Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemerataan Pembangunan Kunci Beresnya Urbanisasi

5 Juli 2017   02:03 Diperbarui: 4 Agustus 2017   09:08 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENCERMATI masalah urbanisasi perlu penalaran yang bijak karena sering salah kaprah. Apa yang saya lihat dan amati setiap tahun di daerah yang "konon" sebagai tujuan masyarakat desa mengadu nasib seperti Jakarta dan Batam yang terkesan berlebihan dan takut terhadap pendatang baru.

Saban tahun, setiap habis lebaran, Pemerintah DKI Jakarta selalu heboh dengan kedatangan warga baru yang membanjiri ibu kota untuk mengadu nasib. Hal tersebut juga terjadi di Pulau Batam yang merasa menjadi tujuan merantaunya masyarakat Indonesia dari seluruh daerah.

Sebagaimana Jakarta, Batam juga sering mempersulit warga Indonesia yang tidak ber-KTP Batam. Petugas melakukan pengecekan dan penyaringan ketat di pintu masuk pelabuhan dan bandara. Petugas mengharuskan semua pendatang ada penjamin dan dijemput langsung di lokasi debarkasi.

Bukankan Pemko Batam mencanangkan "Visit Batam" yang bertujuan agar orang-orang datang berkunjung ke Batam? Kenapa malah mempersulit orang masuk? Bukankah orang yang sekadar jalan-jalan (melancong) hanya bisa menunjukkan KTP daerahnya dan tidak punya famili di daerah tersebut? Jawaban orang yang sekadar jalan-jalan juga bisa diberikan oleh mereka yang memang niat bekerja di kota besar. Jadi sulit sekali untuk membendung urbanisasi kecuali dengan cara yang bijak.

Haruskah kita punya keluarga di Lombok baru bisa berlibur ke Lombok? Haruskah kita punya kerabat di Biak baru boleh mengunjungi Raja Ampat? Dan seterusnya termasuk Jakarta dan Batam...

Bukankah Jakarta dahulunya kampung kecil yang menjadi besar karena  pendatang? Bukankan dahulu Batam adalah pulau yang sepi menjadi maju dan ramai karena pendatang?

Beruntunglah mereka yang lebih dahulu berhijrah ke Jakarta dan Batam karena saat itu tidak ada razia warga baru yang dikatakan saban tahun meningkat itu.

Selama ini, semua juga maklum bahwa pembangunan Jakarta dibangun dengan kekayaan alam daerah lain seperti tambang emas, timah tembaga, minyak dan gas, kayu balak, rempah, batu bara, kekayaan laut, kelapa sawit dan banyak lagi.

Secara sosiologis, sudah menjadi hukum alam bahwa orang yang merantau pasti lebih giat sehingga terkesan menguasai kaum pribumi atau paternalisme dalam bentuk migrant superordinant.

***

Pemerintah DKI harus juga mempertimbangkan bahwa secara umum, masyarakat Indonesia memiliki jiwa perantau. Coba lihat orang Bugis, Madura, Minangkabau, Jawa yang terkenal dan sukses di perantauan.  Sebenarnya semua suku di Indonesia memiliki tradisi merantau. Oleh karena itu, sulit sekali membendung arus urbanisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun