalui pembicaraan dengan mereka, maka kita berusaha mengelola pikiran mereka agar ke depan mengerjakan tugasnya dengan lebih baik. Caranya tentu dengan membangun kesadaran melalui perubahan pola pikir.

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun