Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mr. "T", Sosok yang Merdeka

27 September 2013   21:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:18 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1380290328412900891

Sulit juga menggambarkan sosok satu ini. Mau dianalogikan, takut persepsinya kemana-mana. Disimbolkan, kuatir konten tulisan ini tidak tepat sasaran. Jadilah saya beranikan untuk menginisialisasikan saja. Toh kalau ada penggugatan saya masih bisa berkelit. Yang penting sumber niat tulisan ini berada dalam wilayah kepositifan.

Percaya atau tidak, bagi saya, menganalisis Bang Ruhut ternyata lebih ringan dari pada harus menterjemahkan Mr. T ini. Data Bang Ruhut sudah banyak disebar-sebarkan dimana-mana dengan ending yang kayaknya bisa ditebak, tetapi jangan coba-coba untuk menyamakan dengan sosok yang sedang kita bicarakan ini. Data apa yang telah kita ketahui tentang Mr. T ini, lantas, kemana bidik sasarannya. Masih sangat samar rasanya. Lantas, kok berani-beraninya saya memposting tulisan ini?

Syukurlah, saya memperoleh ijin untuk memposting tulisan ini dari yang bersangkutan. Mungkin ada yang bertanya, apa hebatnya? Justru itu, karena (kelihatannya) tidak hebat itulah bersemanyam kehebatannya. Karni Ilyas pernah menyampaikan hasil sebuah penelitian tentang kejiwaan seseorang (oleh ahli psikologi di London) bahwa ternyata orang lebih suka melihat orang lain susah, karena di susahnya orang bisa menimbulkan zat yang menyebabkan seseorang gembira. Terus kaitannya dengan tokoh kita ini? Mr. T ini sangat alami dalam memerankan diri agar orang lain bisa tumbuh zat untuk gembira itu.

Mr. T, sosok yang mencoba berani tampil di luar kerangka logika yang sedang berjalan. Ketika arus kebanyakan tema menggugat admin kompasiana, dia malah "menghardik" yang menggugat. Ketika semua menafsirkan perawan dalam logika berfikir masing-masing, ehhh......, lha kok (secara diam-diam) sosokini justru telah menikmati "kelebihan" keperawanan.

Pembaca seharusnya bisa sepakat dengan saya, ketika dia teraniaya dalam "kesombongan" orang,justru penolongnya adalah "ketidakhebatannya" itu. Kesadaran akan tidak hebat itu telah menariknya untuk menjadi sentuhan tak terasa. Hebatnya lagi, meskipun demikian, tetap, orang lain akan sulit mengatakan Mr. T itu "hebat". Mengapa? Karena ternyata kita memiliki zat yang menyukai orang lain dalam kondisi tidak bahagia! Lebih hebat lagi, Mr. T ini tidak terobsesi untuk hebat dan harus hebat, sehingga energinya tersimpan lagi untuk meletupkan kehebatan lainnya. (biar ikut menelaah, silahkan kunjungi link ini : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/09/26/saya-sudah-gila-593382.html. Banyak nuansa kehidupan yang bertebaran di sana).

Mungkin ini yang dikatakan "menang tanpo ngasorake" atau "ojo rumongso biso tapi biso'o rumongso". Dalam bayangan berfikir saya, dua pangerten itu hanya bisa dilakukan oleh mereka-mereka yang sudah faham akan hidup dan kehidupan diri sendiri. Memahamkan diri dan kehidupan itu seberat ia mengayuhkan langkah seumur yang ia miliki. Sebuah pilihan hidup yang amat sulit yang tidak akan bisa untuk bisa dibenturkan dengan obsesi-obsesi. Seharusnya, fokus nilai keirian yang ada selama ini harus mengacu ke sana.

Inilah hebatnya Mr. T, yang justru dianggap tidak hebat. Anggapan itu bukan sekarang saja terjadi tetapi sudah sejak dulu. Jadi, nilai rasa Mr. T ini sebenarnya sudah lama ada di peradaban ini, hanya saja dipasaran memang kurang laku. Mengapa? Karena, kebanyakan, orang takut (karena obsesi sendiri) untuk membeli. Tetapi jangan ditanya nilai hati dan fikir. Karena salah satu indikasi sempurnaan diri adalah yang demikian itu, memiliki nilai rasa yang orang lain ikut merasakan nilai rasa itu tanpa mereka sadar telah merasakannya.

Ah..., untunglah Mr. T juga manusia sehingga masih ada batas bagi saya dalam mengambarkan sebatas dia sebagai manusia. Manusia yang tak akan pernah lepas dari kekurangannya. Untuk kekurangan, sulit saya ungkap karena kajian saya dalam menyingkap sosok ini hanya sebatas tulisan yang ia tuangkan.

Ah...., Untunglah Mr. T ini lepas dari sekat golongan dan kedudukan, kalau seandainya dalam lingkaran itu (bisa jadi) saya siap jadi tim suksesnya.

Ahh, .... apapun dia, tetap semua beruntung, karena masing-masing memang punya kehebatan sendiri-sendiri. Kebetulan saja bisa saya hanya menuliskan kehebatan rasa manusianya. Selebihnya, terserah Anda.....

Kertonegoro, 27 September 2013

* Untuk Mr. T, ijin anda semoga menjadi jariyah. Siapa tahu ketenangan anda dalam menyimpan kehebatan hati menjadi inspirasi siapa saja, mungkin saya yang pertama. Terima kasih atas ijin postingnya, kebenaran mutlak milik Tuhan, Allah SWT, semata! Salam hangat...

*gambar dari : hanyainginberkarya.blogspot

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun