Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ogah Kayak India? Tempuh Opsi Distribusi Beras a la Buwas, Bukan Darurat Sipil

1 April 2020   06:07 Diperbarui: 2 Mei 2020   02:05 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penegakkan karantina corona di India [VoA News/youtube.com]

Jujur saja deh, wacana adanya skenario yang memunculkan tahapan darurat sipil itu karena membaca potensi huru-hara. Itu kecemasan yang masuk akal. Apalagi jika berkaca pada terbitnya pembangkangan buruh migran di India yang bisa-bisa mengarah kepada kerusuhan.

Wajar akan ada huru-hara jika pemenuhan pangan dan kebutuhan pokok lain di masa pembatasan sosial, karantina hingga mungkin pula kelak isolasi kawasan epicenter masih pakai mekanisme perdagangan, bukan distribusi.

Pekerja informal, buruh harian, dan buruh kontrak waktu tertentu yang kehilangan sumber nafkah; orang-orang miskin yang tidak terdata dalam daftar pembagian BLT---yang memang karut-marut sejak dahulu---adalah ilalang kering, siap terbakar menghanguskan kota-kota andai 2-3 hari tidak dapat mengakses pangan dan kebutuhan pokok. Uang dari mana kalau harus membeli?


Jadi sebenarnya penyulut api sudah terprediksi. Ilalang kering terpetakan terang-benderang.

Maka pemimpin yang bijak mencegah ilalang terbakar dengan cara segera membersihkan lahan atau menyirami air agar tunas-tunas hijau segar tumbuh menggantikan ranting-ranting coklat yang telah mati. Bukan sebaliknya menyiagakan pasukan penyiram air yang bertindak kala kebakaran telah terjadi.

Yang bangsa ini butuhkan ketika pembatasan sosial, karantina, dan isolasi wilayah epicenter corona adalah persediaan, sistem, mekanisme, dan aparatus distribusi pangan dan kebutuhan pokok lain. Itulah yang harus dipersiapkan oleh seorang pemimpin sejati. Itulah langkah menghijaukan sabana agar kebakaran tidak terjadi.

Sebaliknya, pembesar negeri yang jauh dari kebajikan, memilih menyiagakan aparatus represif; merumuskan landasan hukum pembenaran (seperti regulasi keadaan darurat sipil) untuk merepresi rakyat yang marah oleh lapar dan mencari jalan sendiri untuk bertahan hidup yang bisa berujung kekacauan sosial.

Syukurlah, keputusan paling baru Presiden Jokowi akhirnya tidak mencakup darurat sipil.

Tetapi problem belum selesai dengan mengabaikan opsi darurat sipil, apalagi dengan menempatkannnya sebagai langkah yang hanya akan ditempuh jika terjadi huru-hara.

Tindakan paling benar adalah buang jauh-jauh prasyarat pemberlakuan darurat sipil. Jalannya adalah memastikan pemenuhan kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan atas pangan, air bersih, dan listrik selama masa pemberlakuan pembatasan sosial meluas, karantina, atau isolasi wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun