Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Politik Menuju Pendidikan

2 Mei 2019   00:04 Diperbarui: 2 Mei 2019   02:14 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seandainya Suwardi Suryaningrat tetap konsisten berjuang melalui politik, tentu kita tidak mengenal peringatan Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei. Sebab tanggal tersebut merupakan hari kelahiran dari Suwardi Suryaningrat atau yang kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara.

Pada awalnya, memang sangat jelas bahwa perjuangan Suwardi Suryaningrat adalah di bidang politik. Terutama ketika menjadi aktivis di Indische Partij bersama sahabatnya Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo.

Tetapi karena tulisannya "Als Ik Een Nederlander Was" yang mengkritik Belanda karena mengumpulkan sumbangan dari rakyat bumiputera untuk merayakan kebebasannya yang ke-100 tahun dari Perancis, membuat Belanda gerah dan membuangnya ke negeri Belanda tahun 1913.

Saya yakin, Suwardi Suryaningrat tentu banyak belajar dari peristiwa tersebut dan mempertimbangkan perjuangannya kelak setelah bebas dari masa pembuangan tersebut. Apalagi setelah beliau bertemu dengan tokoh pendidikan di negeri Belanda, Montessori.

Berdirinya Taman Siswa, adalah bukti nyata bahwa Ki Hajar Dewantara, melihat bahwa urgensi perjuangan pendidikan jauh lebih efektif ketika beliau harus terus berjuang dengan politik.

Keputusannya tidak salah, kehadirannya di dunia pendidikan ternyata mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional. Bahkan keputusan Ir.Sukarno (presiden pertama) menjadikannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (baca: Menteri Pengajaran) adalah langkah yang tepat untuk membangun sistem pendidikan nasional sejak bangsa kita telah merdeka.

Artinya, bahwa untuk melawan kolonial Belanda pada waktu itu, tentu bangsa kita harus mulai berbenah dengan mencerdasakan masyarakat. Perjuangan dengan gerakan politik dengan sifat radikal dan non koperatifnya ternyata berujung pada ketegasan Belanda membubarkan setiap pergerakan dan penangkapan kepada tokohnya.

Kalau bicara tentang kisah Ki Hajar Dewantara yang pada akhirnya meninggalkan politik dan fokus di bidang pendidikan demi kemajuan bangsa, saya jadi teringat dengan perkembangan negeri kita saat ini. Sangat berbeda dengan pilihan Ki Hajar Dewantara. 

Sekarang orang berlomba-lomba terjun di dunia politik. Bak jamur tumbuh subur di musim penghujan. Apakah itu murni untuk kepentingan masyarakat dan bangsa atau malah untuk kepentingan pribadi? Hanya merekalah yang tahu. Atau kita boleh juga menafsirkannya dari tindakan atau kelakuannya.

Tetapi kenyataannya, ada banyak orang yang kehadiran di dunia politik malah memperkeruh suasana. Saya bukan orang yang anti politik. Tetapi kalau bukan panggilan hidupnya di politik, lebih baik mundur dan kembali kepada panggilan sejatinya.

Akhir kata, selamat memperingati hari lahirnya Ki Hajar Dewantara dan selamat Hari Pendidikan Nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun