Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sambut Normal Baru dengan Adaptasi Berperilaku Cerdas di Tengah Ketidakpastian

13 Mei 2020   07:51 Diperbarui: 13 Mei 2020   07:58 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 ini telah mendisrupsi hampir semua aspek kehidupan umat manusia.  Perubahan besar yang terjadi secara drastis ini juga memicu suatu guncangan besar dalam permintaan dan penawaran global. The New York Times menulis harga minyak mentah yang jatuh ditingkat paling rendah sepanjang sejarah, bahkan di Amerika Serikat sampai jatuh minus US$30 per barrel karena tidak adanya permintaan, sementara biaya penyimpanan minyak tinggi.  

Terminologi Demand Shock (guncangan permintaan) menurut investopedia adalah peristiwa mendadak dan mengejutkan yang secara dramatis meningkatkan atau menurunkan permintaan barang atau jasa tertentu, biasanya terjadi sementara.  

Baik guncangan permintaan positif dan guncangan permintaan negatif akan berdampak pada harga barang dan jasa. Supply Shock (guncangan penawaran) juga memiliki arti yang sama dengan Demand Shock, namun dari sisi penawaran. 

"Terjadinya guncangan permintaan dan penawaran global akibat pandemi covid-19 telah mengakibatkan guncangan ekonomi terburuk abad ini." 

Ilustrasi jatuhnya harga minyak mentah di Amerika sampai pada level di bawah nol pada transaksi akhir April 2020 merupakan gambaran betapa dahsyatnya guncangan Pandemi Covid-19 ini, baru dari sisi demand shock saja di sektor minyak dan gas.

Berbagai artikel sering menyebut guncangan ekonomi ini telah mengakibatkan runtuhnya permintaan dan penawaran pada skala global dihampir seluruh sektor perekonomian termasuk industri pariwisata. 

Sumber: World Travel and Tourism Council
Sumber: World Travel and Tourism Council
Di sektor pariwisata, pandemi Covid-19  juga mengguncang industri ini dengan sangat keras. Departemen Ekonomi dan Urusan Analisa Sosial Ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa, mencatat lebih dari 100 negara di dunia menutup perbatasan mereka, atau membatasi perjalanan — baik domestik maupun Internasional. 

Pembatasan perjalanan Internasional dalam waktu lama sangat merugikan negara-negara berkembang seperti Bahama, Cabo Verde, Maladewa dan Vanuatu, dimana pendapatan devisa mereka sangat bergantung pada pariwisata yang menyumbang pendapatan hampir 20 persen dari PDB atau hampir 60 persen dari pendapatan devisa negara tersebut.  

Guncangan ekonomi yang sangat dahsyat ini tentu menimbulkan ketidakpastian yang bisa berdampak kerusakan sistemik. Kita tentu tidak menginginkan terjadinya kerusakan ekonomi secara sistemik di Indonesia.

Filosofi Keselamatan Rakyat Sebagai Hukum Tertinggi    

Masyarakat miskin yang lemah tentunya menjadi kelompok risiko tinggi, dimana guncangan ekonomi ini juga akan berefek pada keamanan mata pencaharian mereka dan tentunya juga kepada keamanan pangan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun