Dua Puluh tahun terakhir isu Siapa orang yang tepat untuk menjadi presiden Indonesia tampaknya berkutat pada kekuatan program dan politik identitas belaka. Tapi beberapa faktor di bawah ini tampaknya harus menjadi dasar bagi masyarakat Indonesia memperluas jangkauan pikirannya sebelum memilih seorang presiden.
Melemahnya Amerika, Bangkitnya China, dan Semakin Diperhitungkannya Posisi Indonesia di Kancah Internasional
Ada isu menarik yang dilemparkan Donald Trump kepada pesaingnya saat Pilpres Amerika Serikat berlangsung. Donald Trump berkata Joe Biden akan menjadi Presiden terlemah dalam sejarah Amerika.
Rujukan Donald Trump antara lain karena sebelumnya Joe Biden adalah wakil daripada Barack Obama. Di bawah pemerintahan Obama China bangkit bukan hanya secara militer tapi secara ekonomi.
Dalam hal ekonomi misalnya ada banyak negara-negara di Afrika yang mendapat pendanaan segar dari Cina. Bahkan beberapa negara di Afrika konon menjadikan Yuan yang adalah mata uang China sebagai mata uang negaranya. Yang lebih menyebalkan untuk Donald Trump adalah hegemoni China atas Amerika dalam hal perdagangan.
China selalu surplus dan Amerika selalu defisit. Obama juga banyak menghambur-hamburkan uang untuk mendanai perang. Sehingga Amerika aktif di Kancah internasional tapi semakin keropos dari dalam. Maka Donald Trump melemparkan isu bahwa Amerika akan semakin lemah di tangan Joe Biden.
Sekarang isu ini juga harus dibawa ke tanah air. Dunia semakin terkoneksi dan terbuka. Maka debat program saja tidak cukup, masyarakat harus jeli melihat Apakah sang calon dapat menjadi presiden yang kuat untuk Indonesia.
Setelah Soekarno dan Soeharto saya pikir Jokowi adalah salah satu presiden terkuat yang pernah dimiliki Indonesia. Jokowi tidak seperti Susilo Bambang Yudhoyono yang mempunyai prinsip satu musuh terlalu banyak dan seribu teman terlalu sedikit.
Bagi Jokowi kedaulatan NKRI nomor satu, tidak jadi soal berapa negara yang menjadi teman dan berapa negara yang menjadi musuh. Hal ini dibuktikan dengan penolakan Jokowi atas permintaan Amerika untuk membangun pangkalan militernya di Indonesia.
Walaupun tujuan awal Amerika membuka pangkalan militernya di Indonesia adalah agar mudah memantau gerak-gerik China di laut China Selatan, tapi Jokowi memegang prinsip bahwa Indonesia adalah negara non-blok. Tapi saya yakin Jokowi dan Badan Intelijen Indonesia tahu bahwa berdiamnya militer Amerika di Indonesia dapat menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri.
Dengan adanya Freeport di Papua, Amerika dapat menjadikan pangkalannya sebagai perangkat paling dekat untuk mengintimidasi Indonesia. Apalagi peralatan militer Amerika sangat canggih. Jadi peranan Indonesia dan kebijakan Indonesia di Kancah internasional, atau biasa disebut kebijakan luar negeri dapat jadi penilaian masyarakat dalam memilih Presiden.
Apakah kelak jika kita memilih, dia dapat menjadi presiden yang kuat di tengah tekanan dunia internasional? Inilah yang membuat negara China dan Rusia berwibawa. Presiden China XI jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak bisa didikte oleh negara manapun. Jika presidennya kuat pasti negaranya kuat.