Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cita-cita Masa Kecil

18 Januari 2019   11:01 Diperbarui: 18 Januari 2019   12:35 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang membuat saya merindukan masa-masa kecil, yakni ketika setiap anak, dengan lugunya memasang cita-cita yang keren dan super hebat. Saya dan teman-teman sebaya, menyebutkan cita-cita di depan kelas 1 SD dengan polos tanpa beban. 

Seorang anak yang masih sangat belia, akan memiliki cita-cita setelah melihat lingkungan sekitar atau melihat televisi. Yang pasti, kuat pengaruh teman sebaya di sekolah dan juga lingkungan yang semua itu merupakan hasil rekaman interaksi sehari-hari, makanya umumnya cita-cita masa kecil adalah seputar jadi guru, dokter, polisi, tentara, pilot, dan bahkan presiden. Itulah profesi yang sangat menonjol sehingga menjadi idola masa kecil. Semua anak menyebut tanpa beban.

Saat-saat awal masuk sekolah dasar, saya yang hanya sendiri tidak memakai pakaian seragam karena dititipkan masuk di kelas satu gara-gara ingin sekali bersekolah tetapi belum cukup umur, benar-benar hanya bisa mengamati cita-cita teman sekelas saat diminta oleh guru menceritakan keinginan atau cita-cita bila sudah besar.

Sebenarnya saya juga bingung, apa yang harus saya utarakan di depan kelas, karena masih berpikir bagaimana cara mencapai semua itu. saya melihat teman-teman sekelas asal sebut apa yang terlintas dan semua yang mereka sebut adalah profesi yang hebat, bahkan ada yang bercita-cita sebagai presiden. 

Saat sampai giliran saya maju ke depan kelas, dengan tegas saya menyebutkan cita-cita saya sebagai "Petani Hebat." Cita-cita menjadi petani hebat gara-gara membaca sebuah buku cerita keluarga petani di tanah Jawa yang memiliki kebun tomat dan kol.

Keseharian mereka sangat damai, dalam lingkungan yang asri, hubungan terjalin apa adanya, baik di dalam rumah, bertetangga, dan bermasyarakat. Kebun mereka sangat subur, demikian juga masyarakat lain di desa itu. Hasil pertanian mereka berlimpah, mampu naik haji, memasukkan anak ke sekolah dan bahkan sampai ke perguruan tinggi bergengsi di dalam dan luar negeri.

Hari-hari mereka penuh dengan silaturrahmi dan ibadah saat habis menggarap sawah dan kebun. Tingkat solidaritas masyarakatnya tinggi, semuanya saling saling membantu satu sama lain dengan tenaga dan bahkan materi.

Dari buku itu, saya membaca kalimat bahwa menjadi petani sangat mulia karena bekerja saat panas dan dingin dengan upah atau hasil yang tidak sebesar profesi lain di kantoran. Berkat petani, banyak manusia bisa makan nasi dan juga menikmati sayur mayur. 

Ada tertulis pesan yang bisa dipetik dari cerita tersebut, agar kita bisa saling menghargai satu sama lain, apapun profesi yang ditekuni.

Saya bercita-cita menjadi petani yang hebat, ingin memiliki kebun yang subur dengan hasil yang berlimpah dan berkah.

Sekadar berbagi di waktu senggang.

KL: 18012019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun