Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Tersampaikan tanpa Harus Melukai Penerimanya

27 Mei 2017   22:52 Diperbarui: 27 Mei 2017   23:20 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dizaman digital ini, ada beragam cara untuk menyampaikan pesan kita kepada siapapun. Tidak harus berkunjung,tidak perlu mengutus orang lain dan juga tanpa harus berkirim surat. Ada begitu banyak  fasilitas ,sarana dan prasarana,tinggal memilih, via WA, sms, Messenger, facebook, email ,gmail dan berbagai jalan lainnya. Bilamana pesan dikirim, dengan maksud saling mengingatkan,tentu saja sangat baik dan patut apresiasi.

Karena boleh jadi,saking terpancang pada rutinitas ataupun terlena karena keasyikkan ,siapapun bisa sampai lupa diri dan berjalan diluar koridor yang seharusnya. Namun dalam menyampaikan pesan,tentu saja, cara cara yang santun dan berkepatutan ,tetap harus dipertahankan,sesuai dengan harkat dan martabat kita sebagai bagian dari masyarakat.

Tapi sayang sekali, mungkin karena begitu mengebu gebu,agar pesannya didengar dan dipahami, ada orang yang tega menyampaikan pesan ,tanpa memikirkan  bahwa cara yang digunakan ,dapat melukai hati orang yang menerimanya. Seperti yang saya alami kemarin,secara beruntun ada tiga inbox masuk pada hari yang sama,yang isinya mengingatkan agar ,saya diharapkan tidak lagi menulis hal hal yang berkaitan dengan kegiatan berpuasa dari agama,yang bukan saya imani.Tapi sayang cara menyampaikannya ,sungguh diluar kepatutan.

Sekalipun bukan tipe manusia yang gila hormat,sebagai manusia yang wajar,tentu setiap orang ,termasuk diri saya, dengan senang hati akan menerima saran ,bila disampaikan dengan baik. Akan tetapi yang inbox yang saya terima isinya :" Ente,sudah tua, seharusnya bisa menahan diri,untuk tidak menulis artikel yang berkaitan dengan kegiatan agama orang lain....." ( dan kata kata,yang tidak pantas untuk saya tuliskan disini)

Menjadikan Introspeksi Diri

Pesan yang mengena secara telak ini,sejujurnya membuat saya terpana. Tapi saya jadikan introspeksi diri,agar selanjutnya, lebih mawas diri,untuk tidak lagi menuliskan hal hal,yang berada diluar kapasitas saya.  Tulisan ini,bukan dimaksudkan sebagai curhat curhatan,untuk mendapatkan simpati ,karena gaya ini,sudah kadaluarsa. Ibarat barang yang sudah kadaluarsa,jangankan dijual,dikasih gratispun tidak ada yang mau. 

Tulisan ini,hanya sekedar sebuah masukan,bahwa saling mengingatkan tentu saja sangat baik dan patuti di apresiasi.Tapi sesungguhnya,tidak perlu menuliskan kalimat kalimat yang dapat melukai orang lain.Karena kendati selama ini saya sering kali ,bahkan mungkin terbanyak menulis tentang hal hal yang berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial dan agama,rasanya belum pernah menuliskan hal hal yang dapat melukai hati orang.Akan tetapi disinilah letak kesalahan saya,telah melupakan,bahwa apa yang bagi kita baik,belum tentu bagi orang lain juga dimaknai secara baik. Bahwa niat baik,untuk menulis,seharusnya  disertai dengan mawas diri,agar jangan pernah menuliskan hal hal yang bukan dalam kapasitas diri kita. Satu lagi pelajaran hidup yang saya catat,

Semoga hal ini,bukan hanya menjadi pelajaran berharga untuk saya pribadi,tapi juga untuk orang banyak,agar selalu mawas diri dalam menulis,entah dimanapun,.Selamat menunaikan Ibadah Puasa.

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun