Mohon tunggu...
Timothy Sutantyo
Timothy Sutantyo Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh-graduate dari Swiss German University

Mahasiswa Informatik dari Swiss German University. Terkadang menulis jika ada opini yang ingin disampaikan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Nyesek Banget Tinggal Satu Poin Lagi Dapat A!"

19 Januari 2017   13:12 Diperbarui: 19 Januari 2017   13:19 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, itulah reaksi beberapa mahasiswa yang mendapatkan 89 atau 99 di salah satu mata kuliahnya. Terkadang, reaksi tersebut disertai dengan pernyataan bahwa ia telah membujuk dosennya agar menaikkan nilai mata kuliah tersebut sebanyak 1 poin saja, agar nilai hurufnya dapat berubah dari 'B' ke 'A', atau untuk kasus nilai 99, kesenangan mendapat nilai 100 di mata kuliah. Saya terkadang tidak habis pikir dengan reaksi dari mahasiswa-mahasiswa tersebut, apalagi yang nilainya sudah 99. Bagi saya, 89 sudah merupakan nilai yang sangat bagus sekali, dan walaupun dalam huruf masih 'B', mahasiswa tersebut masih mendapatkan 3.9, yang berarti hanya kurang 0.1 dari IP sempurna. Sedangkan untuk nilai 99, 99 itu masihlah mendapatkan IP 4.0. Dengan kata lain, tidaklah akan berbeda jika mahasiswa tersebut mendapatkan nilai rata-rata 90 atau 100 di mata kuliah tersebut. Saya juga berpikir, jika mahasiswa tersebut mengeluh tentang nilainya di depan temannya yang kurang begitu kuat dalam mata kuliah tersebut, maka teman tersebut akan merasa rendah diri, berpikir bahwa dia sudah lega dengan nilai 80 yang ia dapat dengan jerih payahnya, tetapi mahasiswa yang nilainya 89 tersebut masih merasa tidak puas, padahal nilainya lebih tinggi dari teman yang mendapatkan 80.

Di universitas saya, ada kemungkinan hal ini terjadi karena universitas kita memberikan beasiswa untuk mahasiswa yang meraih nilai tertinggi di kelasnya. Jujur saja saya juga salah satu mahasiswa yang mengincar beasiswa tersebut. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut, terkadang hanya faktor 1 poin dari B ke A dapat menjadi penentu apakah mahasiswa tersebut mendapatkan beasiswa atau tidak. Walaupun begitu, sampai saat ini untunglah tidak ada teman-teman satu angkatan saya yang menggerutu bahwa karena mendapatkan B maka ia akan gagal mendapatkan beasiswa tersebut.

Nilai memang penting, tapi...

Jujur saja, mungkin karena adanya beasiswa tersebut, saya memang terkadang khawatir dengan nilai saya. Saya terkadang merasa bodoh bila nilai saya tidak setinggi dengan teman-teman saya, juga jika ada nilai saya yang 'hanya' 80 kurus. Teman saya pun mengingatkan, nilai tidaklah penting; yang penting adalah bagaimana hidup kita nanti. Saya pun sebenarnya sangat setuju dengan pernyataan teman saya itu. Bagi saya, nilai mengukur apa yang kita tahu PADA SAAT TERSEBUT. Dengan kata lain, nilai mata pelajaran bukanlah indikator yang paling akurat untuk menentukan apakah seseorang memang benar-benar mengerti materi pelajaran tersebut. Juga, saya pikir nilai tidak menjamin apakah mahasiswa tersebut dapat mengaplikasikan apa yang ia pelajari di universitas tersebut. Dosen saya juga mengingatkan, bahwa beasiswa untuk nilai terbaik itu tidak akan muncul di transkrip akhir nilai, yang berarti predikat tersebut tidak akan dapat dipakai untuk melamar kerja. Saya juga diberitahu oleh seseorang, bahwa teman kerjanya yang pada saat kuliahnya merupakan murid terbaik di kuliahnya, melakukan banyak kesalahan saat bekerja.

Saya beberapa kali melihat orang yang menanggapi pernyataan bahwa "Nilai tidaklah penting" dengan pernyataan bahwa nilai mencerminkan bahwa seseorang memiliki etika yang baik di universitas, dan juga nilai membuka jalan untuk karir. Saya kurang setuju dengan pernyataan tersebut. Pertama, saya pikir setiap mata kuliah memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, yang bergantung dengan dosennya. Jika mata kuliah tersebut mudah untuk mendapatkan nilai, maka walaupun tanpa etika yang baik, murid yang pintar pun dapat meraih hasil yang memuaskan. Apalagi, bagaimana jika Anda murid dari Inggris, tetapi mengambil jurusan Bahasa Inggris? Sudah pasti ia akan lulus dengan sangatlah mudah. Kedua, saya sering membaca bahwa nilai kita hanya akan berpengaruh untuk mendapatkan pekerjaan pertama. Setelah itu, pengalamanlah yang lebih diutamakan. Teman-teman saya yang nilainya tidak setinggi saya, banyak yang berhasil mendapatkan tempat magang lebih dulu daripada saya.

Penutup

Akhir kata, saya tidak bermaksud untuk bermalas-malasan, berpikir bahwa nilai tidaklah penting sama sekali. Tetapi sebaliknya, fokuslah pada pembelajaraan, karena jika kalian mempelajari materi tersebut dengan baik, maka hasilnya akan lebih berharga dalam jangka panjang dibandingkan dengan hanya mendapatkan nilai 90 keatas, tetapi lupa apa yang dipelajari setelah mata kuliahnya selesai. Asisten dosen saya juga terkadang khawatir atas kekuatiran saya terhadap nilai, yang saya saat ini mencoba menguranginya. Terakhir, janganlah menggerutu jika mendapatkan nilai 89 atau 99, karena nilai tersebut sudahlah sangat baik

 

Timothy Aditya Sutantyo

Mahasiswa IT Swiss German University Angkatan 2015

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun